Bercermin pada nurani
 
 
Mungkin saja kita pernah bertemu dengan seseorang yang mengatakan bahwa tidak ada baik-buruk, benar-salah, baik-jahat dalam kehidupan ini dan kebenaran sejati itu mengatasi semua dualisme itu. Mungkin ada baiknya kalau lalu kita tidak dengan serta merta mengatakan yang bersangkutan itu sesat dan atau guoblok, mungkin bisa saja kita lah yang berada pada posisi itu. Kenapa?
 
Kondisi dualisme, kondisi pertentangan antara kebaikan dan keburukan itu merupakan fakta yang kita hadapi dalam keseharian dan kita sendiri pun masih dalam kondisi dualisme itu dan lalu akan sangat menyakitkan sekali bila kita dan dia dihakimi oleh orang lain dan lingkungan kita. Mungkin memang kalau ukuran baik-buruk itu telah menjadi demikian besarnya dan buruknya itu telah masuk dalam ukuran kejahatan tentu saja ybs itu akan menghadapi konsekwensi hukum, namun kalau lah kondisi itu masih dalam tataran agak buruk, agak jahat dan belum melanggar ukuran hukum, tentulah penghakiman itu akan menjadi hukuman sosial , stigma atau semacamnya.
 
Stigma-stigma ini banyak sekali bentuknya dan yang paling menyakitkan sebetulnya adalah ukuran yang dihadirkan oleh sesuatu yang kita yakini, nilai, norma agama misalnya. Penilaian dan penghakiman eksternal dari norma-norma itu kadang memang diperlukan untuk menjadi rangsangan, stimulus bagi ybs untuk berubah, namun kadang bahkan seringkali menjadi kontraproduktif atau malah menjadi faktor yang menimbulkan rasa frustasi dan lalu stress dan depresi bagi yang bersangkutan.
 
Alangkah baiknya jika ukuran dan penilaian itu sama - sama kita bawakan ke dalam diri kita dan lalu kita sendiri mencoba berubah dan menuju pribadi yang memahami kehidupan ini dengan lebih baik, dan menjadi pribadi yang mandiri, kreatif dan selalu berupaya untuk melakukan perbaikan. Upaya ini akan melahirkan sebentuk transformasi diri dan juga secara perlahan menjadikan kita untuk berhenti mengamati orang lain, dan sibuk dengan pengamatan dan perbaikan diri sendiri yang semestinya memang demikianlah yang diharapkan oleh para Nabi-Nabi besar yang perah hadir di dunia ini, harapan agar kita menjadi pribadi yang mampu melihat diri sendiri dan bercermin pada nuraninya masing-masing......
 
Hehehee, semoga
 
Jakarta, enambelas mei duaribu enam
salam
bclt


Yahoo! Messenger with Voice. Make PC-to-Phone Calls to the US (and 30+ countries) for 2ยข/min or less.

** Menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi SAAT INI di dalam diri saya maupun di luar diri saya **

** Kami kembali tuk hidup dalam kekinian yang menakjubkan; tuk menanami taman hati kami benih-benih kebajikan; serta membuat fondasi pengertian dan cinta kasih yang kokoh **

** Kami mengikuti jalur perhatian penuh, latihan tuk melihat dan memahami secara mendalam agar mampu melihat hakikat segala sesuatu, sehingga terbebas dari belenggu kelahiran dan kematian **

** Kami belajar tuk: berbicara dengan penuh cinta kasih, menjadi penuh welas asih, menjadi perhatian terhadap pihak-pihak lain pagi ataupun sore hari,  membawa akar-akar suka cita ke banyak tempat, membantu sesama melepaskan kesedihan; dan tuk menanggapi dengan penuh rasa syukur kebajikan orang tua, para guru, serta sahabat-sahabat kami **




SPONSORED LINKS
Religion and spirituality Spirituality


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke