Tanya donk bos.. Yang dimaksud di nomor 14 ini siapa ya?
Apakah maksudnya seperti prinsip mafia: 
'One way or another, he should be finished'..
Pokoknya orang itu gak boleh memimpin negara ini?
Karena membahayakan kekuasaan ORBA?

"..
Dari sindiran-sindirannya sering diungkap mengenai keluargaku atau keluarga 
cendana, bahkan disinggungnya perihal bisnis anak-cucu serta kerabat-kerabatku 
dengan gaya bahasanya yang mengandung teka-teki. Dikiranya aku tidak paham 
sama sekali, ke mana arah pembicaraannya itu. 
..
Akhirnya tokoh satu ini pun patut diperhitungkan kelak demi berjalannya 
stabilitas dan keamanan negara. 
.."

Wassalam,

Irwan.K

---------
14
Ada seorang cendikiawan muslim dalam suatu wawancara di suratkabar, mengutip 
sebuah ayat Al-Quran yang berbunyi: "Barangsiapa memulai kezaliman maka 
ia akan berada dalam pertentangan yang tak berkesudahan." 

Aku tidak paham apa yang diomongkan si cendikiawan itu. 

Pada kesempatan lain dia mengutip dua buah ayat Al-Quran: "Barangsiapa membunuh 
manusia bukan karena kejahatannya maka ia telah membunuh seluruh manusia, 
barangsiapa memelihara hidup seorang manusia maka ia telah menghidupkan 
seluruh manusia. Mereka yang beriman, dan tidak mengaburkan imannya dengan 
kejahatan, mereka itulah yang memperoleh kedamaian dan bimbingan yang benar." 

Bahkan pernah pada suatu acara dialog di televisi, tokoh satu itu mengupas 
dua buah hadits Nabi yang berbunyi: "Seorang mukmin senantiasa mendapat 
kelonggaran dari agamanya selama ia tidak melakukan pembunuhan tanpa hak. 
Dan jika seorang penguasa mati dalam keadaan masih menipu rakyatnya, 
maka Tuhan akan mengharamkan sorga baginya.." 

Aku tidak mengerti apa maksudnya mengutip-ngutip ayat dan hadits semacam itu. 
Tapi dalam komentarnya tentang sosial-politik, tokoh satu itu kelihatan 
gegabah dan sembarangan. 

Dikiranya siapa dia. Punya kekuatan apa. 

Dari sindiran-sindirannya sering diungkap mengenai keluargaku atau keluarga 
cendana, bahkan disinggungnya perihal bisnis anak-cucu serta kerabat-kerabatku 
dengan gaya bahasanya yang mengandung teka-teki. Dikiranya aku tidak paham 
sama sekali, ke mana arah pembicaraannya itu. 

Mau apa dia. Apa mau menggulingkan dan mengambil-alih kepemimpinan yang susah-
payah sudah kuraih mati-matian. 

Akhirnya tokoh satu ini pun patut diperhitungkan kelak demi berjalannya 
stabilitas dan keamanan negara. 

==========

Ambon wrote:

>http://www.geocities.com/k2psi_lsm/artikel1.htm
>
>Catatan Harian 
>
>Seorang Mantan Presiden 
>
>  
>
>(Membongkar Dokumen Soeharto) 
>
>  
>
>Oleh Hafis Azhari 
>
>
>
>
>
>1 
>
>Sudah lama aku menunggu kesempatan seperti ini. 
>
>Sudah lama aku mempelajari buku-buku filsafat politik tentang cara-cara 
>memimpin negeri. Aku hafal betul tentang apa yang ditulis oleh Machiavelli 
>tentang teori-teori kepemimpinan serta cara-cara mengambil-alih kekuasaan. Aku 
>sudah paham tentang tokoh-tokoh dalam filsafat Jawa, khususnya mengenai 
>trik-trik Raja Kresna untuk menyelesaikan berbagai persoalan di muka bumi. Ya, 
>dialah satu-satunya ahli strategi para Pandawa yang paling jitu. Figur 
>reinkarnasi dari Wisnu yang identik dengan kebijaksanaan sejati. 
>
>          Bagaimanapun aku harus mengarungi dunia dan tradisi Jawa yang sudah 
> berjalan selama berabad-abad. Dunia pewayangan Jawa yang sangat kaya, dan 
> begitu melekat dalam pandangan hidup rakyat Nusantara, juga berpengaruh kuat 
> dalam gerak-langkah hidup mereka. 
>
>          Tentu tidak lupa aku mempelajari buku-buku dari Negeri Cina juga, 
> khususnya mengenai soal-soal kepemimpinan. Ada sebuah buku menarik berjudul 
> "Ping Fa" yang dikarang oleh Sun Tzu sejak 510 BC. Buku itu diterjemahkan 
> dalam bahasa Prancis oleh Joseph Amiot sejak 1782 M, kemudian diinggriskan 
> dengan judul "Principles of War". Selama berminggu-minggu aku merenungi isi 
> yang terkandung di dalamnya, hingga sampailah pada kesimpulan bahwa buku itu 
> harus menjadi guru suciku, dan tidak boleh ada orang lain yang ikut 
> membacanya. 
>
>          Buku itu aku peroleh dari seorang petinggi militer, pada tahun-tahun 
> ketika aku mengadakan studi kemiliteran di Seskoad (Sekolah Staf Komando 
> Angkatan Darat). Sudah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia , entah 
> oleh siapa. Namun bagaimanapun buku itu akan kujadikan pegangan hidupku, dan 
> sampai sekarang pun akan tetap menjadi rahasia dalam hidupku. 
>
>  
>
>2 
>
>Dulu waktu pangkat militerku masih rendah, bersama teman-teman tentara dan 
>kerabatku, sering kami selundupkan barang-barang milik perusahaan Negara, 
>bahkan memanipulasi dump kendaraan bermotor milik Divisi Diponegoro di Jawa 
>Tengah. Kami pun sudah terbiasa mengadakan pungutan-pungutan liar untuk 
>barang-barang kebutuhan rakyat. Namun semua itu tidak berjalan mulus. Suatu 
>ketika kami terpergok dan tertangkap basah. Kemudian oleh seorang jenderal 
>diusulkan kepada Presiden Soekarno bahwa aku mesti dipecat dari dunia 
>kemiliteran. Seketika itu aku manfaatkan Jenderal TNI Gatot Soebroto - bapak 
>angkatnya Bob Hasan - agar menghadap Soekarno secara langsung, supaya dia 
>memberi maaf dan mengampuni segala perbuatan kami. Saat itu Soekarno pun 
>mengusulkan agar kami dididik dan disekolahkan saja, karena menurutnya, 
>"Tingkat budaya dan peradaban angkatan perang kita masih rendah, karena itu 
>kita semua harus bertanggungjawab untuk mendidiknya dengan baik," begitulah 
>kata Soekarno, meskipun aku tidak paham apa yang diomongkannya itu. 
>
>          Segeralah Pak Gatot Soebroto mengontak Soewarto, seorang komandan 
> Seskoad sekaligus agen aktif  CIA, yang kemudian berhasil menatar dan 
> membekaliku dalam suatu kursus regular sebagai staf komando angkatan darat. 
>
>          Mulai sejak itulah karir militerku cukup lancar dan terarah, meski 
> semuanya tak terlepas dari gagasan dan kebijakan Soekarno sendiri selaku 
> Presiden RI . Oleh karena itu aku berusaha merahasiakan periode ini dalam 
> sejarah hidupku kelak. Aku tidak akan menyebut-nyebut soal jasa-jasa 
> Soekarno. Dia memang bukan sembarang orang dalam sejarah berdirinya republik 
> yang besar dan kaya-raya ini. 
>
>  
>
>3 
>
>Peristiwa 30 September 1965 berkobar. 
>
>Keributan dan huru-hara di Jakarta membuat aku merasa tenang dan puas, 
>seakan-akan masadepan sudah bersinar dalam hatiku. Separah apapun kerusakan 
>dan kerugian, bahkan sebanyak apapun korban yang ditimbulkan, aku berusaha 
>bersikap diam dan tak ambil peduli. 
>
>          Biar sajalah kekacauan itu terjadi. Tiapkali ada krisis kepercayaan 
> pada pemerintah, biasanya kekerasan dan kekacauan timbul di mana-mana. Kalau 
> perlu pembunuhan dan pembantaian sekalipun. 
>
>Waktu itu pangkatku sudah Mayor Jenderal, dan posisiku sudah menjabat sebagai 
>Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Sampai kapanpun aku tetap 
>akan merahasiakan, bahwa karena jiwa pemaaf dan kearifan Soekarno-lah yang 
>membuatku berhasil dalam meniti karir setinggi itu di dunia kemiliteran. 
>
>  
>
>  
>
>  
>
>  4 
>
>        Sekali lagi, biar sajalah kerusuhan dan huru-hara itu terjadi. 
>
>          Yang penting, sebelum tanggal 30 September 1965 posisiku harus 
> berada di rumah sakit. Kini sudah kubawa seorang anakku ke rumah sakit, 
> karena kakinya kesiram sayur sop. Aku akan menemaninya di rumah sakit, 
> meskipun bisa diwakili oleh istriku atau anak sulungku, tetapi akulah yang 
> harus menunggunya di sana . 
>
>          Soalnya, sebelum kejadian itu telah datang seorang Komandan Brigif 
> bernama Latif ke rumahku, untuk melaporkan adanya "Dewan Jenderal" serta 
> rencana sekelompok perwira untuk mencegah percobaan kup oleh para jenderal, 
> serta rencana untuk merebut kepemimpinan Soekarno. 
>
>          Pelapor itu aku catat sebagai orang berbahaya, dan kelak akan 
> kuasingkan di suatu tempat tersembunyi, serta tidak akan kubiarkan dia bicara 
> di depan publik sampai kapanpun. 
>
>          Orang bernama Latif itu sebetulnya tentara kepercayaanku sejak dulu. 
> Waktu kehidupan keluarga kami masih sulit, dialah yang carikan beras untuk 
> kami, juga dia yang carikan uang tambahan untuk keperluan keluarga kami. 
>
>          Tapi bagaimanapun tetap aku catat sebagai orang berbahaya, supaya 
> jangan membongkar persoalan-persoalan penting di masa lalu. 
>
>          Dalam pledoinya di pengadilan Mahkamah Militer Luar Biasa 
> (Mahmillub) orang ini memberi pernyataan tegas: 
>
>          "Kenapa harus saya yang berdiri di sini, Pak Hakim? Kenapa bukan 
> Soeharto? Padahal dia sudah tahu akan adanya Gerakan di pagi hari." 
>
>          Orang brengsek ini memang telah dua kali melapor sebelum peristiwa 
> itu meletus. Pada malam 30 September dia menghadap lagi ke rumah sakit, 
> katanya akan dilancarkan Gerakan pada pagi hari, guna mencegah terjadinya 
> kudeta yang akan dilakukan oleh Dewan Jenderal. 
>
>          Laporan itu tidak kutanggapi dan aku diam saja. Walaupun aku paham, 
> mestinya tugas pengamanan ada di tanganku. Ya, sebagai Panglima Kostrad 
> sekaligus orang kedua di Angkatan Darat, pada malam itu mestinya kuberitahu 
> semuanya agar bersiap-siaga untuk pengamanan, karena pagi harinya akan ada 
> Gerakan. 
>
>          Tapi apapun yang akan terjadi, biar sajalah. Toh sejak dulu aku 
> jarang diperhitungkan di Angkatan Darat. Kalau ada rapat-rapat petinggi 
> militer, sepertinya mereka tidak pernah mengundangku. Boleh jadi mereka 
> berpendapat bahwa aku ini bukan siapa-siapa, dan tidak mengerti apa-apa. 
>
>          Dan sekarang, buktikan, siapa di antara kami yang menjadi orang 
> nomor satu di negeri ini. Cara apapun harus ditempuh, dan aku akan 
> memperjuangkannya sesuai pendirian dan keyakinanku. 
>
>          Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar jam 06.00 pagi aku akan 
> mengenakan seragam tempur, untuk menunjukkan pada orang-orang bahwa aku sudah 
> menghadap Presiden. Kalau Jenderal Ahmad Yani sudah mati, bukankah aku - 
> sebagai orang kedua - yang mestinya memberi laporan pada Presiden Soekarno? 
>
>          Tapi aku hanya berpura-pura di hadapan mereka semua. aku tidak perlu 
> bertanggungjawab. apapun yang terjadi, biar sajalah.. 
>
>  
>
>5 
>
>          Sekarang impian dan ambisiku sudah tercapai. Aku adalah Presiden 
> kedua Republik Indonesia . Jalan apapun harus ditempuh. Aku manfaatkan segala 
> pengetahuan dan pengalaman hidupku. Aku tidak akan menyia-nyiakan semuanya 
> itu. 
>
>          Kini Presiden Soekarno sudah jatuh. Menyusul pembantu-pembantu dan 
> para pendukungnya harus dijatuhkan pula. (Lebih baik kupergunakan istilah 
> "diganti" daripada "dijatuhkan"). Jadi, aku mengganti kepemimpinan Soekarno 
> sekan-akan akulah yang dipercayakan menduduki tampuknya. Kini mereka semua 
> harus "diamankan" (aku sengaja tidak memakai istilah "ditangkap"). Ya, mereka 
> adalah the founding fathers, para perintis dan pendiri republik yang berupaya 
> keras untuk berkorban memerdekakan bangsa ini. Dan siapa pula yang tidak 
> mengenal Soekarno, satu-satunya pahlawan yang sanggup mempersatukan wilayah 
> Nusantara, menciptakan persatuan di antara banyak suku, agama dan ideologi. 
> Dia berhasil merumuskan dasar negara serta diproklamasikannya Republik 
> Indonesia . Daya pukaunya dalam berpidato, telah sanggup membuat rakyat 
> bergerak penuh semangat, bahkan rela berkorban dan mati demi kemerdekaannya. 
>
>          Tentang itu semua, sejarah kita belum mencatatnya secara utuh dan 
> bulat. Para sejarawan masih takut. Karena itu istilah "revolusi" kelak akan 
> kami batasi sebagai perang kemerdekaan. Adapun lahirnya Pancasila, kelak kami 
> rahasiakan pada angkatan muda. 
>
>          Kini sejarah baru harus diciptakan. Aku kerahkan para penulis dan 
> budayawan yang memihakku, serta kuberikan sarana dan fasilitas agar mereka 
> menulis tentang seluk-beluk sejarah Indonesia . Kemudian kusensor karya-karya 
> mereka secara ketat, agar terjadi keseragaman pandangan bahwa sejarah bangsa 
> dan negeri ini identik dengan peristiwa 30 September 1965, yang di kemudian 
> hari kuberi nama G30S/PKI. 
>
>          Maka apapun yang terjadi sebelum itu, sebesar apapun, tak perlu 
> dikategorikan sebagai sejarah Indonesia . 
>
>  
>
>  
>
>  6
>
>
>Belakangan muncul beberapa penulis dan budayawan yang menaruh perhatian khusus 
>pada pledoi dan kesaksian Latif di pengadilan Mahmillub. Kemudian muncul pula 
>sebuah penerbit buku independen yang menamakan diri "Hasta Mitra", dan 
>dimotori oleh Joesoef Isak, Pramoedya Ananta Toer dan Hasjim Rachman. 
>
>Segeralah kukerahkan para penulis dari kalangan sejarawan, budayawan dan 
>seniman agar mereka kompak mendukung pernyataanku tentang seluk-beluk 
>peristiwa 30 September 1965 itu. Telah kubentuk tim khusus untuk menciptakan 
>sejarah baru tentang peristiwa itu; telah kukumpulkan sekelompok masyarakat 
>untuk membikin kesaksian palsu; telah kubentuk tim dokter khusus untuk 
>menyampaikan pembuktian yang dimanipulasi; juga telah kubangun tugu besar dan 
>museum khusus untuk menciptakan kenangan dan ketakutan rakyat; bahkan aku 
>namai museum itu dengan sebutan "Museum Lubang Buaya". 
>
>Aku ciptakan kreasi itu dengan detil-detil cerita fiktif yang menakutkan. Dan 
>beginilah kisah kejadian itu: 
>
>"Pada pagi hari suatu Gerakan dari Partai Komunis Indonesia telah membantai 
>dan membunuh jenderal-jenderal yang merupakan tulang-punggung bagi berjalannya 
>revolusi negeri ini. Jenderal-jenderal itu telah diinterogasi dan dilukai 
>sekujur tubuhnya. Kemaluannya dipotongi, dibiarkan mereka merintih 
>bergelimpangan. Sedangkan para wanita yang tergabung dalam Gerakan Wanita 
>Indonesia (Gerwani) berlenggak-lenggok mengelilingi para korban, sambil 
>mengadakan tarian-tarian cabul." 
>
>Yang jelas, aku harus membuat kreasi ini sebagus mungkin, agar seluruh 
>masyarakat merinding ketakutan. Bahkan kuciptakan kreasi khusus, bersama 
>bukti-bukti palsu bahwa Soekarno telah terlibat aktif dalam peristiwa tragis 
>itu. Aku jadikan peristiwa itu patokan untuk memancing rasa kebencian. Untuk 
>mengungkap gambaran-gambaran sang musuh sebagai penitisan kebejatan, sebagai 
>lambang penderitaan manusia Indonesia sejak 1965 sampai kapanpun di masa yang 
>akan datang. 
>
>Ya, sudah kupelajari teknik-teknik seperti ini dari buku-buku tentang angkatan 
>perang. Suatu teknik yang terbilang ampuh, dan sepanjang sejarah banyak 
>dimanfaatkan angkatan perang di seluruh dunia. Dan kini, begitu banyak sarana 
>teknologi untuk memberitakan kabar, sebagai pengungkap lambang dan 
>simbol-simbol, yang kelak dapat membuat bulu kuduk siapapun akan merinding 
>ketakutan. 
>
>  
>
>  
>
>  7
>
>
>Bicara tentang angakatan muda dan mahasiswa, yang kelak disebut sebagai 
>"Angkatan 66", mereka punya andil tersendiri yang dapat kumanfaatkan 
>bantuannya pada peristiwa 30 September 1965 itu. 
>
>Ya, dari merekalah gerakan dimulai, dari mulut merekalah sumpah-serapah 
>dilontarkan, di kampus-kampus, di lapangan hingga sampai ke jalan-jalan raya. 
>Dari fasilitas militer juga disediakan truk-truk hingga panser untuk 
>mengangkuti mereka agar berteriak-teriak menentang Soekarno. Spanduk-spanduk, 
>yel-yel bertebaran di mana-mana. Belum lagi bantuan dana dari CIA, ditambah 
>lagi bantuan jaket-jaket kuning agar dikenakan oleh para demonstran. 
>
>Lantas kukerahkan utusan khusus untuk memaksa orang-orang Telkom agar memutus 
>aliran telpon pada saluran-saluran yang telah kutentukan. 
>
>Bersamaan dengan itu Mayjen Pranoto Reksosamodra telah ditunjuk oleh Presiden 
>Soekarno selaku Care-Taker MENPANGAD. Aku harus mengupayakan agar dia tak bisa 
>dihubungi, kalau perlu mencegahnya agar tidak datang memenuhi panggilan 
>Presiden di Halim. 
>
>Sebelum itu, pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar jam 06.30 pagi, telah kuutus 
>Brigjen dr. Amino agar memberitahu Pranoto perihal penculikan Letjen Ahmad 
>Yani beserta jenderal-jenderal lainnya. Pranoto kontan berangkat menuju Markas 
>Besar Angkatan Darat (MBAD) serta mengadakan rapat darurat. Setelah ditampung 
>hasil laporan dari sumber-sumber yang telah diatur sedemikian rupa, maka rapat 
>MBAD menyimpulkan begini: 
>
>"Letjen Ahmad Yani beserta lima jenderal lainnya telah diculik oleh sepasukan 
>penculik yang belum dikenal. Dengan ini rapat memutuskan bahwa Mayor Jenderal 
>Soeharto, panglima Kostrad, agar mengambil-alih pimpinan Angkatan Darat yang 
>sedang fakum." 
>
>Pagi itu melalui kurir khusus, keputusan rapat segera disampaikan kepadaku, 
>yang waktu itu sudah menunggu di Makostrad. 
>
>Dan sewaktu muncul siaran RRI tentang penunjukan Pranoto sebagai Care-Taker, 
>maka berturut-turut utusan Presiden memanggilnya agar segera menghadap ke 
>Halim. Para utusan itu ialah Letkol Infantri Ali Ebram, Brigjen Sutardio, 
>Brigjen Sunario dan Kolonel Bambang Wijanarko. 
>
>Tapi apapun yang mereka lakukan, kini Pranoto sudah masuk jebakan dalam 
>hubungan komando-taktis di bawah kewenanganku. Dia tidak akan bisa menghadap 
>Presiden tanpa mendapat izin dan restu dariku. Dan sewaktu dia meminta izin, 
>jelas aku larang mentah-mentah dengan suatu ancaman: 
>
>"Kalau kau memaksakan diri menghadap Presiden, kami tidak bertanggungjawab 
>akan kemungkinan adanya korban lagi.." 
>
> 
>
>
>
>8 
>
>        Tibalah waktunya pada tanggal 14 Oktober 1965, setelah melalui 
> macam-macam proses kejadian, ketika secara resmi aku telah menjabat Kepala 
> Staf Angkatan Darat (KSAD), maka segeralah dibentuk susunan staf-staf baru, 
> dan kini Pranoto hanya kami tempatkan sebagai perwira tinggi yang 
> diperbantukan pada KSAD. 
>
>          Kemudian pada tanggal 16 Februari 1966 kuperintahkan pasukan khusus 
> untuk menahan Pranoto dengan tuduhan: terlibat dalam G30S/PKI. Pada tahun itu 
> kuperintahkan agar ia segera dikenakan tahanan rumah, hingga kemudian 
> dipindahkan ke Inrehab Nirbaya pada tahun 1969, juga dengan tuduhan yang 
> sama. Dan untuk memperketat pengucilan dirinya sebaiknya ia dikenakan 
> skorsing sebagai anggota angkatan darat, dengan tidak diberi gaji skorsing, 
> juga tidak perlu diberi tunjangan apapun. 
>
>          Lantas memasuki tahun 1981 ketika posisiku sebagai Presiden semakin 
> diakui masyarakat, dan setelah keberhasilanku menciptakan mitos Bapak 
> Pembangunan, maka kuperintahkan Panglima Kopkamtib untuk membuat surat 
> pembebasan resmi. Hingga terhitung sejak tanggal 16 Februari 1981 Pranoto 
> kubiarkan bebas dari tahanan, yang berarti bahwa selama 15 tahun ia mendekam 
> dalam tahanan, tanpa pemberhentian dan pemecatan resmi dari keanggotaan 
> Angkatan Darat. Juga tanpa pemeriksaan melalui proses dan pembuatan berita 
> acara resmi. 
>
>          Kini kubiarkan ia bebas dan - kalau perlu - silakan berbaur dengan 
> masyarakat luas. Lagipula siapa yang akan mengakui keberadaan dia, dan siapa 
> pula yang akan mendengarkan omongannya. Kini kepercayaan publik telah 
> terpusat kepadaku sebagai Bapak Pembangunan, terutama jasa-jasaku dalam 
> membangun negeri bersama dengan segala keamanan dan ketertiban nasional. 
>
>          Orang-orang semacam dia tidak perlu direhabilitasi, serta tidak usah 
> diberi uang pensiun sampai kapanpun. Dan pada suatu hari aku pun menerima 
> laporan bahwa ia telah wafat di suatu rumah kumuh di wilayah Kramatjati, 
> Jakarta . 
>
>          Pranoto adalah satu dari sekian banyak pembantu dan pendukung 
> Soekarno, yang kubiarkan mengalami nasib hidup seperti itu. Sekarang 
> buktikan, siapa yang menang dan berjaya di antara kita.. 
>
>  
>
>  
>
>
>9
>
>
>
>
> Sudah lama di kalangan masyarakat terjadi polemik yang dapat kusimpulkan 
> menjadi dua golongan, yakni mereka yang berpendapat bahwa revolusi sudah 
> selesai, sedangkan yang lain mengatakan bahwa revolusi belum selesai. 
>
>Soekarno pernah menegaskan bahwa revolusi Indonesia harus melingkupi segala 
>bidang sosial-politik, budaya dan ekonomi sekaligus. Bahwa revolusi 
>kemerdekaan 1945 hanyalah jembatan emas, dan kita harus memperjuangkan 
>kemerdekaan dalam arti yang sebenar-sebenarnya. 
>
>Entahlah, apa lagi yang diomongkan oleh Soekarno. Aku tidak paham. 
>
>Sekarang aku hanya membagi menjadi dua kekuatan saja, yakni siapa-siapa yang 
>berpihak dan mendukung pemerintahanku, sedangkan yang lain dapat digolongkan 
>sebagai kelompok yang membahayakan, dan karenanya harus disingkirkan. 
>
>Dari kalangan seniman sudah jelas siapa mendukung siapa. Siapa kubu bagi 
>siapa. Maka segeralah dikerahkan kesatuan-kesatuan tentara guna membakar 
>rumah-rumah tokoh seniman yang membangkang. Dan kami tinggal menunggu 
>kabar-berita dari para utusan, apakah tugasnya berhasil, tanpa peduli berapa 
>korban yang ditimbulkan dari aksi-aksi pembakaran rumah itu. Lagipula, mereka 
>toh akan mengira bahwa tindakan itu akibat dari ulah-ulah lawan polemik mereka 
>sendiri sesama seniman. 
>
>Ada seorang seniman yang - karena keberaniannya - membuat kami kesulitan untuk 
>menangkapnya, hingga sesudah berkali-kali utusan dikerahkan, selalu saja 
>membawa laporan yang sangat menjengkelkan. Maka kubuatkan saja skenario khusus 
>untuk proses penangkapannya. 
>
>Seniman satu itu pernah menulis novel tentang taktik perang gerilya sejak masa 
>kemerdekaan. Dari catatan sejarah dapat dilihat bahwa ia pernah 
>malang-melintang di dunia revolusi, bahkan pejuang keras dalam menyelesaikan 
>persoalan sejarah sastra Indonesia . Pada awal revolusi 1945 dipimpinnya 
>sebuah majalah yang kemudian dinyatakan terlarang oleh pemerintah pendudukan 
>Belanda. Dia aktif menyebarkan selebaran-selebaran gelap untuk usaha-usaha 
>revolusioner, yang membuatnya pernah tertangkap dan dikucilkan di Pulau Edam 
>pada tahun 1949. 
>
>Waktu penangkapannya, militer Belanda menyita empat novel karyanya mengenai 
>peristiwa-peristiwa pada awal-awal revolusi 1945. 
>
>Ya, tentulah dia adalah orang yang patut diperhitungkan dengan serius. Yang 
>jelas, dari beberapa tulisannya dapat dipahami bahwa dia adalah pendukung 
>setia dari kebijakan-kebijakan politik Soekarno. 
>
>Dan untuk menghadapi seorang ahli perang gerilya, tentulah dibutuhkan 
>siasat-siasat khusus untuk dapat meringkusnya. 
>
>
>
>
>
>10
>
>
>          Setelah berhasil ditangkap, aku mengutus seorang mayor dan dua 
> letnan untuk menginterogasi seniman itu. Aku tinggal menerima laporan dari 
> mereka, dengan menyediakan sebuah tape recorder dari hasil rekaman selama 
> interogasi itu: 
>
>          Ditanyakan oleh seorang letnan, bagaimana pendapatnya tentang 
> Gerakan Untung, kemudian seniman itu menjawab: 
>
>          "Aku tidak tahu apa-apa tentang Gerakan itu." 
>
>          "Apakah Anda membenarkan Gerakan itu?" 
>
>Seniman itu diam, kemudian jawabnya: 
>
>"Kalau dapat kesempatan mempelajari peristiwa Gerakan 30 September, mungkin 
>dalam beberapa tahun akan bisa saya jawab." 
>
>"Anda percaya negara Indonesia ini akan menjadi negara komunis?" 
>
>"Mungkin tidak." 
>
>"Kenapa?" 
>
>"Karena faktor geografi dan konservatifitas rakyat kita." 
>
>Rupanya memang sulit untuk mencari-cari kesalahan dari pernyataan-pernyataan 
>seniman itu. Namun karena dia termasuk pendukung setia dari 
>pemikiran-pemikiran Soekarno, aku berkesimpulan bahwa orang ini akan membawa 
>masalah di kemudian hari. Aku tetap menggolongkan dia sebagai orang berbahaya 
>yang harus dijadikan korban. 
>
>Dan bukankah Raja Kresna dalam filsafat Jawa tidak mengkhawatirkan berapapun 
>jumlah korban, demi kelancaran pembangunan dan stabilitas negeri.? 
>
>
>
>
>
>11
>
>
>Untuk menangani para pembantu dan pendukung Soekarno rupanya tidak bisa 
>seperti membalikkan telapak tangan. Aku harus mengerahkan ahli-ahli strategi 
>dari kalangan militer, serta harus diperbantukan oleh pihak intelijen 
>internasional seperti CIA. Dukungan dan bantuan Amerika memang sangat 
>menggiurkan bagi kepentingan Angkatan Darat Indonesia, yang sejak tahun 1955 
>telah terang-terangan menampakkan kecurigaanya pada Soekarno, terlebih-lebih 
>ketika ia diakui sebagai pemimpin besar Asia-Afrika. 
>
>Maka segeralah di bulan-bulan awal tahun 1966, harus dikerahkan aksi-aksi 
>profokasi untuk membuat keributan dan kekacauan di sekitar ibukota Jakarta, 
>untuk menunjukkan bahwa pemerintahan Soekarno sudah tidak berdaya lagi untuk 
>mengatasi aksi-aksi kerusuhan itu. Selain itu, aku akan mengusahakan agar 
>Soekarno membuatkan surat-resmi yang berisi "pelimpahan kekuasaan", dengan 
>ancaman bahwa aku tidak mau bertanggungjawab mengenai korban-korban, sekiranya 
>kekuasaan negeri tidak dilimpahkan kepadaku. 
>
>Saat itu di Istana Merdeka akan dilangsungkan Sidang Kabinet untuk membahas 
>persoalan "tiga tuntutan rakyat" (tritura), maka dikerahkanlah sekelompok 
>pasukan tentara berpakaian preman untuk membikin keributan di sekitar Istana 
>Merdeka, serta untuk mengacaukan berlangsungnya Sidang Kabinet yang akan 
>segera dilangsungkan. Kemudian ketika sidang dialihkan ke Istana Bogor, 
>kuciptakan aksi-aksi teror hingga acara pun gagal lagi untuk ke sekian 
>kalinya. 
>
>Sementara itu di Jakarta sedang hiruk-pikuk oleh kerusuhan dan bentrokan keras 
>antara mahasiswa dan aparat, maka korban-korban pun berjatuhan di sana-sini, 
>antara lain dua korban yang kami tampilkan untuk menunjukkan ke publik bahwa 
>pemerintahan Soekarno telah layak disebut sebagai "diktator". Dua korban itu 
>adalah Arif Rahman Hakim dan Zainal Sakse, yang kelak akan kuberi gelar 
>"Pahlawan Ampera" atau Amanat Penderitaan Rakyat, yang di kemudian hari  
>berhasil memuluskan harapanku untuk membentuk Kabinet Pertama Orde Baru, 
>dengan sebutan "Kabinet Ampera". 
>
>
>
>
>
>12
>
>
>Pada tanggal 11 Maret 1966 tiga orang Jenderal bawahanku telah kuutus untuk 
>membawa surat pada Presiden Soekarno, yang isinya telah diatur sedemikian 
>rupa, bahwa aku, Soeharto, tidak akan bertanggungjawab mengenai keamanan 
>negeri, seandainya tidak diberikan kekuasaan penuh untuk menumpas G30S/PKI di 
>seluruh Indonesia. 
>
>Aku mintakan tiga Jenderal itu agar mendesak Presiden, supaya ia bersedia 
>membuatkan surat perintah khusus kepadaku, yang kelak surat itu disebut 
>sebagai Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), meskipun redaksinya telah 
>kurubah dari perintah pengamanan Jakarta, menjadi "pelimpahan kekuasaan kepada 
>Jenderal Soeharto". Seketika itu kami umumkan mengenai surat itu, dan kami 
>nyatakan pada masyarakat bahwa surat itu adalah mukjizat dari Tuhan yang 
>dianugerahkan kepada rakyat dan bangsa Indonesia . 
>
>Sebagai gebrakan awal, meskipun dengan cara-cara teror dan kekerasan, kami pun 
>berhasil membubarkan Partai Komunis di seluruh Indonesia . Dalam beberapa 
>hari, limabelas menteri pendukung Soekarno berhasil kami tangkap. Aku 
>berpura-pura tidak tahu ketika Soekarno menyatakan kaget mendengar gebrakanku 
>ini. Kabarnya dia bertanya-tanya, kenapa Soeharto melakukan tindakan-tindakan 
>yang tidak dikonsultasikan lebih dahulu? Maka dalam hati aku menjawab, mengapa 
>harus dikonsultasikan? Ini adalah politik, dan politik adalah siasat, dan 
>siasat yang jitu harus diraih dengan sekuat-mungkin tanpa perlu konsultasi 
>dari pihak manapun. 
>
>Kemudian langkah-langkah selanjutnya, sebaiknya dipercepat sajalah. 
>
>Pada tanggal 25 Juli 1966 harus diadakan Sidang Umum IV MPRS. Kabinet 
>pemerintahan Soekarno (Dwikora) yang 15 menterinya telah ditahan, segara kami 
>bubarkan. Sebagai gantinya kami bentuk kabinet baru AMPERA (Amanat Penderitaan 
>Rakyat), yang tentunya akulah yang harus tampil sebagai Ketua Presidiumnya. 
>Dan puncaknya segeralah diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7 
>hingga 12 Maret 1967 yang membuat aku diangkat menjadi Pejabat Presiden, dan 
>kontan disambut hangat oleh Jenderal Besar A.H. Nasution, yang kemudian 
>menandatangani Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967. 
>
>Sejak saat itu, dicabutlah semua kekuasaan pemerintahan dari tangan Presiden 
>Soekarno. Lantas diperintahkan agar dia dilarang keras melakukan kegiatan 
>politik. Dan jalan terbaik sebaiknya dijebloskan sajalah ke dalam tahanan, 
>menyusul para pembantu dan pendukung-pendukungnya di seluruh tanah air. 
>
>Kini sejarah tentang mereka akan kami gelapkan. Pemahaman angkatan muda 
>tentang mereka, akan kami alihkan. Keluarga-keluarga dan anak-cucu mereka, 
>biarlah mengais-ngais rezeki berkalang tanah. Semua jasa-jasa dan 
>jejak-langkah perjuangan mereka, akan kubuat kabur dan suram. 
>
>Biar sajalah angkatan muda tidak mengenal sejarah bangsanya sendiri. 
>
>Ya, semuanya itu bermula dari Supersemar. Bukankah itu suatu siasat jitu untuk 
>menciptakan iklim perebutan kekuasaan berdasarkan cara-cara konstitusional.? 
>
>
>
>13 
>
>
>Kini kekuatan dari kalangan pers tengah dipersiapkan. Pers-pers pendukung 
>Soekarno, serta pers-pers berhaluan kiri sudah dibredel semuanya. Para 
>wartawannya sudah kami tahan. Kami mengutus beberapa tentara untuk menculik 
>seniman nasional Trubus, Japoq Lampong serta pengarang lagu Genjer-genjer, 
>namun kemudian para penculik mengabarkan adanya "kecelakaan" di tengah jalan. 
>Aku memaklumi mereka, dan aku paham apa yang mereka maksudkan. 
>
>Pada suatu hari aku juga menerima berita dari Solo tentang tertangkapnya 
>seorang tokoh dari Partai Komunis. Secepat kilat aku harus mengatur strategi 
>agar dia jangan sampai diperiksa, atau memberi pernyataan apapun di muka 
>pengadilan. 
>
>Mula-mula Kolonel Yasir dan pasukannya kuperintahkan melakukan penggrebekan di 
>wilayah perkampungan Sambeng. Tokoh partai itu rupanya bersembunyi di rumah 
>seorang pensiunan pegawai bea-cukai, yang kabarnya hidup bersama seorang 
>cucunya yang masih gadis remaja. 
>
>Ketika  gadis itu diancam mau digagahi beramai-ramai, maka kakek tua itu 
>terpaksa memberitahu tempat persembunyian sang tokoh partai, yakni di belakang 
>lemari yang tersekat tembok dinding. Seketika itu aku mengontak Kolonel Yasir 
>agar segera menghabisi orang itu di tengah jalan, sebelum tiba di ibukota 
>Jakarta . Setelah itu kami pun mengatur siasat untuk penggelapan mayatnya, 
>agar orang-orang tidak dapat menemukan di mana rimbanya. 
>
>Di kemudian hari, persoalan ini memang dipertanyakan oleh sejarawan-sejarawan 
>angkatan muda yang berani mengungkap teka-teki ini: "Mengapa seorang tokoh 
>penting yang menjabat Sekjen PKI serta menjabat resmi selaku Menko, telah 
>dibunuh begitu saja, tanpa proses pengadilan?" 
>
>Pernyataan ini senada dengan para penulis sejarah yang berani menggugat: 
>"Mengapa Soekarno yang sudah siap diperiksa untuk menyampaikan yang sejujurnya 
>perihal seluk-beluk G30S, lantas dikenakan tahanan rumah hingga wafatnya?" 
>
>Untuk menangani persoalan pertama, aku mengarang jawaban seperti ini: 
>"Dikarenakan tokoh partai itu melawan dan hendak melarikan diri, terpaksa kami 
>tembak di tengah jalan." 
>
>          Kemudian untuk menangani persoalan kedua, aku sudah mengatur jawaban 
> seperti ini: "Dikarenakan Soekarno adalah bapak bangsa, maka kita harus 
> mengamankan beliau. Tidak boleh ia dibawa ke pengadilan, karena kita harus 
> menghormatinya, mikul duwur, mendem jero." 
>
>          Dua jawaban itu kukira sudah cukup menjadi alasan kuat untuk 
> mengibuli para sejarawan, budayawan atau kalangan pers di negeri ini. 
>
>  
>
>
>
>14
>
>
>Ada seorang cendikiawan muslim dalam suatu wawancara di suratkabar, mengutip 
>sebuah ayat Al-Quran yang berbunyi: "Barangsiapa memulai kezaliman maka ia 
>akan berada dalam pertentangan yang tak berkesudahan." 
>
>Aku tidak paham apa yang diomongkan si cendikiawan itu. 
>
>Pada kesempatan lain dia mengutip dua buah ayat Al-Quran: "Barangsiapa 
>membunuh manusia bukan karena kejahatannya maka ia telah membunuh seluruh 
>manusia, barangsiapa memelihara hidup seorang manusia maka ia telah 
>menghidupkan seluruh manusia. Mereka yang beriman, dan tidak mengaburkan 
>imannya dengan kejahatan, mereka itulah yang memperoleh kedamaian dan 
>bimbingan yang benar." 
>
>Bahkan pernah pada suatu acara dialog di televisi, tokoh satu itu mengupas dua 
>buah hadits Nabi yang berbunyi: "Seorang mukmin senantiasa mendapat 
>kelonggaran dari agamanya selama ia tidak melakukan pembunuhan tanpa hak. Dan 
>jika seorang penguasa mati dalam keadaan masih menipu rakyatnya, maka Tuhan 
>akan mengharamkan sorga baginya.." 
>
>Aku tidak mengerti apa maksudnya mengutip-ngutip ayat dan hadits semacam itu. 
>Tapi dalam komentarnya tentang sosial-politik, tokoh satu itu kelihatan 
>gegabah dan sembarangan. 
>
>Dikiranya siapa dia. Punya kekuatan apa. 
>
>Dari sindiran-sindirannya sering diungkap mengenai keluargaku atau keluarga 
>cendana, bahkan disinggungnya perihal bisnis anak-cucu serta kerabat-kerabatku 
>dengan gaya bahasanya yang mengandung teka-teki. Dikiranya aku tidak paham 
>sama sekali, ke mana arah pembicaraannya itu. 
>
>Mau apa dia. Apa mau menggulingkan dan mengambil-alih kepemimpinan yang 
>susah-payah sudah kuraih mati-matian. 
>
>Akhirnya tokoh satu ini pun patut diperhitungkan kelak demi berjalannya 
>stabilitas dan keamanan negara. 
>
>  
>
>
>
>15
>
>
>Pembangunan sarana dan infrastruktur sebaiknya dipacu secepat-mungkin. 
>Kucetuskan istilah "Ideologi Pembangunan" agar merasuki pikiran masyarakat. 
>Investor-investor datang membanjiri negeriku. Bantuan-bantuan ekonomi kami 
>manfaatkan untuk pembangunan gedung-gedung megah di sana-sini. Kekayaan alam 
>kami keruk dan jalur-jalur perekonomian dibentangkan, dan keuntungannya 
>dimanfaatkan. Pengusaha-pengusaha asing kami undang demi kelestarian dan 
>jaminan keamanan kapitalnya. 
>
>Tentulah tawaran jutaan dollar yang dipromotori IMF sebagai modal pembangunan 
>sungguh menggiurkan. World Bank, IGGI dan sekian lembaga internasional 
>menawarkan program-programnya. Dan tanpa perlu pikir panjang, kami sambut 
>semuanya dengan senang hati. 
>
>Seorang pakar ekonomi Profesor Kurt Biedenkopf pernah menyatakan: "Ternyata 
>bangsa-bangsa kaya hanya dapat bertahan dengan melakukan ekspansi untuk 
>mengorbankan bangsa-bangsa yang lemah." 
>
>Pernyataan macam itu searah dengan pidato-pidato Soekarno selama Konferensi 
>Asia-Afrika di Bandung. Meskipun aku tidak banyak menyimak apa yang diomongkan 
>mereka-mereka itu. Aku tak ambil pusing. 
>
>Biar sajalah tatanan ekonomi berjalan. Segalanya mungkin bagi manusia dan 
>boleh dikerjakan oleh siapapun. Karena itu para anak-cucu dan kerabat 
>terdekatku kupercayakan untuk menangani bisnis-bisnis penting berskala besar. 
>Segala sarana dan fasilitas buat mereka segera kupermudah. Maka kebutuhan pun 
>segera diproduksi, agar produsen memproduksi pemenuhan kebutuhan yang 
>terus-menerus disiasati. Tidak usah dipikirkan mana kebutuhan yang sebenarnya, 
>dan mana yang harus direkayasa sedemikian rupa. Sampai produksi menjadi tuan 
>dari kebutuhan dan dari manusia. Produksi mengabdi pada manusia ataupun 
>manusia mengabdi demi produksi. 
>
>Untuk kelancaran semuanya mau tidak mau harus diperjelas siapa yang harus 
>dibantu dan dilindungi, dan siapa-siapa yang pantas untuk dikorbankan. 
>
>Campur-tangan pemerintah sangat diperlukan untuk menegakkan Ideologi 
>Pembangunan yang sudah kucetuskan. Sistem ekonomi koperasi yang digagas oleh 
>Mohammad Hatta sengaja kami abaikan. Soalnya dia termasuk dari sekian banyak 
>pembantu Soekarno yang paling dekat. 
>
>Segala sistem aparatur sampai wilayah agama sekalipun harus ditangani dan 
>dikendalikan oleh negara. Para tokoh agama, budayawan hingga cendikiawan harus 
>ditundukkan untuk mengabdi pada kebijakan dan ketetapan pemerintah, karena 
>yang boleh berlaku hanyalah ideologi dan tafsiran negara. Maka kami putuskan 
>untuk membentuk tim propaganda khusus bersama departemen penerangan, untuk 
>menyeragamkan segala informasi pada seluruh lapisan masyarakat, hingga 
>kalangan ulama dan kiai-kiai pesantren di seluruh pelosok negeri. 
>
>  
>
>
>
>16
>
>
>Ada lagi seorang tokoh publik dari kalangan penyanyi yang menjadi idola kaum 
>muda selama beberapa dasawarsa. Kini dia semakin berani mengungkap beberapa 
>peristiwa sengit yang sengaja sudah dirahasiakan. Namun dengan lantang dia 
>membongkar tentang peristiwa Malari, Tanjung Priok, Timor-Timur hingga Aceh. 
>Belum lagi masalah konflik Kedungombo, Nipah dan banyak lagi yang lainnya. 
>Bahkan pada kesempatan lain dia pernah menyindir-nyindir soal korban-korban 
>Orde Baru, pembangunan semu, kekayaan anak-cucu presiden dan para elite 
>politik Indonesia . Kontan saja kalangan pers selalu mengikuti gerak-gerik dan 
>jejak-langkahnya. 
>
>Karena itu, penyanyi satu ini harus menjadi perhitungan tersendiri, dan aku 
>harus merancang siasat khusus untuk dapat melumpuhkannya. 
>
>Kini aku makin tekun merumuskan tentang siapa-siapa yang layak menduduki 
>pemerintahan daerah, dari tingkat pusat hingga bawah, bahkan rektor-rektor 
>universitas pun harus ditentukan oleh kekuatan Orde Baru. Sistem untuk 
>menyaring dan memilih mereka sederhana saja, yakni seberapa jauh pemahamannya 
>tentang peristiwa 30 September 1965, serta seberapa besar kewibawaannya di 
>tengah masyarakat. Kalau sudah memenuhi kriteria, maka gulingkan saja mereka 
>yang sudah duduk memimpin, atau sebaiknya digeser secara halus dan pasti, 
>supaya masyarakat maklum bahwa cara-cara konstitusional telah ditempuh oleh si 
>calon pemimpin baru itu. 
>
>Untuk menangani wilayah-wilayah tertentu yang sulit diatasi, seperti 
>Timor-Timur, Aceh dan lain-lain, maka operasi militer besar-besaran akan kami 
>kerahkan. Beberapa petinggi-militer kupercayakan untuk menjadi komandan penuh, 
>khususnya mereka yang pernah kuutus mengikuti program Terrorism in Low 
>Intensity Conflict, yakni suatu pelatihan training bagaimana membuat aksi-aksi 
>profokasi dan teror, yang diselenggarakan oleh Pentagon melalui program 
>kerjasama militer IMET. 
>
>  
>
>
>
>17
>
>
>Rupanya makin lama makin memerlukan penanganan serius. Aku mencoba menenangkan 
>masyarakat, seakan-akan keadaan aman dan tidak terjadi apa-apa. 
>
>Tiga majalah dan tabloid dibredel sekaligus, agar tak ada lagi yang mencoba 
>menghasut dan memprofokasi masyarakat, serta agar menjadi pelajaran berharga 
>bagi yang lainnya. 
>
>Namun reaksi yang terjadi malah sebaliknya. Seketika itu muncul gelombang 
>protes untuk membela majalah dan para wartawan yang bertugas. Dan setelah kami 
>terbitkan majalah baru sebagai tandingannya, rupanya gelombang protes semakin 
>marak dan meluas di mana-mana. Mereka menyerukan pembelaan terhadap Muchtar 
>Pakpahan, Sri Bintang Pamungkas, Udin Syafrudin, Xanana Gusmao, Budiman 
>Sujatmiko, Wiji Thukul dan banyak lagi yang lainnya. 
>
>Belum lagi penghargaan Hak Asasi Manusia kepada pahlawan buruh yang bernama 
>Marsinah. Bahkan penganugerahan Nobel Perdamaian kepada politikus Ramos Horta 
>dan rohaniwan Ximenes Belo untuk perjuangan Timor-Timur. Ditambah lagi 
>kasus-kasus baru karena maraknya teknologi komunikasi dan media informasi: di 
>Indonesia bagian timur diberitakan tentang ratusan ribu korban rakyat 
>Timor-Timur, di bagian barat dikabarkan ribuan korban rakyat Aceh. Belum lagi 
>Ambon, Maluku, Poso, Lampung, Makassar dan seterusnya. 
>
>Mau tidak mau semuanya harus ditangani secara serius. Mau tidak mau harus 
>terjadi bentrokan di sana-sini. Mau tidak mau harus ada korban-korban baru 
>yang menjadi tumbal, agar dijadikan pelajaran berharga bagi yang lainnya. 
>
>Ya, mengapa tidak. Bukankah stabilitas nasional dan roda-roda pembangunan 
>harus berjalan terus. 
>
>Kini aku pun tinggal memantau dan menerima hasil laporannya: 
>
>Kematian wartawan bertambah lagi; bentrokan mahasiswa dan aparat semakin 
>menelan banyak korban; para aktifis LSM sudah diamankan; para penulis buku 
>tentang Soekarno sudah ditangkapi; ratusan orang telah diciduk dan dikurung 
>secara rahasia; puluhan orang yang tertembak di lapangan sengaja dirahasiakan 
>jejak-jejaknya, dan banyak lagi yang lainnya. 
>
>  
>
>
>
>18
>
>
>Namun angkatan muda negeri ini semakin berani dan berani saja. Ada apa ini. 
>Dari mana asal muasalnya, dan watak siapa yang mereka warisi. 
>
>Ada lagi laporan mengenai ulah seorang sastrawan yang baru dibebaskan dari 
>Pulau Buru, tiba-tiba dia menulis buku yang berjudul "Arus Balik". Coba 
>bayangkan, judulnya saja Arus Balik. Ada apa ini? Ada soal apa di negeri ini? 
>
>Sebelum itu pun sudah diluncurkan oleh Penerbit Hasta Mitra, sebuah buku yang 
>berjudul, "Nyanyi Sunyi Seorang Bisu", menyusul sebuah buku lagi: "Era Baru 
>Pemimpin Baru: Badio Menolak Rekayasa Rezim Orde Baru". 
>
>Tak berapa lama mulai bermunculan penerbit-penerbit independen yang mengikuti 
>jejak Hasta Mitra, lantas menerbitkan buku-buku yang berjudul seperti ini: 
>"Kehormatan bagi Yang Berhak", "Bayang-bayang PKI", kemudian seorang etnis 
>Cina berani-beraninya meluncurkan otobiografinya dengan judul: "Memoar Oei 
>Tjoe Tat: Pembantu Presiden Soekarno". 
>
>Tentu saja aku harus membuat gebrakan untuk melarang semua buku-buku semacam 
>itu.. 
>
>  
>
>
>
>19
>
>
>Tapi makin lama keadaan makin parah saja. Gelombang demonstrasi makin marak di 
>mana-mana. Negeri ini seperti dikepung oleh gurita raksasa yang membuat aku 
>merinding ketakutan. Bantuan-bantuan ekonomi dicabut dari negara-negara asing. 
>Timor-Timur menuntut kemerdekaan mutlak. Aceh dan Irian Jaya ikut-ikutan 
>bergolak. Sedangkan di Jakarta sendiri, kerusuhan terjadi di mana-mana. 
>Gedung-gedung megah terbakar, pusat-pusat pertokoan dijarahi massa , bahkan 
>dalam satu hari dikabarkan telah terjadi pemerkosaan massal yang mengorbankan 
>150 lebih para wanita dari etnis Cina. 
>
>Ada apa ini? Ada soal apa di negeri ini? 
>
>Para investor dan pengusaha asing pada kabur ke negerinya masing-masing. 
>Mereka menuntut kejelasan tatanan ekonomi serta penyelenggaraan hak asasi 
>manusia yang baik di Indonesia . 
>
>Ada apa ini? Ada soal apa di negeri ini? 
>
>Bukankah lebih dari 30 tahun aku memimpin negeri ini, dan selama itu tak 
>pernah kuhadapi hal-hal aneh yang mengherankan macam ini? Aku tidak paham. aku 
>tidak ngerti semua kejadian ini. ampun, aku sudah tidak sanggup lagi.. 
>
>Namun tiba-tiba mereka yang ikut-serta mendirikan pemerintahan Orde Baru pada 
>hengkang dan berlarian ke sana kemari. Mereka telah berpaling dari komitmen 
>semula. mereka saling berpencar dan kocar-kacir tak keruan.. 
>
>Lantas siapa yang akan menanggung semuanya ini. di mana kawan-kawan dan 
>mitra-mitra bisnisku. di mana tanggungjawab mereka. kenapa mereka diam saja. 
>kenapa mereka tak ambil peduli. apakah aku harus segera melarikan anak-cucu 
>dan semua kerabatku ke luar negeri.. 
>
>  
>
>
>
>20
>
>
>Bagaimanapun aku harus berusaha bersikap tenang. Akan kurancang siasat jitu 
>untuk mundur dari kursi pemerintahan. Akan kurekayasa bahasa yang tepat untuk 
>dapat menenangkan masyarakat. Sebab ada seorang seniman memakai istilah 
>"terjengkang dari kursi kekuasaan". Aku harus memasyarakatkan istilah Jawa, 
>yakni "lengser keprabon" (yang berarti mundur secara baik-baik). 
>
>Aku harus manfaatkan siasat-siasat lamaku, serta mengatur situasi dan kondisi 
>untuk menyelesaikan kepemimpinanku secara sah dan konstitusional. Bukankah 
>cara-cara semacam ini pernah dipercayai masyarakat, hingga berhasil 
>mengangkatku menjadi orang nomor satu di negeri ini? 
>
>Akan kuciptakan suasana seakan-akan aku dengan sukarela meletakkan jabatan 
>serta memberikan mandat kepada Wakil Presiden. Aku yakin masyarakat tidak 
>banyak komentar. Mereka tidak mengerti apakah cara-cara ini legal atau tidak, 
>karena aku telah berhasil mengelabui mereka agar tidak paham dan buta politik. 
>Aku yakin bahwa mereka akan tetap menghormatiku dan tunduk kepadaku. Juga akan 
>kusebarkan berita dan informasi di seluruh jaringan televisi dan radio, bahwa 
>saat ini aku tidak memiliki kekayaan sesen pun yang tersimpan di bank. Kini 
>sudah kuatur siasat jitu bersama anak-cucu dan kerabatku, agar aku jangan 
>sampai dipersalahkan di muka pengadilan, supaya segala kekayaan yang tersimpan 
>di bank-bank luar negeri menjadi aman dan terlindungi. Aku akan manfaatkan 
>semuanya itu untuk keperluan anak-cucu dan keturunanku, dan jangan sampai 
>jatuh di tangan negara. 
>
>Sampai kapanpun akan kurancang siasat ampuh, seperti yang sudah-sudah, agar 
>masyarakat tetap bisa dibodohi dan dininabobokan. 
>
>
>
>21
>
>
>Terhitung mulai tanggal 21 Mei 1998 aku lengser kepabon atau mundur secara 
>baik-baik. Secara konstitusional murni aku menyerahkan mandat kepada wakilku, 
>seorang teknolog lugu dari kalangan sipil yang selama ini terang-terangan 
>menganggapku sebagai "guru". Akan kubiarkan dia memimpin negeri ini dengan 
>segala kepolosan dan keluguannya. 
>
>Dan seperti dugaanku, hari-hari pemerintahannya kemudian dihiasi dengan 
>keributan dan kekerasan brutal yang memuncak di sana-sini. Para pembantu dan 
>bekas-bekas pendukungku, bahkan kesatuan militer hingga organisasi agama, yang 
>dulu memanfaatkan sarana-fasilitas dari Orde Baru, yang dulu kami berikan 
>bantuan moril dan materil, kini semakin adu otot, saling tuding dan saling 
>menyalahkan. 
>
>Sudah kuduga sebelumnya, mereka kemudian menjadi petualang-petualang politik 
>di tiap-tiap kota dan propinsi, berebut kursi dan kekuasaan, menjadi raja-raja 
>kecil, seakan-akan akulah yang menjadi guru dan teladan bagi mereka semua. 
>Sementara itu, para koruptor kakap yang selama ini menjadi kaki-tanganku, 
>dengan lihainya menyembunyikan diri untuk mundur selangkah, serta membiarkan 
>hutang negara menumpuk, hingga menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, 
>yang mengakibatkan kerusuhan dan keributan terus merebak di seluruh penjuru 
>negeri. 
>
>Biar sajalah semuanya itu terjadi. Toh aku sudah menjadi masyarakat biasa, dan 
>aku tak perlu tanggungjawab mengenai semua huru-hara dan kekacauan di negeri 
>ini. Aku perintahkan seorang anakku untuk merawatku dengan baik-baik, 
>seakan-akan aku menderita sakit permanen, atau - kalau perlu - pura-pura sakit 
>jiwa, agar aku terselamatkan dari tuntutan pengadilan. 
>
>  
>
>  
>
>  
>
>22
>
>
>Partai-partai baru berdiri di sana-sini. Kekacauan semakin merebak di 
>mana-mana. Angkatan muda menuntut agar aku beserta keluarga dan kroni-kroniku 
>segera diadili atas pelanggaran HAM selama 32 tahun, juga tindakan korupsi, 
>kolusi dan nepotisme (KKN). Mahkamah agung - sesuai lobi dan rancanganku - 
>hanya memusatkan perhatian pada soal KKN, dan masyarakat pun sepertinya 
>maklum. 
>
>Sebelum itu, tentu saja sudah kuatur siasat dan strategi untuk menggelapkan, 
>memalsukan serta memindah-tangankan semua nomor-nomor rekening atas namaku - 
>baik di dalam dan luar negeri - hingga pembuktian materil tidak lengkap, dan 
>karenanya tuntutan hukum bisa dimentahkan. Dan ketika saatnya diadakan 
>pemeriksaan, orang-orang kejaksaan rupanya cukup lihai untuk menghimpun 
>pertanyaan yang membuatku bisa berkelit ke sana kemari, hingga suasana tetap 
>mengambang dan menemui jalan buntu. 
>
>Ketika angkatan muda semakin berduyun-duyun memadati halaman kejaksaan agung, 
>pemeriksaan pun dipindahkan ke tempat lain, tanpa sepengetahuan publik. 
>Seketika itu para mahasiswa dan pemuda nampaknya sudah tidak bisa dikelabui 
>lagi. Ada apa ini? Watak dan keberanian siapa yang mereka warisi? Perjuangan 
>mereka sepertinya tanpa pamrih, dan atas dasar kemauan dan semangat mereka 
>sendiri. 
>
>Padahal pemuda angkatan '66 masih bisa diperalat dan dikelabui untuk 
>menjatuhkan Soekarno, dengan berbagai sarana dan fasilitas yang disediakan 
>buat mereka. 
>
>Tapi kali ini, coba bayangkan, mereka secara serentak meneriakkan yel-yel dan 
>spanduk-spanduk bertuliskan: 
>
>  
>
>Bersihkan Kabinet dari Orang-orang Orde Baru 
>
>Soeharto Dalang Semua Bencana 
>
>Hentikan Penjajahan Gaya Orde Baru 
>
>Rombak Badan Yudikatif Indonesia 
>
>Bersihkan Aparat-aparat Hukum yang Tersangkut dengan Orde Baru 
>
>Bung Karno dan Pendukungnya Harus Direhabilitasi 
>
>  
>
>Pada aksi-aksi demonstrasi di kampus-kampus dan jalanan, nampak pula 
>spanduk-spanduk berbunyi: 
>
>  
>
>Usut Tuntas Surat Perintah Sebelas Maret 
>
>Bubarkan 3 Partai Bentukan Orde Baru 
>
>Jadikan Museum Lubang Buaya Sebagai Museum Rekayasa 
>
>Orde Baru 
>
>Tindak Tegas Para Perampok Hutan 
>
>Perkuat Sistem Pertahanan Maritim Kita 
>
>Revolusi Belum Selesai 
>
>Kembalilah pada Bung Karno dan Semangat '45 
>
>  
>
>  
>
>23
>
>
>Kini aku tidak mau lagi mengikuti berita-berita yang terjadi di negeri ini. 
>Aku harus mengisi masa-masa tuaku dengan istirahat penuh di rumah, meskipun 
>aku masih kuat untuk berziarah ke makam istriku di Solo, atau menengok anakku 
>di Nusakambangan. Entah karena kesalahan apa dia bisa mendekam di sana (tak 
>seorang pun memberitahu aku). 
>
>Sekarang aku tidak peduli bagaimana nasib anak-anakku di kemudian hari, bahkan 
>nasib bangsa ini pun, aku tak mau ambil pusing. Ya, aku hanya senang mengikuti 
>acara-acara televisi yang menyiarkan perjudian dan kuis-kuis, seperti Who Want 
>to be a Millioners, baik dari dalam dan luar negeri. Selain itu, aku tidak 
>peduli dan tidak mau ambil pusing perihal demonstrasi, spanduk-spanduk dan 
>yel-yel yang bertebaran di sana-sini. Biar sajalah pemuda dan mahasiswa itu 
>berteriak-teriak menggugat kami, toh mereka tidak paham tentang dunia hukum 
>dan pengadilan Indonesia yang masih bisa disetting untuk bersikeras membelaku 
>beserta kerabat dan saudara terdekatku. 
>
>Kini aku sudah mempersiapkan pengacara-pengacara handal dan termahal di negeri 
>ini, sambil kupancing daya tarik mereka agar bersimpati kepadaku. Mereka sudah 
>kukerahkan untuk serentak tampil di depan publik, agar menyampaikan 
>kesan-kesan baik tentang aku dan keluargaku. Aku berusaha bersikap sopan dan 
>lembut di hadapan mereka, supaya mereka makin gigih dalam pembelaanya terhadap 
>kami. 
>
>Sampai kapanpun aku berusaha - dengan cara apapun - agar masyarakat Indonesia 
>tetap menjadi bangsa-bangsa budak dan kuli, yang mudah diperalat dan dikelabui 
>oleh segala-macam alasan dan perkataanku.. 
>
>  
>
>*** 
>
>  
>
>(Ditulis untuk menggugat buku "Sukarno File" karya Antonie CA Dake, dari hasil 
>penelitian penulis selama 9 tahun, sekaligus sebagai korban langsung dari 
>kejahatan rejim Soeharto dan Orde Baru).     
>
>  
>
>  
>
>Hafis Azhari 
>
>Ketua K2PSI 
>
>(Kelompok Kerja Perumusan Sejarah Indonesia ) 
>  
>



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/jy2rEC/PbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke