Rapor Merah dan Reshuffle  Kabinet

Senin, 19 Juli 2010 |Editorial


Rapor merah biasa diberikan oleh seorang guru kepada murid yang malas 
atau nakal. Belum lama ini sebuah lembaga khusus kepresidenan bernama 
UKP4, memberi rapor merah kepada dua badan dan tiga kementrian. Khusus 
untuk raport merah kementrian, secara cepat disambut oleh isu reshuffle 
kebinet. Partai Golkar sigap sedia untuk menyambut jabatan yang diisi 
oleh menteri PKS dan PAN. Partai Demokrat sendiri, sebagai partai 
penguasa, lebih memilih untuk mengulur kepastian terjadinya reshuffle.

Namun, jika rakyat adalah yang menjadi gurunya, bukan Kuntoro 
Mangkusubroto si pimpinan UKP4, sepertinya hampir seluruh menteri yang 
memerintah sekarang layak mendapat rapor merah. Berbagai nilai jelek 
seperti ledakan tabung gas yang menjadi tanggung jawab Kementrian ESDM 
pimpinan Darwin Zahedy Saleh, kenaikan harga sembako yang menjadi 
tanggung jawab kementrian yang dikoordinatori oleh Hatta Radjasa, PHK 
massal yang menjadi tanggung jawab Kementrian Perindustriannya M.S 
Hidayat dan kemenakertransnya Muhaimin Iskandar, turunnya prestasi olah 
raga nasional yang menjadi tanggung jawab Andi Malarangeng, byar pet 
listrik nasional yang menjadi tanggung jawab Darwen Zahedy bersama 
dengan Dahlan Iskan (direktur PLN), sulitnya akses rakyat terhadap 
perumahan yang menjadi tanggung jawab Suharso Monoarfa, hancurnya sistem
pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawab kementrian pendidikan 
nasional pimpinan M. Nuh, perampokan ikan yang tiada henti yang menjadi 
tanggung jawab Fadel Muhammad, Hancurnya industri kecil dan menengah 
karena salah dagang gaya Marie Elka Pangestu, dll sepertinya layak 
mendapat merah semua. Beberapa menteri yang jelas-jelas teridentifikasi 
sebagai antek neoliberalisme sudah pasti tidak boleh naik kelas.

Kenapa? Karena neoliberalisme adalah sebab seluruh permasalahan  rakyat
dunia. Dunia sendiri sekarang sedang sakit keras sejak 2008  karena
krisis kapitalisme, sang induk neoliberal. Republik Indonesia  secara
ceroboh masih mengadopsi garis ini semenjak Era Reformasi 1998. 
Negeri-negeri di Amerika latin sudah sebagian besar meninggalkan garis 
yang sudah menyengsarakan meraka selama puluhan tahun sejak 1980-an. Di 
zona Asia Tenggara, hanya Filipina dan Indonesialah yang masih menjadi 
Jamaah yang taat terhadap Mazhab Washington Consensus ini. Wajar jika 
eskpor tenaga kerja kita dan Filipina terus bersaing.

Kami memandang haluan ekonomi negara kita saat ini yang beraliran 
neoliblah yang menjadi masalah. Jika Indonesia terus mengidap neolib 
sampai 2014, bukan harapan yang ada di hadapan rakyat, melainkan 
kesengsaraan. Sunguh sayang masalah neolib ini tidak pernah menjadi 
parameter penilaian lembaga UKP4. Jujur, jika begini terus kita sangat 
khawatir Indonesia akan semakin kehilangan harapan di masa depan. 
Terlebih setelah mengetahui  pemimpin nasional yang ada tampak tidak 
memiliki komitmen cukup terhadap rakyat.

Lalu apakah reshuffle cukup?




Anda dapat menanggapi editorial kami di: redaksiberdik...@yahoo.com
http://berdikarionline.com/editorial/20100719/rapor-merah-dan-reshuffle-\
kabinet.html


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke