Assalamualaikum Dulu jaman soeharto masa jabatan tidak dibatasi, tapi partai yang ada Cuma 3 yaitu Golkar, PPP, PDI, tapi partai yang menang selalu itu itu juga yaitu Golkar, ini bertntangan dengan prinsip demokrasi itu sendiri, yaitu dari rakyat oleh rakyat & untuk rakyat. Pada kenyataanya partai golkar curang dengan mewajibkan PNS memilih Golkar, bagi yang tidak memilih maka akan dipecat. Dijaman SBY mungkinkah hal seperti ini terulang kembali? Kalau mau demokrasi ya sudah demokrasi murni jangan ada kecurangan, kecuali Negara dalam bentuk kerajaan. Seperti yang sudah terjadi partai partai Islam seperti PKS sudah mulai tumbang atau digembosi, ini sudah merupakan indikasi yang tidak baik.
________________________________ From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:ekonomi-nasio...@yahoogroups.com] On Behalf Of rifky pradana Sent: Friday, August 20, 2010 10:50 AM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com; eramus...@yahoogroups.com; forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com; indonesia-ris...@yahoogroups.com; mediac...@yahoogroups.com; nongkrong_bare...@yahoogroups.com; zama...@yahoogroups.com; wartawanindone...@egroups.com; sab...@yahoogroups.com; ppiin...@yahoogroups.com; syiar-is...@yahoogroups.com Subject: SUSPECT: [ekonomi-nasional] (unknown) Bandung Bondowoso hanya membutuhkan waktu kurang dari semalam untuk membangun candi sebanyak 999 buah. Jumlahnya 999 buah, sebuah angka yang keramat itu terjadi lantaran ulah 'sabotase' yang dilakukan oleh Roro Jonggrang beserta para dayang dan abdi kinasihnya, sehingga jumlah candi sebanyak 1.000 buah menjadi gagal dibangun oleh Bandung Bondowoso. Begitulah penuturan hikayat yang melekat dalam legenda pembangunan candi Prambanan. Sebuah komplek candi Hindu terbesar di Indonesiayang diperkirakan dibangun pada tahun 850 Masehi semasa pemerintahan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya. Komplek candi yang diperkirakan dibangun pada tahun 850 Masehi itu terletak di perbatasan antara propinsi DI Yogyakarta dengan propinsi Jawa Tengah, persis berada ditepian sungai Opak dan ruas jalan negara yang menghubungkan antara kotaYogyakarta dengan kotaSurakarta. Proses 'simsalabim' yang hanya membutuhkan waktu semalam saja dalam membangun candi Prambanan itu tentu tak bisa disamakan dengan waktu yang dibutuhkan untuk sebuah proses berkelanjutan dalam membangun sebuah negara dan bangsa. Akan tetapi serangkaian ulah yang dilakukan oleh Roro Jonggrang dalam rangka menghambat dan menggagalkan pembangunan candi Prambanan itu, mungkin bisa disamakan dengan usaha serupa yang saat ini sedang dilakukan oleh 'segelintir kalangan' untuk menghambat dan menggagalkan proses pembangunan berkelanjutan bagi negara dan bangsa yang bernama Indonesia. Lontaran wacana untuk mengevaluasi kembali sebuah klausul yang membatasi masa jabatan presiden hanya maksimal 2 periode saja, haruslah dibaca sebagai wacana untuk memberikan jaminan bagi bangsa dan negara Indonesiauntuk dapat terus melakukan proses pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Proses pembangunan yang dapat terus berkesinambungan dan berkelanjutan, akan memberikan jaminan bagi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka sebuah apriori penolakan yang bernuansa 'waton suloyo' atas wacana evaluasi atas pembatasan masa jabatan presiden itu bisa diartikan sebagai usaha untuk menghambat dan menggagalkan proses pembangunan berkelanjutan serta terjaminnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha menghambat dan menggagalkan pembangunan berkelanjutan bagi tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesiadapat diartikan sebagai usaha 'sabotase'. Sabotase atas terjaminnya kesejahteraan rakyat Indonesia, secara hakikatnya bisa disamakan dengan tingkah polahnya 'manusia drakula' yang menghisap darah rakyat Indonesia, . Tingkah polahnya gerombolan 'manusia drakula' itu sama sebangun dengan gerombolan 'Islam teroris' yang saat ini menurut kabarnya dipimpin oleh ustadz Abu Bakar Basyir. Dan, kebiasaan serta kesukaan melakukan usaha 'sabotase' itu identik dan melekat erat pada ciri khas kesukaannya kalangan 'Komunis Indonesia', yang tercatat sudah dua kali (pada tahun 1948 dan 1965) melakukan usaha 'sabotase' terhadap negara dan bangsa Indonesia. Bagaimana tidak bisa dikatakan demikian, jika ternyata faktanya justru pemimpin yang mempunyai masa jabatan yang panjang telah terbukti lebih mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik di negara ini. Bukankah di masa pemerintahan Presiden Soeharto lebih mampu mensejahterakan rakyat dibanding di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid serta Presiden Megawati ?. Bukankah di masa pemerintahan Presiden SBY juga telah terbukti lebih mampumensejahterakan rakyat dibanding di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid serta Presiden Megawati ?. Tak hanya itu, perlu juga dicatat bahwa negara-negara lain yang secara perekonomiannya lebih maju daripada Indonesia, seperti Singapura dan Malaysiasebagai contoh diantaranya, juga tidak mempunyai klausul pembatasan periode masa jabatan bagi para pemimpinnya. Justru panjangnya masa berkuasa bagi pemimpinnya telah terbukti mampu memberikan berkelanjutnya pembangunan bagi kesejahteraan rakyat di kedua negara itu. Fakta nyata yang tidak terbantahkan bahwa setelah melalui periode pemerintahan PM (Perdana Menteri) Mahathir Muhammad dan PM (Perdana Menteri) Lee Kuan Yew yang panjang masa berkuasanya, yang kemudian secara estafet diteruskan oleh pemimpin penerus yang satu visi dan misi dengan pendahulunya, maka kedua negara itu mampu memberikan jaminan atas berkelanjutnya pembangunan yang hasil akhirnya adalah kesejahteraan rakyat di kedua negara itu. Mengapa kita justru apriori ?. Mengapa kita tak mencontohnya saja sehingga kesejahteraan rakyat Indonesiaini menjadi bisa setaraf dengan kesejahteraan rakyat Malaysiadan Singapura ?. Tak adanya pembatasan periode masa jabatan bagi pemimpin negara juga tak berarti melanggengkan kediktatoran yang anti demokrasi. Tercatat di beberapa negara demokratis yang secara perekonomian lebih baik daripada Indonesiapun melakukan hal serupa. Salah satunya adalah Venezuela. Presiden Hugo Sanchez yang memimpin secara demokratis di negara ini pun juga telah melakukan revisi atas pembatasan masa jabatan bagi Presiden. Dan, hal itu telah disetujui oleh rakyatnya melalui referendum yang demokratis dan bersih. Dalam konteks ketata negaraan di Indonesia, perlu dicatat bahwa klausul pembatasan masa jabatan Presiden yang hanya maksimal 2 periode saja itu merupakan klausul tambahan atau susulan saja. Klausul tambahan yang ditempelkan didalam batang tubuh UUD 1945 yang telah beberapa kali diamandemen. Klausul tempelan hasil amandemen yang bukan orisinilnya batang tubuh UUD 1945 yang asli. Maka, apa dan dimana letak salahnya jika klausul amandemen itu diamandemen kembali ?. Toh, andaikan konstitusi negara ini didekritkan untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli pun maka klausul masa jabatan Presiden yang hanya maksimal 2 periode saja itu secara otomatis akan terhapuskan ?. Penolakan wacana yang telah disampaikan oleh beberapa gelintir dari anggota MPR (Majelis Pemusyawaratan Rakyat) maupun anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sesungguhnya tidaklah mencerminkan kehendak hati dari mayoritas rakyat Indonesia. Apalagi jika ternyata penolakan itu berasal dari para anggota yang berasal dari parpol yang bukan merupakan pemenang pemilu lalu yang telah berhasil dilaksanakan secara luber dan jurdil. Sesuatu hal yang bisa menimbulkan prasangka bahwa penolakan itu disamping bukan murni cerminan kehendak mayoritas rakyat Indonesia, juga merupakan penolakn yang hanya berdasarkan rasa sakit hati dan dendam atas kekalahannya, serta bukan tak mungkin juga disisipi oleh dorongan nafsu syahwat yang hanya memikirkan bagaimana bisa gantian menjadi penguasa pemimpin negara. Maka, mengapa tak dilakukan saja referendum untuk menanyakan langsung kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan sejati atas negeri ini ?. Wallahulambishshawab. * Referendum Masa Jabatan Presiden http://politik.kompasiana.com/2010/08/20/referendum-masa-jabatan-presiden/ *** Denny JA, walau bukan seorang praktisi politik praktis namun merupakan tokoh paling fenomental di jagad politik Indonesia. Gebrakan 'Gerakan Satu Putaran' yang digagasnya, telah sukses menenggelamkan tema-tema kampanye kandidat lainnya, dan berhasil menjadi ikon utama yang paling dominan dalam mempengaruhi opini publik di Pilpres 2009 kemarin, serta isu sederhana namun dikemas secra apik itu telah terbukti mempunyai andil yang besar dalam menentukan bulat dan lonjongnya hasil Pilpres. Menyadari betapa dahsyat dampak dari kejelian gagasannya itu dalam membuka mata yang menyadarkan para pemilih Indonesiaitu menjadikannya layak digelari sebagai "maestro pembentuk opini publik". Dan, menjadi wajar saja jika kemudian PWI Jaya (Persatuan Wartawan Indonesia) pada tanggal 14 Juli 2009 telah memberikan penghargaan kepadanya sebagai "Newsmaker of The Election 2009". Berkenaan dengan talentanya Denny JA yang jeli dalam melihat celah peluang serta piawai dalam mensosialisasikan programnya serta membentuk dukungan opini publik bagi programnya itu, pada suatu kesempatan di bulan Mei 2009 yang lalu pernah mengutarakan mengenai program Revisi UU Pemilu 2014 dan Amandemen terhadap UUD 1945 yang telah di Amandemen. Program itu diutarakannya pada saat yang bersamaan dengan deklarasi LSD (Lembaga Studi Demokrasi) yang dipimpin oleh dirinya. Pada kesempatan itu diutarakan pula misi dari lembaga ini adalah sebagai bagian dari masyarakat dan civil society dengan membawa misi mendukung terbentuknya Pemerintahan yang Kuat dan program Konsolidasi Demokrasi. Denny JA, pada waktu itu, juga mengatakan bahwa jika terpilih pasangan SBY-Boediono diharapkan akan melakukan inisiatif agar sistem yang ada lebih kondusif bagi terbentuknya pemerintahan yang lebih kuat lagi. Ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mencapai hal itu, yaitu pertama adalah dengan melakukan Amandemen UUD 45 agar pemerintahan menjadi lebih kuat lagi, dan kedua dengan melakukan Revisi atas UU Pemilu 2014 agar politik di parlemen akan lebih mudah dikelola. Melihat reputasi Denny JA selama ini, maka apa yang disampaikannya itu sangat bisa jadi akan menjadi kenyataan yang mewujud dalam periode 2009-2014 ini. Perihal rencana Revisi atas UU Pemilu 2014 dengan tujuan agar politik di parlemen akan lebih mudah dikelola, tentunya berkaitan dengan jumlah parpol yang berhak ada di parlemen. Salah satu caranya tentu dengan menaikan syarat parliamentary threshold (batas minimal partai yang dapat ke parlemen) menjadi lebih besar dari pada yang berlaku pada saat ini. Bisa jadi akan menjadi sebesar 7%, maka dengan begitu partai politik yang ada di parlemen tahun 2014-2019 menjadi jauh lebih daripada yang ada pada saat ini. Lalu mengenai Amandemen terhadap UUD 1945 dengan tujuan agar pemerintahan menjadi lebih kuat lagi, tentunya berkaitan dengan penguatan kelembagaan berkaitan dengan posisi dari lembaga eksekutif atas lembaga legislatif. Rasanya apa yang Denny JA sampaikan bahwa Amandeman terhadap UUD 1945 hanya sebatas dengan memberikan kepada DPD (Dewan Perwakilan Daerah) berupa hak legislatif saja, belum terlalu signifikan untuk mencapai tujuan agar pemerintahan (eksekutif) menjadi lebih kuat lagi. Lalu kira-kira apa lagi yang harus dilakukan dalam rencana Amandemen terhadap UUD 1945 agar tercapai tujuan pemerintahan (eksekutif) menjadi lebih kuat lagi ?. Denny JA, sebagai maestro politik Indonesiayang jeli melihat iklim dan cuaca serta peluang politik itu tentu lebih tahu apa kira-kira bentuk amandemen yang cocok dan tepat agar tercapai tujuan pemerintahan (eksekutif) menjadi lebih kuat lagi berkait dengan konsolidasi demokrasi. Berkaitan dengan itu, diantara para pembaca sekalian, adakah yang mempunyai usulan mengenai bagaimana bentuk dan di bagian mana UUD 1945 perlu diamandemen lagi agar pemerintahan (eksekutif) menjadi lebih kuat lagi ?. Wallahualambishshawab. * Amandemen UUD 1945 dan Revisi UU Pemilu 2014 http://umum.kompasiana.com/2009/07/17/amandemen-uud-1945-dan-revisi-uu-pemilu-2014/ *** PS : Salah satu link referensi sumber beritanya dapat dibaca dengan mengklik disini. [Non-text portions of this message have been removed] ________________________________ [The information in this e-mail and in any files transmitted with it is intended only for the addressee and may contain confidential and/or privileged material. Access to this e-mail by anyone else is unauthorized. If you receive this e-mail in error, please contact the sender immediately or the IT Help Desk by telephone +966 (0)2 4250933 and delete the e-mail and any attached files from all computers. If you are not the intended recipient, any disclosure, copying, distribution, or any action taken in reliance on this e-mail or omission in reliance on this e-mail, is strictly prohibited. Statement and opinions expressed in this e-mail are those of the sender, and do not necessarily reflect those of Petro Rabigh]. [Non-text portions of this message have been removed]