---------- Forwarded message ----------
From: duddy ranawijaya <duddy...@yahoo.com>
Date: 2010/9/5
Subject: [GL81-itb] Bravo Wanadri untuk tandingi kiat Malaysia memanfaatkan
kata Efectivite
To: ppi-de...@yahoogroups.com, gl81-...@yahoogroups.com
Cc: smandel...@yahoogroups.com




Dari milis anggota YON 1-ITB.
Untuk menambah wawasan dan menumbuhkan patriotisme bela negara.

Wass.WW

duddy





 Setelah ditunggu-tunggu akhirnya Presiden SBY menyampaikan pidato tentang
hubungan Indonesia – Malaysia, akibat kejadian di perairan Pulau Bintan pada
tanggal 13 Agustus 2010 yang lalu. Intinya Presiden menyatakan bahwa
penyelesaian kasus tersebut dilakukan melalui “percepatan perundingan
perbatasan”<http://www.indosiar.com/fokus/87347/presiden--percepat-perundingan-perbatasan>dengan
pihak Malaysia. Namun dalam hitungan jam, koran terkemuka di
Australia, yaitu Sydney Morning Herald, sudah langsung menyatakan bahwa
persengketaan perbatasan di Pulau Bintan ini, ujung-ujungya akan berakhir di
*International Court of Justice*
<http://news.smh.com.au/breaking-news-world/malaysia-indonesia-spat-may-go-to-court-20100902-14rei.html>,yang
terletak di *The Hague*, Belanda (lihat foto).



Nah, jika kasus perbatasan ini dibawa ke International court of Justice,
Indonesia perlu sekali lagi mempelajari kekalahan persidangan Pulau Sipadan
dan Pulau Ligitan, dalam pengadilan tersebut pada tanggal 17 Desember 2002.
Sebagaimana diketahui dalam persidangan tersebut, akhirnya Pulau Sipadan dan
Ligitan, diputuskan menjadi wilayah Malaysia. Kemenangan pihak Malaysia
dikarenakan mereka menerapkan kiat-kiat yang terkandung dalam kata
“Efectivite”. Kiat penerapan “Efectivite” ini nampaknya sedang digunakan
kembali oleh pihak Malaysia, khususnya dalam penangkapan 3 (tiga) petugas
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia, pada peristiwa di
perairan Pulau Bintan pertengahan Agustus yang lalu.



Apa maksud kata “Efectivite” dan apa kaitannya dengan kasus Sipadan –
Ligitan ?



Bagi yang tidak mengikuti persidangan kasus Sipadan – Ligitan di
International court of
Justice<http://www.icj-cij.org/presscom/index.php?pr=343&pt=1&p1=6&p2=1>,
beginilah kira-kira ringkasannya :

-          Indonesia meng-claim bahwa pulau-pulau tersebut merupakan wilayah
Indonesia, berdasarkan konvensi 1891 antara Inggris dan Belanda. Wilayah
kedua Pulau ini merupakan wilayah Belanda dimana Indonesia kemudian
ber-argumen bahwa konvensi ini diteruskan oleh Kesultanan Bulungan yang
merupakan bagian dari negara Indonesia. Argumen ini tidak diterima di
persidangan karena bukti-buktinya tidak terlalu mendukung.

-          Malaysia sebaliknya berargumen bahwa pulau-pulau ini merupakan
daerah Kesultanan Sulu. Daerah Kesultanan Sulu merupakan bagian dari
kerajaan Spanyol, yang diserahkan kepada Amerika Serikat dan akhirnya kepada
negara Inggris. Dengan penyerahan wilayah Inggris kepada Malaysia, maka
kedua pulau ini merupakan milik Malaysia. Argumen ini juga tidak diterima
karena tidak didukung bukti-bukti yang otentik.



Karena kedua argumen tersebut tidak dapat diterima, akhirnya persidangan
mencoba melihat dari sisi ”Efectivite”. Kata efectivite adalah sebuah kata
yang artinya kira-kira, kedaulatan sebuah negara pada sebuah wilayah, dapat
diberikan jika memang terbukti negara tesebut, secara efektif menguasai
wilayah yang 
dikuasainya<http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20070410015851AAaAdOb>.



Untuk membuktikan bahwa Malaysia secara de-facto mempunyai kekuasaan yang
efektif nyata (efectivite) dalam menguasai daerah Kepulauan Sipadan dan
Ligitan, Malaysia berargumen bahwa di kedua Pulau tersebut telah dilakukan
hal-hal sebagai berikut :

-          Pada tahun 1917, pemerintah Malaysia telah mengeluarkan aturan di
Pulau Sipadan untuk pengambilan telur kura-kura yang masih berlaku hingga
tahun 1950. Kegiatan inilah yang menjadi obyek wisata Pulau Sipadan (lihat
foto)

-          Pada tahun 1962, pemerintah Malaysia telah membangun Mercu suar
di Pulau Sipadan

-          Pada tahun 1963, pemerintah Malaysia juga membangun Mercu suar
yang serupa di Pulau Ligitan

Berdasarkan bukti-bukti nyata tersebut, Malaysia berhasil menunjukan bahwa
mereka secara efektif menguasai wilayah Pulau Sipadan dan Ligitan secara
administratif maupun secara fisik. Dalam setiap kejadian, tidak terlihat
adanya perlawanan ataupun tentangan dari pihak Belanda maupun Indonesia
selama kejadian-kejadian tersebut berlangsung. Sehingga akhirnya pengadilan
tinggi memutuskan bahwa Sipadan – Ligitan merupakan wilayah milik negara
Malaysia<http://www.indosiar.com/fokus/23057/sipadan---ligitan-resmi-milik-malaysia>
.



Kiat-kiat “Efectivite” ini nampaknya sedang terus diterapkan oleh pemerintah
Malaysia dalam setiap kasus perbatasan. Salah satu cara untuk menunjukan
bahwa mereka mempunyai kedaulatan secara efektif terhadap wilayahnya, adalah
dengan menangkap orang-orang asing yang berada di dalam wilayah tersebut.
Itulah kiat yang dilakukan Malaysia disaat mereka menangkap 3 (tiga) orang
petugas KKP.

Kiat-kiat “Efectivite” inilah yang juga digunakan oleh Pemerintah China
untuk menguasai Kepulauan Spratly, yaitu dengan melakukan pembangunan menara
pengintai dan melakukan latihan militer di sekitar kepulauan tersebut.
Sebagaimana diketahui, Kepulauan Spratly memiliki cadangan minyak bumi
sebesar 105 s/d 213 Milyard barrel. Peristiwa-peristiwa penangkapan nelayan
Philipina di kepulauan ini oleh Angkatan Laut China, sudah sangat sering
berlangsung. Pemerintah Filipina bahkan sempat memutuskan hubungan
diplomatik dengan China di tahun 1999 akibat kasus penangkapan nelayan
mereka.



Itulah sebabnya, saya sangat mengapresiasi upaya Wanadri untuk melakukan
ekspedisi Pulau-pulau terluar dengan nama “Ekspedisi Garis Depan
Nusantara”<http://www.garisdepannusantara.org/component/option,com_frontpage/Itemid,1/>.
Ekspedisi ini antara lain bertujuan untuk mendatangi pulau-pulau terluar di
perbatasan Indonesia dan menunjukan kedaulatan wilayah NKRI, dengan
membenamkan prasasti permanen dan juga membawa patung Soekarno – Hatta ke
pulau-pulau terluar tersebut (lihat foto). "Tugu permanen" prasasti berupa
pipa stainless-steel (supaya tahan karat) setinggi kurang lebih 2 meter
dengan berbagai keterangan, a.l. titik koordinat, lambang negara Garuda
Pancasila, statement Pemerintah dll, satu persatu terus ditanamkan di 92
pulau terluar Indonesia. Sampai hari ini, upaya-upaya ekspedisi ini tidak
pernah mendapat tentangan dari negara-negara tetangga atas claim ekspedisi
tersebut. Sehingga Insya Allah “Efectivite” pada pulau-pulau tersebut
dikuasai oleh Negara Indonesia. Website baru dari ekspedisi ini yang berisi
foto-foto ekspedisi yang sangat luar biasa, dapat dilihat pada link
berikut<http://www.92pulau.com/>.
Bravo Wanadri atas upaya-upayanya untuk menancapkan kedaulatan NKRI. Bagi
yang ingin membeli buku dan video ekspedisi untuk melihat keindahan
Nusantara, dapat menuju link
berikut<http://www.92pulau.com/shop/index.php?act=viewProd&productId=17>.
Buku-buku edisi terakhir sudah banyak yang sold out.



Demikian liputan kami



Salam

Hengki








-- 
Sent from my Computer®


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke