Halo Bang kemana aja, lepas merdeka dari dewan sekolah saya kehilangan jejak anda.
 
Ya secara teknologi memang dapat ditanggulangi, tetapi skala ekonmisnya apa ya ......
Masalah Utamanya, SIAPA YANG MENJAMIN TEKNOLOGI DITERAPKAN DENGAN SUKARELA tanpa ada pengawasan ?
Waktu saya di sana tahun 1993 sebenarnya mereka juga sudah punya pengolahan limbah, tapi apa yang dilakukan ?
Secara diam-diam dalam beberapa bulan kami tetap ambil sampling, kami nitip pada beberapa orang masyarakat setempat lengkap dengan jerigen, cara pengambilan plus ongkos kirimnya.
Pesan kami, tolong ambil air sungai asahan saat warna dan baunya aduhai ....
Karena kami yakin, kami diawasi terus selama di lapangan Bapak, sampai-sampai aku ditangkap satpam, di bawah dijaga sama "baju ijo".
Yang utama adalah KITA TIDAK YAKIN MEREKA AKAN MELAKSANAKAN SECARA SUKARELA.
Jadi solusi yang paling enak relokasi supaya tidak ada dusta dan curiga;  ya dengan konsekuensi juga harus menyiapkan bahan baku sendiri dengan tanaman hutan industri, bukan membabat hutan di tapanuli seenak udelnya sendiri.
Jadi masalahnya tidak hanya pabrik pulp-nya doang.  Mending seperti leces ambil bahan baku jerami padi dan tebu.
Kalau bisanya cuman ngunduli hutan ........
Indikator paling gampang tanpa penduduk sekitar, atap sengnya berapa bulan sekali ganti, tanya inalum bagaimana dengan perawatan PLTA Asahan mereka.
Jadi dampak ke lingkungan bukan hanya masalah proses produksinya, tetapi lingkungan dalam arti sebenarnya manusia-manusia di sekitarnya.
 
Kita kadang-kadang lucu bang bangga dengan industri yang katanya berhasil menyerap tenaga kerja banyak, eksportir pulp terbesar di dunia, ekspotir tekstil dan produk tekstil yang ...
Padahal industri-industri tersebut bukan hanya karena pada tenaga kerja, tetapi karena dikategorikan sebagai INDUSTRI YANG POLUTIF, jadi mending diberikan pada negara-negara berkembang yang mau dengan iming-iming kebanggan sebagai negara eksportir terbesar (termasuk ekspor TKI-nya).
Kita dikadali mereka, mereka mau bersihnya, kotorannya ditinggal di negara kita.
 
Bang Posma, kotak saya via japri, sudah kangen nih.
 
Arifien
 
 
 
 
----- Original Message -----
Sent: Tuesday, February 11, 2003 12:43 PM
Subject: [PB] [Lingk] Aksi Tutup Indorayon di Deperindag {02}

Hallo Mas Arifien, terimakasih info IIU alias Tobasari Pulp yang sekarang... jadi ingin ikutan ngomong...punten

Saya sangat prihatin dengan kondisi ini sebenarnya, bagai makan buah simalakama...., kebetulan saya faham sedikit mengenai industri pulp dan rayon. Jadi secara teknis sebenarnya bisa diatasi dari dalam yang saya lihat sendiri di IIU tahun 1994 pas final piala dunia saat itu seingat saya. Mereka sudah memiliki Chemical recovery dan IPAL (waktu itu baru jebol, kebetulan tahun 1994 saya tugas akhir/ studi banding setelah saya penelitian skala pilot Teknologi Bersih Pembuatan Pulp dari kayu "hardwood" Indonesia di Jurusan Ilmu Kertas di UMIST Manchester.

Secara teknologi di industri pulp/ dan kertas sudah terbukti bahwa limbah lignin bisa dipisahkan pada saat Chemical Recovery dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ataupun bahan baku additives. Memang kesalahannya adalah waktu itu IIU lebih mengandalkan cantolan ke atas bukan teknologi yang sudah mereka miliki. Sekali kecelakaan seumur hidup masyarakat sekitar sudah tidak peduli lagi...sekali lancung ke ujian seumur hidup......................

Saya sudah pernah melihat industri sejenis di Finland dan Swedia, semuanya bisa harmonis dengan alamnya bahkan dengan masyarakat sekitarnya. Bahkan bila mereka tidak mencium bau sedikit "merkaptan" yang memang seperti telor busuk, justru mereka bertanya, kenapa saya tidak mencium "bau uang", kami perlu industri ini...., kebayang kapan bangsa Indonesia bersikap seperti ini.....yaahhh;-) 

Memang nasi sudah menjadi bubur, lebih baik direlokasi saja IIU ke tempat lain yang masih "greenfield" dengan mengadop teknologi bersih pulping yang sudah teruji/ verified dan perencanaan hutan industri yang matang tentunya daripada mencoba membujuk atau apapun namanya. Saya tahu sedikit banyak watak masyarakat sekitar. Lebih baik coba industri lain saja/ lebih baik industri pariwisata yang tidak mengeksploitasi sumberdaya hutan di Tapanuli.

Ini hanya opini pribadi, secara kebangsaan dan keilmuansih akan lebih baik bila yang salah diperbaiki, hasil audit lingkungan yang ada dipublikasikan ke masyarakat beserta dengan solusi/ jalan keluar yang melibatkan pakar-pakar dibidangnya (teknologi, sosial, dan budaya). Lepaskan dulu interest-interest pribadi/ kelompok, mari kita dengan kepala dingin dan keinginan luhur mensejahterakan masyarakat Tobasa.

Saya hanya bisa berharap dan berdoa saja....

wassalam dan salam sejahtera,
posma

--
~~~~~~ PRODUKSI BERSIH (PB) MAILING LIST ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Posting  =  [EMAIL PROTECTED]
Berhenti  =  Kirim Email kosong ke mailto:[EMAIL PROTECTED]
Berlangganan  =  Kirim Email kosong ke mailto:[EMAIL PROTECTED]
Administrator  =  mailto:[EMAIL PROTECTED]
Arsip  =  http://www.mail-archive.com/[EMAIL PROTECTED]/

FORLINK @ http://www.forlink.dml.or.id
Environmental News @ http://forlink.dml.or.id/e-news/
Forum KMB Indonesia @ http://www.forumkmb.dml.or.id
Bursa Limbah Indonesia @ http://www.w2p.dml.or.id

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kirim email ke