SUARA PEMBARUAN DAILY, Sabtu, 23 Januari 1999 

Tarsan Dari Hutan Belantara Camba Maros, Sulsel 

Ujungpandang - Keahlian manusia berkomunikasi dengan binatang dalam hutan
belantara seperti yang digambarkan dalam film Tarzan, ternyata bukan hanya
hayalan belaka. Bahasa binatang liar sekalipun dalam hutan itu asal
dipelajari dengan tekun dapat dikuasai dan cukup menyenangkan.

Haro (42,) misalnya warga Labuaja Kecamatan Camba Maros Sulawesi Selatan
bisa membuktikan hal itu. Dan hutan belantara Camba yang cukup menyeramkan
itu memberi inspirasi bagi Haro belajar bagaimana berkomunikasi dengan
binatang hutan tersebut. Ayah tiga orang anak inipun memiliki keahlian
seperti Tarzan yang bisa memanggil binatang dengan suara khusus.

Seperti layaknya si Tarzan, Haro bisa mengumpulkan kera-kera yang terpencar
dan hidup dalam hutan Cagar Alam Karaenta di kawasan Camba Maros. Lelaki
pendiam asal Tanatoraja kelahiran Maros ini memiliki kemampuan sama dengan
Tarzan sehingga Haro pun dijuluki si Tarzan dari Camba Maros.

Hanya dengan siulan khas dalam waktu sekejab, Haro bisa mengumpulkan
puluhan kawanan kera yang masih liar di kawasan hutan Cagar Alam Karaenta
itu. Sekali bersiul, sekitar 40 ekor kera yang tergabung dalam satu
kerajaan kecil bermunculan dari atas tebing batu dan pepohonan dalam hutan. 

Kebolehan "Tarzan" itupun ditunjukkan Haro ketika Pembaruan mengunjungi
kawasan Cagar Alam Karaenta Camba Maros (57 km dari Ujungpandang) Selasa
(12/1) lalu. Tak kurang Kepala Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(SBKSDA) Sulsel Ir Edi Djuharsah yang menyaksikan kebolehan anak buahnya
itu, terheran-heran.

Kawanan kera mulai dari yang masih kecil sampai yang kepalanya putih tanda
sudah tua dan dipimpin kera besar sebagai raja itupun melompat-lompat
kegirangan mendekati Haro dengan jinaknya. Haro lalu menghambur oleh-oleh
makanan ringan berupa jagung ke arah kawanan kera yang segera makan dengan
lahapnya.

Dari Raya Kera

Bagaimana Haro bisa berkomunikasi dengan binatang liar di hutan belantara
itu dan dari mana dia belajar. Haro yang kadang dijuluki pula sebagai
pawang kera, mengaku berguru dengan tekun dan sabar justru dari raja kera
sendiri dalam waktu cukup panjang empat tahun lamanya.

Haro yang sempat mengenyam pendidikan sampai tamat SD di Labuaja ini sejak
tahun 1978 mulai bekerja sebagai petugas Jagawana di Cagar Alam Karaenta
Maros. Tugas menjaga hutan itu dilakukan dengan penuh tanggung jawab. "Haro
adalah petugas Jagawana yang penuh disiplin, dia benar-benar "pengawal"
(Cagar Alam) Karaenta, "tutur Baharuddin petugas Jagawana lainnya di
Bantimurung.

Jagawana yang satu ini benar-benar mencintai pekerjaannya sebagai penjaga
hutan agar tetap lestari tidak dirusak tangan jahil. Meskip hanya tamat SD,
namun keakraban dan kecintaannya pada alam itu membuat Haro memiliki
kemampuan yang dapat dipandang sebelah mata oleh peneliti kualifikasi
doktoral sekalipun.

Dia bisa menghapal banyak nama-nama fauna dan flora dalam bahasa Latin. Tak
heran kalau Haro sering membimbing dan memandu mahasiswa dari beberapa
perguruan tinggi seperti Universitas Hasanuddin (Unhas) Ujungpandang atau
Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan penelitian di kawasan Cagar
Alam Karaenta ini.

Bahkan, beberapa peneliti asing seperti dari Perancis dan Jepang pernah
dipandu seorang diri oleh Haro mengitari kawasan hutan Karaenta yang
luasnya 1.000 km persegi itu. Ketika mengantar Prof Dr Kunio Watanabe,
peneliti yang mendalami monyet dari Kyoto University Jepang tahun 1979,
Haro pun mulai belajar mengenali dunia kehidupan kera di Karaenta itu.

Selama empat tahun, Haro belajar menirukan bagaimana raja kera menghimpun
rakyatnya melalui siulan ala kera. "Saya belajar bagaimana memanggil kera
itu justru dari raja kera sendiri selama empat tahun. Saya belajar
menirukan siulan itu dan akhirnya saya coba, ternyata kera-kera itupun bisa
saya panggil seperti sekarang, "tutur Haro.

Kera Hitam 

Kawasan Cagar Alam Karaenta Camba Maros yang letaknya persis di poros jalan
menuju Soppeng-Bone ini kata Kepala Sub Balai KSDA Sulsel Ir Edi Djuharsa
memang terkenal dengan kera hitam (Macaca maura)-nya. Jenis spesies kera
hitam yang mendiami kawasan hutan tersebut merupakan endemik (khas) Sulawesi.

Menurut hasil penelitian Prof Dr Kunio Watanabe dari Kyioto University
tahun 1979, kera hitam jenis ini hanya ada di Sulawesi khususnya Camba
Maros dan tidak ditemukan di daerah Nusantara lainnya ataupun di kawasan
dunia lainnya. Kera ini mempunyai kekhasan tak berekor dan sifatnya berbeda
dengan kelompok kera yang berada di daerah lain.

Penelitian Watanabe juga menyimpulkan, jenis kera di Cagar Alam Karaenta
ini darahnya bisa ditransfusikan ke tubuh manusia. Sementara mengenai pola
hidup kera hitam juga diamati peneliti Jepang lainnya Dr Suwici Masunara
pertengahan
Desember 1998 lalu. Menurut Masunara kera di Karaenta terdiri dari beberapa
kerajaan kecil dan tiap kelompok terdiri dari
40-an kera.

Setiap kerajaan kecil kera memiliki areal kekuasaan hutan seluas 25 ha dan
dipimpin seorang raja kera. Meskipun terdiri dari beberapa kerajaan kecil,
namun kera-kera di kawasan hutan ini tidak saling menyerang ketika ada yang
melintas di luar wilayah kekuasaan kerajaan kera lainnya.

Di samping kera hitam, dalam kawasan Cagar Alam Karaenta Maros ini juga
terdapat banyak jenis fauna lainnya yang tergolong langka dan endemik.
Misalnya Kus-kus (Phalanger celebensis), Kakatua Sulawesi (Cacatua
sulphurea), burung Allo/Rangkong (Penolepides ozarnatus) yang berparuh
panjang seperti burung pelikan serta kupu-kupu berbagai jenis dan
spesies kata Edi Djuharsah juga ditemukan di hutan Karaenta ini.

Kawasan Cagar Alam Karaenta Maros juga sangat kaya akan flora. Rotan dan
damar bisa ditemukan di hutan ini, bahkan kayu hitam dengan pohon yang
diameternya satu meter lebih terdapat di Cagar Alam Karaenta. Pendeknya,
Cagar Alam Karaenta memiliki potensi flora dan fauna yang luar biasa.

Masih dalam kawasan Cagar alam ini juga terdapat sungai bawah tanah yang
mengalir di bawah sela-sela batu karts dan marmer. Hasil temuan seorang
peneliti asal Prancis kata Edi Djuharsah, panjang sungai bawah tanah itu
mencapai 29 km dan merupakan yang terpanjang di Indonesia. 

Kelestarian Cagar Alam Karaenta yang saat ini masih sangat bagus perlu
terus dijaga dari kerusakan. Lima orang petugas Jagawana termasuk Haro saat
ini ditugaskan menjaga kawasan hutan yang dilindungi ini. "Demi kelestarian
alam tercinta ini, mereka kita usulkan dapat tunjangan khusus, "kata Edi
Djuharsah memberi semangat kepada para pengawal hutan Karaenta itu. 

-Pembaruan/Marselius Rombe Baan

The CyberNews was brought to You by the OnLine Staff

Last modified: 1/23/99 


___________________________________________________________________
Mulai langganan envorum: "subscribe envorum" ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan envorum: "unsubscribe envorum" ke [EMAIL PROTECTED]
Arsip envorum di http://www.egroups.com/list/envorum

BARU!! Arsip di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke