http://www.surabayapost.co.id/01/05/01/04BAWAH.HTML OPINI Selasa, 01 M e i 2001 Surabaya Post Indonesia Tahun 2005 Menurut Tom Clancy oleh L. Murbandono Hs Tom Clancy menginformasikan lewat novel terbarunya yang konon cukup laku dalam bursa buku di AS, Indonesia pada 2005 rusak berat dan porak poranda. Gus Dur tetap berkuasa sampai 2004 dan sukses melakukan suksesi, sehingga terpilih presiden baru. Nama presiden baru tersebut Gajah Mada --nama mahapatih masa Majapahit. Dalam kekuasaan Presiden Gajah Mada itulah, Indonesia terpuruk ibarat menjadi Sodom dan Gomorah. Kita boleh murka atau menganggap sepi "ramalan" Clancy. Toh cuma novel. Buat apa digubris? Siapa pula Clancy? Kok berani betul menulis gila-gilaan? Atas dasar apa gagasan yang nyleneh mengerikan itu? Tapi, terus terang, saya takut. Bagaimana kalau novelis yang karyanya sudah seabrek-abrek dan cukup laris di AS itu, ternyata tidak sekadar "menulis asal menulis"? Tahun 2005 Sebelum kita sampai pada dasar-dasar alasan Clancy "menyodom-gomorahkan" Indonesia, sekilas kita simak dulu isinya. Kehancuran Indonesia pada 2005 itu tertuang eksplisit dalam bab Operation Merdeka, dalam novelnya yang berjudul Special Forces. Novel ini merupakan seri ketujuh atau terakhir dari karyanya, Guided Final, terbitan Berkley Books, New York, 2001. Kehancuran Indonesia itu antara lain dilukiskan dalam tujuh butir tragedi nasional berikut: Pertama, meski sukses bertahan sampai 2004, Gus Dur gagal membawa Indonesia keluar dari krisis. Pada 2004 Aceh dan Irian menjadi negara merdeka. Konflik di Maluku makin parah. Lalu pecah kerusuhan sektarian di seluruh negeri. Situasi kalang kabut itu terus berlanjut sampai Gus Dur digantikan Gajah Mada. Kekalutan makin menjadi-jadi, sekalipun Presiden Gajah Mada sudah didampingi seorang Wapres. Nama sang Wapres adalah Ratu Adil, seorang laki-laki, sebab disebut he. Ia jenderal angkatan udara yang populer, bergelar BSc dari Universitas Kalifornia di Los Angeles dan lulusan National Defense University di Washington. Kedua, di tengah kekalutan itu, senjata nuklir dijeblukkan di Ambon oleh kelompok keras militer, pada malam Natal tahun 2005. Bom itu satu dari lima bom yang diperoleh oleh kelompok militer garis keras dari Pakistan, buatan Tiongkok dan berkekuatan 50-60 kiloton. Akibat ledakan nuklir, Ambon hancur. Pulau Timor terkena dampak radiasi yang mematikan. Radiasi juga sampai di Darwin, kota di bagian barat Australia. Bom itu sengaja diledakkan pada malam Natal, agar kelompok Kristen bisa dijadikan kambing hitam. Pelakunya telah memperhitungkan, akibat bom di Ambon, Jawa juga akan turut kacau. Ketiga, akibat logis huru-hara, maka pemimpin garis keras militer --anonim-- muncul di TV mengumumkan negara dalam keadaan darurat. Pemerintahan diambil alih oleh Dewan Restorasi Republik bentukan militer. Dalam kudeta, militer membunuh Presiden Gajah Mada. Sejumlah prajurit terlatih menerobos kantor Menteri Pertahanan. Di sana sedang ada pertemuan antara Wapres Ratu Adil dan sejumlah jenderal. Gerakan itu berhasil membunuh Menhan dan para jenderal pendukung presiden. Tapi Wapres Ratu Adil tidak dibunuh. Ia diculik dan dibawa ke sebuah markas militer dekat lapangan terbang Husein Sastranegara di Bandung. Di tempat itu juga disimpan empat bom nuklir lainnya. Keempat, huru-hara di Indonesia merisaukan banyak negara tetangga. Australia mengajak negara-negara ASEAN --Singapura, Pilipina, Malaysia-- membentuk South East Asia Coalition, untuk melakukan operasi kemanusiaan di Maluku. Dalam pada itu, sebuah operasi militer dirancang AS dan Australia. Operasi melibatkan divisi pertama 75th Ranger Regiment AS, yang telah siaga di Darwin, Australia. Tugasnya merebut Bandara Husein Sastranegara di Bandung dengan hitungan waktu 20 menit saja. Pada saat pasukan AS beraksi, satuan Special Air Service Australia akan membebaskan Wapres Ratu Adil, yang ditahan dan disandera kelompok militer garis keras, dan sekaligus menyita bom nuklir yang tersimpan di sana. Kelima, Kostrad melawan operasi militer dari luar negeri tersebut. Dianggap ikut campur urusan dalam negeri. Kekisruhan, dan apalagi serbuan musuh dari luar negeri ini, selanjutnya menjadi tambahan legitimasi bagi kudeta kelompok militer keras dengan pendukungnya. Maka perang pun berkobar. Kawasan Husein dan sekitarnya dijaga pasukan elite Kostrad, yang telah memasang artileri anti pesawat dan misil darat-ke-udara Rapier. Sebelum pasukan AS menyerang, B2-bomber telah lebih dahulu menjinakkan pasukan Kostrad dengan "pesta bom". Selain itu, di udara Bandung, terus terbang pesawat transpor C-130 milik AS. Pesawat ini membawa Nuclear Emergency Search Team dari Nevada, AS. Di pesawat itu siaga tim Technical Escort Unit dari the Defense Non-Proliferation Agency. Mereka bekerja untuk mengantisipasi apabila terjadi ledakan nuklir. Singkatnya, operasi digambarkan sukses. Keenam, "nasib" Indonesia selanjutnya kian suram. Menurut pimpinan puncak tentara AS, pemerintah baru Indonesia tak mampu menguasai seluruh Jawa, apalagi seluruh negeri, sebab mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik. Tentang sikap pihak militer Indonesia terhadap operasi AS dan Ausralia, jenderal AS itu berkata, "Mereka memang tak senang kita bergerak di negara mereka. Tapi keberatan mereka selanjutnya hilang dibawa angin." Ketujuh, alhasil, Indonesia kembali "diurus dan dirawat" tentara. 'Cuma' Novel Ngawur? Atau mengerikan? Jika Clancy ngawur, kita boleh lega. Yang mengerikan, bagaimana jika prediksi Clancy itu bukan sekadar khayal, tapi berdasar analisis logika futuristik dengan modal data rahasia militer AS yang ia miliki. Konon, kata isu, Clancy mampu menembus informasi rahasia militer AS. Tapi isu ini sudah ia bantah. Katanya, ia tidak pernah melihat dokumen rahasia dan juga tak ingin melakukannya. Semua info itu bersifat terbuka untuk siapa saja. Soalnya cuma Anda mengetahui atau tidak cara-cara mendapatkannya. Entah Clancy berkata sebenarnya atau berbohong, tapi dari seabrek novelnya semisal The Bear and The Dragon, Rainbow Six, Executive Orders, The Hunt for Red October, Without Remorse, International Intrigue, Point of Impact, dan masih banyak lagi, tersirat bahwa Clancy begitu terobsesi dengan dunia militer, terutama AS. Militer selalu digambarkannya sebagai perwira putih. Kedekatannya dengan para petinggi militer di AS dikabarkan telah memberinya kemudahan untuk mendapatkan informasi penting, yang sulit didapat warga sipil lainnya. Begitu dekatnya, sampai-sampai Clancy pernah diizinkan menerbangkan pesawat tempur, ikut dalam joy rides untuk tank tempur. Ia pernah ikut menyelam dengan kapal selam nuklir. Yang pasti, novelis yang berani meramal tentang kehancuran Indonesia ini adalah mantan pialang asuransi, menjadi techno-geek, dan sering dilecehkan cuma sebagai penjual "fantasi militer". Tapi, lewat beberapa karyanya, dia telah terbukti punya reputasi dalam hal membuat prediksi --terutama yang berhubungan dengan situasi geopolitik dunia. Dalam novelnya Debt of Honour (1994) misalnya, diprediksi AS dan Jepang hampir terlibat perang karena hasrat balas dendam dalam diri para pemimpin dua negeri yang pernah terlibat dalam Perang Dunia Kedua itu. Setahun kemudian, pada 1995, ternyata AS dan Jepang memang hampir "perang" --walaupun masih dalam bentuk ancam-mengancam. Soal gawat yang tak sempat didengar publik itu, syukurlah, berhasil didinginkan oleh kearifan semua pihak terkait. Juga, Clancy pernah diisukan tengah diincar dan bakal diusut pemerintah AS gara-gara bukunya Hunt For Red October. Pemerintah ingin mengusut bagaimana Clancy bisa mendapatkan fakta yang ia tuliskan dalam buku itu, yang ternyata sebagian besar akurat. Namun Clancy membantah isu pengusutan itu. "Itu bohong! Saya malah ingin tahu bagaimana semua kebohongan itu bermula." Akhirnya, tak penting siapa itu Clancy, kita semua tidak rela jika Indonesia hancur lebur. Dan jika kita mau mengambil hikmahnya, mungkin pesan novel itu bisa menjadi semacam "peringatan". Jika Indonesia tidak mau terpuruk dalam huru-hara perang yang cuma membuat susah seluruh bangsa, maka Gus Dur atau siapa pun Presiden Indonesia sampai 2004, harus mampu --tanpa perlu dengan penggunaan senjata dan kekerasan-- menyelesaikan seluruh krisis multidimensional yang sampai detik ini terjadi. Dengan itu, semoga Irian dan Aceh bahagia tetap menjadi bagian Indonesia. Juga, krisis di Maluku dan berbagai tempat lain bisa diatasi secara arif. Singkatnya, Indonesia tidak butuh senjata dan perang untuk menggarap krisis. Indonesia sudah kapok "diurus dan dirawat" tentara sehingga terpaksa harus memberhalakannya. Penulis adalah jurnalis produser senior Bidang Humaniora dan Budaya Radio Nederland Wereldomroep, Hilversum, Nederland. --------------------------------------------------------------------- Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id