~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Layanan Informasi Aktual
         eskol@mitra.net.id
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Spot News : Rabu, 24 Agustus 2005
 
KRONOLOGIS PENUTUPAN GEREJA KRISTEN PASUNDAN (GKP) DAYEUHKOLOT KAB. BANDUNG

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Bandung, Eskol-Net:

Berikut kronologis penutupan GKP Dayeuhkolot seperti yang disampaikan kepada Redaksi Eskol-Net. Mohon tetap dukung dalam doa. 

 

  1. Hari Minggu, 21 Agustus 2005, Pk. 10.00 WIB, sekitar 5 (lima) orang mendatangi GKP Dayeuhkolot, yang berlokasi di Jl. Sukabirus No. 13, RT 07/13, Desa Citeureup, Kec. Dayeuhkolot, Kab. Bandung. Mereka mengatasnamakan Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) dan Barisan Anti Pemurtadan.

 

  1. Mereka menyatakan bahwa masyarakat merasa resah dengan adanya GKP Dayeuhkolot tersebut.

  

  1. Kami (Pdt. Jujun N.M) menanyakan identitas mereka dan dijawab bahwa mereka dari AGAP dan BAP.

 

  1. Kemudian Pdt. Jujun N.M menanyakan, masyarakat yang mana yang resah tersebut? Mereka menyerahkan berkas fotokopi berisi pernyataan tidak setuju atas keberadaan Gereja dengan disertai tandatangan “warga masyarakat” setempat.

  

  1. Pk. 10.15 WIB, datang lagi lebih banyak orang yang masuk ke ruang tamu Gereja (sekitar 20 orang) dan menanyakan ijin gereja. Kami jawab bahwa GKP Dayeuhkolot adalah pindahan dari asrama Yon 330 sebelum dialihkan ke Cicalengka. Kami perlihatkan juga kepada mereka berkas-berkas upaya permohonan ijin kepada masyarakat setempat sejak 1983. Mereka menahan berkas tersebut. Ketika kami meminta fotokopi berkas tandatangan warga yang mereka miliki, mereka menolak dengan alsan berkas tersebut adalah master. (Berkas yang kami miliki baru dikembalikan pada saat perundingan di Polsek setelah kami minta berkali-kali)

 

  1. Mereka juga menunjukkan surat kesepakatan mereka dengan GKP Bandung (Jl. Kebonjati) yang mereka anggap sebagai GKP Pusat, tentang penghentian seluruh kegiatan keagamaan di Pos Kebaktian.

  

  1. Kami sudah menjelaskan bahwa hal itu keliru, karena GKP Bandung bukanlah Gereja Pusat GKP (hanya salah satu jemaat GKP), namun mereka tidak mau menerima penjelasan tersebut dan tetap bersikukuh dengan pendapat mereka sendiri.

 

  1. Mereka juga melakukan tindakan yang bersifat intimidasi terhadap kami dengan cara :
    1. Satu orang menggebrak meja dan menyuruh Pdt. Jujun N.M diam.
    2. Satu orang lain membentak dan menantang dengan mengatakan “Ibu mau perang atau mau damai?”
    3. Beberapa menekan dengan pertanyaan ijin Gereja dan mendesak supaya kami meatuhi SKB, Instruksi Gubernur, Instruksi Bupati dan peraturan lainnya tentang pendirian rumah ibadah.
    4. Mereka melarang warga gereja yang datang untuk masuk, bahkan mereka tanpa ijin masuk ke dalam gereja dan pastori (Rumah Pendeta).

(Perlakuan initimidasi ini disaksikan oleh Pdt. Jujun N.M, Suami, dan Ibu Sutiah Sukarjo yang datang belakangan)

 

  1. Setelah mendapat tekanan berkali-kali, Pdt. Jujun N.M meminta ijin untuk menghubungi beberapa Majelis Jemaat dan Tokoh Jemaat yang dituakan. Mereka malah menantang kami untuk memanggil semua orang yang harus gereja datangkan, “Kalau perlu se-Bandung akan kami hadapi!” kata mereka.

 

  1. Pdt. Jujun N.M menghubungi Majelis Jemaat dan Tokoh Jemaat, Kanit Intel Polsek Dayeuhkolot, Polsek Dayeuhkolot, Kasat Intel Polres Bandung, Kasat Intel Polres Cimahi untuk langkah pengamanan, yang segera ditindaklanjuti oleh Polsek dengan menerjunkan sekitar 5 (lima) orang anggotanya.

  

  1. Tokoh masyarakat sekitarpun berdatangan atas permintaan kami, diawali oleh Bp. Kusnadi yang berdialog dengan mereka dan menyatakan bahwa dia, atas nama warga masyarakat setempat yang beragama Islam tidak merasa terganggu dengan keberadaan GKP Dayeuhkolot. Mereka malah menanyakan KTP Bp. Kusnadi untuk mengecek pernyataannya. Bp. Kusnadi awalnya menolak, tapi kemudian memperlihatkannya.

 

  1. Warga masyarakat lainnya datang (Bp. Nardi, Bp. Eman, Bp. Yanto, Bp. Perminanto) dan sempat berbicara juga dengan massa AGAP + BAP. Para tokoh masyarakat ini menyatakan mereka tidak pernah ditanyakan oleh AGAP maupun BAP apakah berkeberatan dengan keberadaan Gereja. Mereka juga tidak tahu menahu tentang kumpulan tandatangan yang menurut AGAP dan BAP adalah kumpulan tandatangan masyarkat setempat. Mereka sebagai warga masyarakat setempat menyatakan tidakn berkeberatan dengan keberadaan Gereja, bahkan antara Gereja dan masyarakat telah terjalin kerjasama yang baik.

  

  1. Petugas-petugas Polsek memasuki ruang tamu untuk memantau. Kemudian mereka berinisiatif mengajak semua pihak berdialog di kantor Polsek Dayeuhkolot. Kompleks Gereja sempat diberi police line untuk pencegahan tindakan anarkis, yang kemudian dilepas sekitar 30 menit kemudian atas instruksi Kapolsek.

 

  1. Salah seorang dari AGAP dan BAP berkata: “Tempat ini harus ditutup. Kami tidak bertanggungjawab kalau terjadi apa-apa!” (yang berkata demikian Bp. Mukmin)
  2. Kemudian semua berangkat menuju kantor Polsek. Setalah menunggu agak lama dengan alas an Kapolsek, yang saat itu hadir, sedang menunggu Kanit Reskrim yang menjadi moderator dialog tersebut.

 

  1. Dialog diadakan di ruangan Kanit Reskrim dengan dihadiri oleh 4 (empat) orang wakil AGAP dan BAP, 2 (dua) orang warga masyarakat (Bp. Cecen selaku ketua RW dan Bp. Dadang), 4 (empat) orang wakil GKP (Pdt. Jujun N.M, Bp. Wattimena, Ibu Sutiah dan Bp. Maladi).

  

  1. AGAP dan BAP secara tegas menyatakan GKP harus tutup karena tidak ada ijin. Baru saja Bp. Maladi hendak menjelaskan proses perijinan Gereja, perwakilan dari Forum Komunikasi Kristiani Indonesia – Jawa Barat (FKKI-JB) memasuki ruangan. Dialog terhenti karena massa AGAP dan BAP meminta agar rekan-rekannya memasuki ruangan. Akhirnya Kanit Reskrim berusaha mencari ruang lain yang lebih luas.

 

  1. Berkali-kali dialog terhenti cukup lama karena menunggu mereka yang menjalankan sholat dan menanti kehadiran Kapolsek dan Danramil.

  

  1. Dialog kemudian terjadi antar 4 orang wakil GKP, 6 orang AGAP + BAP, dan 3 orang wakil masyarakat.

 

  1. Karena belum ada titik temu, setelah semua pihak mengungkapkan pendapatnya, maka Kapolsek, Wakapolsek dan Danramil meminta waktu untuk berunding tanpa kehadiran yang lain.

 

  1. Perundingan diteruskan dengan pernyataan bahwa Kapolsek dan Danramil perlu berkoordinasi dengan Camat, yang saat itu tidak hadir, sehingga musyawarah bisa dilaksanakan secara lengkap karena dihadiri semua unsure MUSPIKA. Oleh karena itu Kapolsek dan Danramil memutuskan untuk menunda dialog samapi hari Senin 22 Agustus 2005, Pk. 10.00 WIB di kantor kecamatan Dayeuhkolot.

 

  1. Pada awalnya AGAP dan BAP mendesak agar masalah penutupan Gereja diselesaikan saat itu juga. Namun setelah dijelaskan oleh Kapolsek yang direspon mereka dengan berunding antara forum mereka sendiri, maka mereka memutuskan untuk menerima dengan catatan, apabila Polsek dan Koramil tidak segera bertindak melakukan penutupan Gereja seperti yang mereka inginkan, maka mereka siap untuk melakukan tindakan apapun juga menurut cara mereka.

  

  1. Kami juga meminta ijin agar dapat melakukan rapat intern jemaat, dan bukan berkebaktian, untuk menyikapi masalah ini. Semua pihak menyetujuinya dengan catatan tidak ada kebaktian.

 

  1. Perundingan/dialog berakhir sekitar Pk. 16.00 WIB

 

LAPORAN TINDAK PAKSA PENUTUPAN KEGIATAN PERIBADATAN UMAT KRISTEN DI LINGKUNGAN GEREJA KRISTEN PASUNDAN (GKP)

 

  1. Tindak paksa penutupan kegiatan peribadahan umat Kristen anggota Gereja Kristen Pasundan (GKP) di Desa Cimahi, Kec. Cisewu, Kab. Garut :

-         Dilakukan secara paksa oleh sekelompok orang yang menamakan diri Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) dengan memaksa pihak Majelis Jemaat Gereja Kristen Pasundan (GKP) Jl. Kebonjati No. 108 Bandung, selaku penanggungjawab, menandatangani surat pernyataan sebagaimana terlampir.

-         Melakukan intimidasi terhadap umat Kristen anggota GKP di Desa Cimahi dengan mendatangi langsung ke lokasi, sehingg mereka terpaksa mengungsi ke kota Bandung. Rumah dan pekerjaan sehari-hari ditinggalkan, anak-anak yang bersekolah tidak bisa lagi melanjutkan kegiatan belajar mereka. Pengungsian berlangsung hingga saat ini.

 

  1. Tindak paksa penutupan kegiatan peribadahan umat Kristen anggota Gereja Kristen Pasundan (GKP) di Desa Pangauban, Kec. Katapang, Kab. Bandung pada tanggal 27 Juli 2005 :

-         Dilakukan oleh sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Anti Pemurtadan (BAP) dengan kembali memaksa pihak Majelis Jemaat Gereja Kristen Pasundan (GKP) Jl. Kebonjati No. 108 Bandung, selaku penanggungjawab, menandatangani sebagaimana terlampir.

-         Akibat tindak paksa penutupan tersebut, umat Kristen anggota GKP di Desa Pangauban tidak dapat menjalankan kegiatan keagamaan mereka (ibadah).

 

  1. Tindak paksa penutupan kegiatan peribadahan umat Kristen anggota Gereja Kristen Pasundan (GKP) Desa Citeureup, Kec. Dayeuhkolot, Kab. Bandung pada tanggal 21 Agustus 2005 :

-         Dilakukan oleh sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Anti Pemurtadan (BAP) dan Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP).

-         Perundingan lanjutan tentang masalah diatas diadakan pada tanggal 22 Agustus 2005 dengan fasilitator Muspika Dayeuhkolot (Camat, Kapolsek, Danramil). Namun hasil yang didapat adalah kembali pemaksaan dari pihak BAP/AGAP terhadap Majelis Jemaat GKP Dayeuhkolot untuk menandatangani pernyataan yang berisi penutupan kegiatan ibadah di tempat ibadah termaksud, dengan alasan tempat ibadah tersebut tidak memiliki ijin sebagaimana yang dinyatakan dalam SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01.Ber/Mdn-Mag/1969. Upaya mengajukan perijinan sudah dilakukan sejak tahun 1983, sesuai surat yang dikeluarkan oleh Komandan Batalyon Infanteri Lintas udara 330.

-         Majelis Jemaat GKP Dayeuhkolot tidak bersedia menandatangani pernyataa tersebut, dan akibat lanjutannya adalah umat Kristen anggota GKP Dayeuhkolot tidak dapat beribadah di temapat tersebut. Pertimbangan penolakan penandatanganan pernyataan tersebut adalah : berdampak pada gereja-gereja lainnya yang ada di Kecamatan Dayeuhkolot yang juga akan mengalami penutupan, mengingat gereja-gereja tersebut juga tidak memiliki ijin mendirikan tempat ibadah.

-         Jemaat GKP ini sudah hadir di Dayeuhkolot sejak tahun 1955 (tempat ibadah semula berlokasi di asrama Batalyon Infanteri Lintas Udara 330, lalu pindah ke luar lingkungan asrama pada tahun 1985 berhubung asrama Yonif 330 pindah ke Cicalengka, dan asrama tersebut akan dipergunakan oleh Yon Zipur Kodam Siliwangi), dan sampai saat ini belum medapat ijin mendirikan tempat ibadah. Hubungan dengan masyarakat sekitar selama ini terjalin dengan baik. [Eskol-Net]

 

Kirim email ke