~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Layanan Informasi Aktual
         eskol@mitra.net.id
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hot Spot: 9 Desember 2005

Revisi SKB DikhawatirkanTetap Timbulkan Konflik Antaragama
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
JAKARTA - Cendikiawan Muslim, Prof Dr Dawam Rahardjo menegaskan agar 
kelompok masyarakat yang tidak setuju terhadap revisi SKB dan tetap 
konsisten menolak hasil revisi tersebut tetap menjaga kemurnian tuntutannya 
agar tidak terpancing untuk melakukan tindakan yang merusak kemurnian 
gerakan. Pasalnya, saat ini pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, 
Departemen Dalam Negeri dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap ingin revisi 
segera diumumkan.

"Dalam pertemuan terakhir pemerintah dan tokoh-tokoh agama di Puncak, 
sejumlah teman-teman Madia dan para tokoh agama berhasil mengubah dan 
membabat draf revisi SKB yang dinilai akan menimbulkan konflik dan berhasil 
mengubah seluruh konsideran serta merumuskannya menjadi baru. Sebetulnya 
saya tetap menginginkan SKB tersebut diganti menjadi Undang Undang Kebebasan 
Beragama dan Berkepercayaan, bukan UU Kerukunan Hidup Beragama yang absurd," 
tegas Dawam dalam diskusi Kebebasan Beragama dan Disintegrasi Bangsa di 
Jakarta, Kamis (8/12).

Menurut Dawam, jika nanti setelah diumumkan ternyata revisi SKB tersebut di 
luar hasil kesepakatan pertemuan dengan tokoh agama maka seluruh komponen 
masyarakat yang mendukung kebebasan beragama harus menggugat departemen 
agama. "Sekarang ini tengah dipersiapkan sebuah study untuk menilai apakah 
Depag masih dibutuhkan dimasa depan atau tidak. Kita tidak lagi 
mempersoalkan SKB. Yang akan kita persoalkan kemudian adalah Depag, dalam 
hal ini pemerintah, yang dengan sengaja melahirkan produk yang dapat 
menimbulkan konflik horisontal di tengah masyarakat. Kita tuntut agar Depag 
dibubarkan jika revisi SKB tetap akan memicu lahirnya konflik. Saya tahu ada 
sisi kepentingan ekonomis dibalik revisi SKB karena nantinya ada lembaga 
kerukunan beragama yang dibentuk di seluruh daerah dan pelosok. Ini berarti 
ada anggaran dan juga proyek," ujarnya.

Dalam sambutannya, Dawam menejelaskan, jika pengertian negara sekuler 
dilawankan dengan negara agama, Indonesia bukan negara agama, melainkan 
negara sekuler. Dalam negara sekuler, negara tidak didasarkan pada suatu 
ideologi agama tertentu yang membentuk teokrasi. Namun sering juga 
dikatakan, Indonesia tidak sepenuhnya sekuler, karena dasar negara dalam 
konstitusinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Tetapi negara tidak punya 
tugas melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya.

Sementara itu warga negara punya kebebasan untuk menjalankan agama dan 
beribadah menurut agama dan keyakinannya masing-masing. Ketuhanan Yang Maha 
Esa berkedudukan sebagai sumber moral yang dijadikan pedoman bagi sikap dan 
perilaku warga. Sistem moral itu dapat digali dari ajaran-ajaran agama yang 
dipeluk masyarakat. Tapi ajaran-ajaran agama itu harus melalui proses 
rasionalisasi dan objektivikasi. Tuhan di sini adalah Tuhan lintas agama. 
Dengan demikian, setiap agama punya peranan dalam membangun moral bangsa.

Azas Pluralisme

"Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu diikuti dengan ketentuan mengenai 
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan 
masing-masing. Di sini, berlaku azas pluralisme yang mengakui kebenaran 
eksklusif masing-masing agama, terutama dalam hal akidah (creed) dan 
peribadatan (cult). Kebebasan di sini berarti bahwa keputusan beragama 
diletakkan pada tingkat individu," ujarnya.

Artinya, tegas Dawan agama merupakan persoalan individu dan bukan persoalan 
negara. Syariat Islam bisa dilaksanakan, tapi pada tingkat masyarakat, oleh 
para pemeluknya sendiri. Inilah makna sekularisme sebagaimana dikatakan 
Talcott Parson: mengembalikan agama kepada masyarakat dan bukan bersatu 
dengan kekuasaan negara (kesatuan ad-dîn wad daulah). Hukum agama yaitu 
syariat tidak berkedudukan sebagai hukum positif, melainkan bersifat 
volunter (voluntary law), meminjam istilah tokoh Masyumi, Sjafruddin 
Prawiranegara.

Sedangkan Ketua Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), 
Hendardi menjelaskan setiap orang di Indonesia bebas memeluk suatu agama 
atau keyakinan tanpa dipaksa serta bebas pula menunaikan ibadanya 
sebagaimana yang terkandung dalam UUD 1945. Pluralisme merupakan usaha untuk 
memastikan perwakilan bermacam ragam dari kekuatan-kekuatan sosial yang 
terlibat dalam perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia. Prinsip Paris 
menekankan betapa pentingnya pluralisme di dalam tubuh sebuah lembaga 
nasional HAM. (E-5)

Last modified: 9/12/05
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/12/09/Nasional/nas01.htm

*************************************************************************************************
Satu tangan tak kuasa menjebol 'penjara ketidakadilan'.
Dua tangan tak mampu merobohkannya.
Tapi bila satu dan dua dan tiga dan seratus dan seribu tangan bersatu,
kita akan berkata, "Kami mampu!"

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
*************************************************************************************************
Redaksi Eskol-Net menerima informasi/tulisan/artikel yang relevan.
Setiap informasi/tulisan/artikel yang masuk akan diseleksi dan di edit 
seperlunya.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan masukan harap 
menghubungi
Redaksi Eskol-Net <eskol@mitra.net.id>
*************************************************************************************************
 

Kirim email ke