Petinggi Al Qaeda Mengaku Di Indonesia Satu Serangan Sudah Dilakukan Washington, Kamis - Tersangka pelaku serangan terhadap World Trade Center pada 11 September 2001 di Amerika Serikat, Khalid Sheikh Mohammed, mengaku merencanakan dan mengorganisasi serangan tersebut. Mohammed juga terlibat dalam 30 rencana serangan lain atas beragam target Barat di berbagai negara.
Pengakuan itu dibuat dalam sebuah pemeriksaan (hearing) militer tertutup di penjara Teluk Guantanamo, Kuba, Sabtu (10/3). Pemeriksaan dilakukan untuk memutuskan apakah Mohammed bisa dikategorikan "musuh perang" (enemy combatant). Militer melarang wartawan meliput pemeriksaan itu dan membatasi informasi tentang pemeriksaan. Transkrip pengakuan Mohammed setebal 26 halaman dipublikasikan Pentagon, Kamis, setelah melalui proses penyuntingan dengan alasan mencegah penyebaran informasi sensitif. Pengakuan yang ditulis Mohammed itu dibacakan seorang anggota militer AS selaku perwakilan pribadi Mohammed. Berdasarkan transkrip tersebut, selain serangan terhadap menara kembar WTC di New York pada 2001, Mohammed juga mengakui penyerangan terhadap WTC pada 1993 dengan bom truk. Dia terlibat dalam serangan sebuah klub malam di Bali, Indonesia, serangan terhadap tentara AS di Kuwait, dan serangan sebuah hotel milik Israel di Kenya. Mohammed juga terlibat dalam serangkaian rencana serangan sejumlah gedung dan bangunan simbol kota (landmark) di berbagai kota di dunia. Serangkaian pembunuhan atas tokoh-tokoh terkenal, seperti mantan Presiden AS Bill Clinton dan Jimmy Carter, Presiden Pakistan Pervez Musharraf, serta Paus Yohannes Paulus II di Filipina, juga termasuk dalam rencananya. Mohammed juga dipercaya telah terlibat dalam pemenggalan seorang wartawan Wall Street Journal, Daniel Pearl, di Pakistan pada 2002. Namun, dalam transkrip tersebut tidak jelas apakah Mohammed ikut bertanggung jawab dalam pembunuhan itu. Dalam sebuah memo yang dipublikasikan tahun lalu, Presiden Musharraf mengatakan, Mohammed mengeksekusi Pearl. Bukti yang didapat dari sebuah komputer yang memuat informasi detail tentang rencana serangan 11 September, mulai dari nama dan foto pembajak pesawat hingga surat izin pilot milik Mohammad Atta, bahkan surat dari Osama bin Laden dipresentasikan. Bukti-bukti itu tidak dipublikasikan kepada media. Namun, Pentagon menyingkirkan satu serangan dari 31 rencana serangan yang diakui Mohammed. Mohammed membuat pengakuan panjang yang membenarkan tindakannya sebagai bagian dari perang suci terhadap AS. Namun, Mohammed juga menyesal telah mengorbankan anak- anak dalam aksinya. *Dianiaya CIA* Selain pengakuan tentang keterlibatan dalam serangan 11 September, Mohammed mengklaim telah dianiaya oleh CIA setelah ditangkap tahun 2003. Pemimpin pemeriksaan itu mengatakan, pengakuan penyiksaan atas Mohammed akan diselidiki secara cermat dan digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan status "musuh dalam perang". Selain pengakuan Mohammed, Pentagon juga merilis transkrip pemeriksaan dua tersangka lain, yaitu Abu Faraj al-Libi asal Yaman dan Ramzi bin al-Shibh asal Libya. Namun, mereka menolak hadir dalam pemeriksaan. Libi dituduh membantu Mohammed dalam serangan 11 September 2001, sedangkan Shibh dituduh sebagai otak peledakan bom di Pakistan pada Desember 2003 dengan target Presiden Musharraf. Melalui perwakilan pribadinya, Libi mengatakan proses pemeriksaan itu tidak adil dan dia tidak akan hadir kecuali ada koreksi. "Para tahanan berada dalam situasi tak berdaya," katanya dalam sebuah pernyataan. Sejauh ini enam tersangka telah dihadapkan pada panel militer. Sejak Jumat pekan lalu, AS telah menggelar pemeriksaan dan penentuan status "musuh dalam perang" atas 14 tersangka utama. Ke-14 tersangka itu dipindahkan dari penjara rahasia CIA ke Guantanamo pada September 2006. Jika diputuskan mereka adalah "musuh dalam perang", para tersangka akan diajukan ke pengadilan militer di bawah hukum komisi militer yang baru, yang ditandatangani Presiden George W Bush pada Oktober tahun lalu. Pihak militer kemudian akan segera menyusun gugatan atas para tersangka. *Legalitas dipertanyakan* Para pakar hukum mengkritik keputusan AS melarang pemantau independen dalam pemeriksaan tersebut. Kelompok Human Rights Watch mempertanyakan legalitas sesi pemeriksaan tertutup dan mempertanyakan apakah pengakuan itu adalah hasil dari penyiksaan. "Kita tak akan mengetahuinya kecuali ada pemeriksaan yang independen," kata Direktur Eksekutif Human Rights Watch Kenneth Roth. "Kita perlu tahu apakah isi pengakuan itu cukup untuk mengajukan dia dalam sebuah persidangan yang adil, atau pengakuan tersebut harus dinilai sebagai hasil penyiksaan," ujarnya. Menurut Mark Denbeaux, pakar hukum dari Seton Hall University, berdasarkan transkrip tersebut, Mohammed mungkin hanya satu-satunya tahanan yang memenuhi kualifikasi "musuh dalam perang". "Pemerintah akhirnya berhasil membawa seseorang yang tampaknya mengaku sebagai pihak yang disebut musuh dalam perang," kata Denbeaux.(ap/afp/reuters/fro) [Non-text portions of this message have been removed]