Terima kasih atas tanggapannya.

Lipstadt bicara dalam konteks yang sangat berbeda dengan saudara Imron.
Ia bicara bagaimana seorang sejarawan menanggapi pertanyaan kritis
tentang sebuah peristiwa. Saya sepenuhnya sependapat dengan persoalan
ini. Namun dalam posting sebelumnya, Imron tampaknya sepaham dengan
Toben. Visi revisionis seolah dianggap sebagai amunisi untuk menyerang
Yahudi. Jika Lipstadt, juga sejarawan lainnya, menerima pendapat lain
tentang jumlah korban yang terlalu besar, barangkali sikap penerimaan
itu sendiri tidak dikaitkan dengan motif politik. Seperti misalnya,
lantaran kita begitu geram melihat ulah Israel di Palestina, lantas
menyantap bulat-bulat apa yang dikatakan oleh sejarawan revisionis, yang
kebetulan terkesan menyerang Yahudi. Baca saja kembali di salah paragraf
terakhir sdr Imron
(http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/52852
<http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/52852> ). Di
situ terkesan ada ketakutan untuk mengakui kengerian holocaust akan
mengakibatkan orang lupa terhadap kebrutalan Israel. Apakah sedemikian
kausal? Jika kita percaya B maka akan menghasilkan C?

Tapi bung, persoalan terumit dalam kasus genocide semacam itu adalah
persoalan jumlah korban. Seringkali dalam diskusinya, entah itu di
jurnal akademik, pengacara, atau aktivis kemanusiaan, angka pasti korban
menjadi sandungan dalam memahami sebuah peristiwa kekerasan. Lihat saja
kasus 65, taksiran yang umum sekitar 500.000 ribu, tetapi ada juga yang
menulisnya 700.000 bahkan 1 hingga 2 juta. Mungkin taksiran itu sendiri
berapapun jumlahnya bisa jadi lantaran begitu berbedanya data yang
dipakai. Ada yang menggunakan pengakuan anggota dan dokumen Nazi, data
demografi dan sebagainya. Tetapi perlu diingat bahwa biasanya dalam
peristiwa kekerasan, banyak pembunuhan yang terkesan acak. Dalam hal ini
calon korban yang tidak terregistrasi misalnya sulit untuk
diidentifikasi. Pertanyaannya apakah semua orang yang dideportasi ke
kamp itu sendiri diregistrasi? Lantas bagaimana yang tidak (sangat
mungkin kategori ini ada)? Saya ambil contoh lain yaitu 65. Pembunuhan
yang dilakukan secara massal terjadi beberapa bulan setelah percobaan
kup pecah. Namun berbagai sumber (Zakaria, Hermawan Sulistyo, Hilmar
Farid) mengatakan bahwa pembunuhan terjadi dengan pola berbeda. Korban
diambil dari penjara dan dibawa pergi. Menurut para saksi yang masih
hidup, mereka tak pernah kembali.

Angka 6 juta pertama kali dikatakan oleh Wilhelm Hottl, seorang kolega
Eichmann, sebelum pengadilan dimulai. Sementara itu Jaksa penuntut dari
AS Robert Jackon mengestimasikan sekitar 4.5 juta jiwa. Sementara itu
estimasi Eichmann adalah 6 juta jiwa. Dalam sebuah studi yang ditulis
oleh John C Zimmerman (Fritjof Meyer and The Number of Auschwitz
Victims: A Critical Analysis), Fritjof Meyer seorang jurnalis terkemuka
di Eropa mengklaim bahwa data terbaru tentang jumlah korban adalah
500.000. Informasi ini dimuat dalam Osteuropa (Mei 2002). Namun
Zimmerman menguliti kelemahan Meyer yang 'tersesat' dalam membaca data.
Meyer mengutip sejarawan asal Polandia Franciszek Piper namun tidak
melakukan uji-silang temuannya dengan fakta Piper. Sementara itu
sejarawan terkemuka untuk studi holocaust Raul Hilberg memberikan
estimasi sekitar 5 juta lebih. Sekarang siapa yang harus dipegang?
Apakah karena Israel begitu kejam kepada Yahudi lalu kita perlu mencari
jumlah korban yang jauh lebih kecil agar terlihat bahwa holocaust
sesungguhnya dipakai oleh Yahudi untuk mencari simpati? Kalau sudah tiba
pada kesimpulan semacam ini, ini namanya bukan lagi belajar sejarah
tetapi percaya pada teori konspirasi.

Mengenai angka jutaan di posting saya sebelumnya, saya menggunakan kata
'barangkali' yang tentunya menandakan sejauh mana degree of commitment
saya terhadap hipotesis tersebut. Dalam hal ini, saya tidak menyatakan
secara mutlak bahwa angka 6 juta itu absolut. Imron meragukan angka
jutaan dengan alasan bahwa populasi Yahudi tidak sebanyak itu.

Saya tidak begitu khawatir jika nanti memang ada bukti baru yang
mengatakan bahwa jumlah korban Yahudi cuma ratusan ribu. Yang saya
khawatirkan adalah tidak diambilnya pelajaran dari apa yang telah
terjadi itu. Politik pelupaan dipakai untuk melanggengkan siklus
kekerasan. Bagi saya berapapun jumlahnya, apa yang terjadi pada saat itu
memang crimes against humanity.

Masalah pendapat orang Iran, kalau anda baca lebih cermat lagi artikel
Toben yang diposting Imron, ada generalisasi yang fatal mengenai
persepsi masyarakat Iran terhadap Yahudi. Dikatakan di situ bahwa semua
warga Iran tahu bahwa holocaust itu hanya isapan jempol belaka. Kutipan
lengkapnya: "Iran adalah satu-satunya negara di mana rakyatnya tahu
bahwa Holocaust adalah isapan jempol belaka".  Silahkan disimak lagi.
Jadi dalam konteks ini, kesalahan logika appeal to popularity yang saya
angkat dengan menyodorkan 'fakta tandingan'.

Terakhir, posting saya sebelumnya memang ditujukan kepada Imron Cotan.
Posting itu sendiri ditulis setelah membaca beberapa tulisan Imron
tentang holocaust, termasuk artikel Toben. Jadi mungkin membingungkan
anda balasan saya.

semoga tanggapan ini cukup memuaskan.


--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "satriadharma2002"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bung Rahadian,
> Anda menyodorkan tulisan dari Professor Deborah E Lipstadt tanpa
> Anda membacanya dengan cermat. Coba baca apa pendapatnya tentang
> jumlah korban yang 6 juta jiwa itu. Saya kutipkan saja : "We should
> NEVER avoid valid historical questions. For example, when historians
> realized that the death tolls for Auschwitz/Birkenau were too high,
> they recalculated and lowered them (saat ini dipercaya bahwa jumlah
> sebenarnya adalah antara 1,5 s/d 2 juta jiwa). They did not hesitate
> to do so, even though some people feared – correctly so – that
it
> would "give comfort to deniers." Instead, serious historians
> welcomed the corrected information (Inilah mestinya sikap seorang
> ilmuwan. Tidak takut mengakui kesalahan dan mengakui adanya fakta
> baru yang lebih benar)
> Another example of correcting a mistaken notion relates to the
> accusation that the Nazis rendered Jewish corpses into soap during
> the Holocaust. During the war and afterwards many people said that
> the Germans made Jews into soap. No one knows the precise origins of
> this rumor, but it persisted after the war. Survivors who arrived in
> Israel were sometimes called: `Sabonim' [Soaps]. In fact, there is
> no proof that the Germans regularly processed Jews into soap. They
> may have and probably did experiment in doing so, but we have no
> indication that it was ever done on a mass basis. Many historians,
> myself included, have regularly talked and written about this,
> despite the fact that there are those who argue that it "plays into"
> deniers' hands.
>
> Jadi jumlah 6 juta jiwa itu memang TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN
> kebenarannya dan diakui sendiri oleh Prof Libstadt.
> Satu hal yang penting kita pahami adalah apa yang disampaikan oleh
> beliau bahwa :" Correcting mistakes does not, in any way, lessen the
> Germans' crimes. The Germans' actions were horrendous enough that
> there is no need to support myths in lieu of facts or to fear the
> facts.
> By the same token, if the Allies did things wrong, then we should
> address it and acknowledge it. I have no doubts that they did some
> terrible things. Nothing, however, that they did can compare to the
> Nazis' crimes which include the Holocaust, the T-4 [euthanasia
> program], medical experiments on prisoners, and so much else."
>
> Jadi kekejaman Nazi terhadap orang Yahudi itu adalah fakta sejarah
> dan tidak perlu ditutup-tutupi dan tidak perlu takut untuk dibongkar
> ulang. Meski demikian, bukti menunjukkan bahwa para Revisionislah
> yang mampu menunjukkan ketidakakuratan klaim selama ini bahwa ada 6
> juta korban dari orang Yahudi. Kita telah tertipu selama ini bahwa
> ada 6 juta korban orang Yahudi. Tapi kalau ada akademisi yang tetap
> mengusung mitos '6 juta korban' itu ya apa boleh buat! :-)
>
> Satu hal yang saya heran dari Anda, Bung Permadi. Anda membawa-bawa
> nama Prof. Lipstadt dan Anda 'perkuat' dengan pendapat seorang
> rakyat Iran yang awam dalam masalah ini. Apa maksudnya? :-)
> Salam
> Satria

Kirim email ke