http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0704/13/humaniora/3455376.htm
==========================

Singapura, Kompas - Penilaian terhadap mantan Presiden Soeharto tidak
bisa hanya dilihat dari fase terakhir kepemimpinannya. Apalagi,
faktanya, sumbangsih Soeharto terhadap dunia dan kawasan sangat besar. 

Penilaian tersebut terungkap pada acara bedah buku Soeharto, The Life
and Legacy Indonesia Second's President karya Retnowati
Abdulgani-Knapp yang diselenggarakan Institute of Southeast Asian
Studies (ISEAS) dan penerbit Marshall-Cavendish di Singapura, Kamis
(12/4). 

K Kesavapany dari ISEAS menjelaskan, stabilitas dan kemakmuran yang
dirasakan masyarakat Asia Tenggara sekarang ini tidak terlepas dari
peranan Soeharto. "Ia merupakan tokoh yang sangat penting untuk
menjadikan Asia Tenggara seperti sekarang," kata Kesavapany. 

Mantan Dubes Singapura untuk Indonesia, Barry Desker, membenarkan
penilaian tersebut. Ia masih ingat bagaimana sikap yang ditempuh
Soeharto ketika Singapura mengizinkan wilayahnya dijadikan pangkalan
militer AS untuk menggantikan Subic dan Clark, Filipina. Juga ketika
Inggris dan Australia ingin menerapkan "Rute Kanguru", di mana kedua
negara itu bersepakat untuk tidak menjadikan Singapura sebagai tempat
transit. 

"Hal yang paling tidak pernah dilupakan Singapura adalah saat
Indonesia mengalami krisis beras di tahun 1965 dan meminjam dari
Singapura 10.000 ton. Ketika harga beras naik dan Singapura memutuskan
agar Indonesia tak usah menggantinya, Soeharto tetap memutuskan
menggantinya, bahkan dengan kualitas yang lebih baik. Bagi Singapura,
Soeharto adalah orang yang bisa dipercaya," tutur Desker. 

Ia tidak menutup mata bahwa pada menjelang akhir masa jabatannya
muncul kesan Soeharto yang korup, yang melanggar hak asasi manusia,
dan antidemokrasi. Namun, akhir-akhir ini, terutama ketika Soeharto
sakit, terlihat begitu banyak pejabat Indonesia yang menjenguknya. 

"Menjadi pertanyaan, apakah Soeharto itu buruk dan semua legacy-nya
negatif? Saya kira kalau dilihat dari perspektif bangsa- bangsa Asia
Tenggara ia adalah tokoh yang pantas dihormati," ujar Desker. 

Retnowati menjelaskan, buku yang ditulisnya sengaja dibuat dalam
bahasa Inggris agar masyarakat dunia mengetahui sejarah Indonesia.
Selama ini ia melihat kebanyakan buku-buku tentang Indonesia hanya
berbicara kepentingan dalam negeri saja. 

"Saya pribadi juga ingin membuat buku yang kualitasnya buku
internasional. Setelah ini tentunya saya mengharapkan buku ini bisa
diterbitkan dalam bahasa Indonesia," ujar Retnowati. 

Pahami kultur Jawa 

Mantan Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono memuji buku yang
ditulis Retnowati karena bisa mengangkat tokoh yang masih menjadi
kontroversi di Indonesia dalam perspektif yang tepat. Penulis bisa
memahami nilai, tradisi, dan kultur Jawa secara tepat sehingga pesan
yang ingin disampaikan dalam buku itu bisa sesuai dengan apa yang
ingin disampaikan. 

Soedradjad menilai, bagian dari buku ini yang mengangkat masalah
yayasan memberikan informasi yang sangat baik. Di sana bisa dipahami
mengenai Presiden Soeharto mengapa sampai membuat yayasan dan apa yang
ia inginkan dengan yayasan yang dibentuknya itu. 

"Tampak sekali Presiden Soeharto tidak merasa puas dengan kinerja dari
institusi formal yang ada. Dengan hadirnya yayasan maka program yang
diinginkan, baik untuk membantu pendidikan, mengentaskan kemiskinan,
maupun kesehatan bisa berjalan lebih cepat," kata Soedradjad. 

Memang kebijakan itu membawa masalah terhadap institusi resmi dan juga
terhadap soal transparansi maupun akuntabilitas dari penggunaan
dananya. Namun kalau kita ingin menilai kebijakan tersebut, menurut
Soedradjad, kita harus melihatnya secara lebih lengkap. (tom) 



Kirim email ke