Bisalah dimengerti bagaimana susahnya buat waria untuk
  bisa diterima bekerja di sektor formal!
   
  Bayangkanlah seandainya seorang waria diterima jadi guru, 
  bagaimana reaksi murid dan orang tuanya?
  Bayangkanlah kalau seorang waria jadi ulama yang mengajarkan
  agama, bagaimana reaksi para umatnya?
   
  Untuk itu nampaknya kita perlu terbuka, jujur dan bisa menerima
  kenyataan.
  Seandainya seorang waria ingin jadi guru dan dirinya punya bakat,
  pendidikan dan pengabdian, bagaimana?
  Apakah ditolak (pintu tertutup) karena ia seorang waria?
  Inilah yang harus kita jawab!
   
  Salam
  Las.
  

Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0705/11/humaniora/3526897.htm
========================

Jakarta, Kompas - Kaum waria selama ini dimarjinalkan masyarakat dan
secara sistematis dihilangkan haknya untuk mendapat pekerjaan di
sektor formal. Karena itu, pemerintah harus berperan menghapus
diskriminasi yang dialami para waria.

Yulianus Rettoblaut, tokoh kelompok waria yang mencalonkan diri
sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, melontarkan itu
dalam diskusi terbatas, Kamis (10/5), di Jakarta.

Sejauh ini, jumlah waria yang bekerja di sektor formal, baik di kantor
pemerintah maupun swasta, kurang dari 10 persen. Mayoritas waria tetap
termarjinalisasi dalam mengakses posisi strategis di lingkup kerja
formal itu karena mereka dianggap kelompok amoral atau tidak normal.
Hal ini membuat banyak waria terpaksa bekerja di sektor informal
seperti di salon, di rumah tangga, sebagai pengamen, bahkan pekerja
seks komersial.

"Kondisi ini memperkuat stigma masyarakat terhadap waria," ujar
Yulianus. Padahal, masuknya waria ke sektor informal disebabkan waria
tidak diterima dan tidak berkesempatan bekerja.

"Kondisi ini disebabkan ketidakmampuan pemerintah mengubah cara
pandang masyarakat terhadap kaum waria. Hal ini diperparah dengan
munculnya sejumlah peraturan daerah yang diskriminatif dan
mengidentikkan kelompok waria dengan perbuatan pelacuran sehingga
mudah dikriminalisasi," kata Leonard Sitompul dari Arus Pelangi.

Maka dari itu, ia meminta pemerintah segera memenuhi dan melindungi
hak asasi kaum waria untuk memperoleh pekerjaan di sektor formal,
sesuai undang-undang yang berlaku.

Yulianus menambahkan, hingga kini, pemerintah hanya sebatas memberi
pelatihan keterampilan. Akses untuk mendapat keterampilan dari program
pemerintah di Jakarta, misalnya, hanya 2-10 persen dari jumlah waria.

Menurut Penasihat Umum Yayasan Srikandi Nurlely Darwis, negara harus
memberi kesempatan kepada waria untuk beraktivitas di bidang formal
tanpa diskriminasi. Hal ini sesuai dengan Keppres No 40/2004 tentang
Rencana Aksi Nasional HAM terkait dengan diseminasi dan pendidikan
HAM. (EVY)



         

       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke