Oleh Abun Sanda E-mail [EMAIL PROTECTED] http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0710/26/Properti/3942353.htm ========================
Sudah hampir tiga minggu Anda dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta, tetapi warga Ibu Kota belum melihat terobosan yang hendak Anda lakukan. Padahal, Jakarta yang sarat persoalan membutuhkan sentuhan sangat segera. Harapan publik Jakarta kepada Anda luar biasa. Warga menaruh harapan karena Anda ahli perkotaan, planolog, arsitek lulusan Jerman, dan untuk menjadi orang nomor satu DKI, Anda berangkat dari papan bawah. Ketika akhirnya Anda menjadi gubernur, wajar kalau banyak harapan dibebankan ke pundak Anda. Jamak pula kalau warga berharap Anda bisa lebih baik dari Sutiyoso, yang kini hendak membangun jembatan menjadi Presiden RI. Banyak persoalan yang mendesak untuk ditangani. Hal yang kasatmata adalah label Jakarta sebagai kota termacet di dunia. New York, Tokyo, Mexico City, dan bahkan Bangkok boleh amat macet, tetapi semuanya "kalah" dibandingkan dengan kota yang sekarang Anda pimpin. Ini jelas bukan iklan yang baik. Wisatawan asing enggan datang ke kota ini. Untuk apa keliling kota pengap ini kalau untuk perjalanan dua kilometer saja butuh dua jam perjalanan? Sebagai arsitek dan ahli tata kota, Anda tentu mengerti bahwa ada yang salah dalam perencanaan kota ini (Anda pernah menjadi Sekwilda DKI dan Wagub selama lima tahun). Ada salah hitung, ada kerakusan membeli sebanyak mungkin kendaraan, dan ada kebijakan yang tidak jalan. Busway, misalnya, jelas kebijakan yang bagus. Namun, cara pemerintah provinsi memaksakan busway itu di hampir seluruh sendi kota sungguh tidak beradab. Jalan yang hanya dua lajur menjadi satu lajur karena satunya digunakan untuk busway. Macetnya tidak kira-kira. Jalan tiga lajur yang sudah macet, seperti Jalan Panjang yang pikuk itu, menjadi makin macet sebab satu lajur diokupasi untuk busway. Seorang rekan pengusaha sampai berujar, "Pemerintah ini hadir untuk membuat warga senang atau susah sih? Kok begini kelakuan rezim sekarang. Ihre Stadt ist nicht interessant weil es immer schlechten Verkehr gibt und die Luft ist so verschmutzig (kota Anda tidak menarik karena sangat macet dan polusif)." Semua orang mengerti bahwa angkutan umum adalah instrumen terbaik untuk kota, jalan terbaik untuk mengatasi kemacetan, dan mengokohkan kesetaraan antarwarga. Di kota mana pun di dunia ini, angkutan kota adalah raja dan publik harus menghargainya. Busway sudah membuktikan bahwa dengan angkutan itu warga bisa tiba di tempat tujuan lebih cepat dan berada di bus yang jauh lebih nyaman. Hal yang dipersoalkan adalah cara melakukannya dan betapa Pemprov DKI tidak ingin berpikir lebih lama untuk membangun infrastruktur baru. Pemprov DKI tidak mau membangun jalan baru dan ingin gampang. Comot saja jalan yang sudah ada. Ini memang menjengkelkan sehingga banyak warga masuk ke jalur busway. Masuknya mereka ke jalur itu jelas salah, tetapi itulah isyarat warga menunjukkan protesnya. Mestinya DKI membangun moda angkutan lain yang lebih menekankan sopistikasi, seperti kereta api di bawah tanah. Untuk membangun subway ini memang sulit sebab ongkosnya amat besar, satu kilometer setidaknya menelan anggaran sebesar Rp 800 miliar. Tiga puluh kilometer sebesar Rp 24 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang taat asas dan kuat berhitung itu pasti tidak mudah setuju kalau dimintai uang sebanyak itu. Akan tetapi, ini toh mesti kita lakukan. Bayangkan saja, para konglomerat hitam bisa meraup ratusan triliun rupiah dana BLBI dan kita dengan enteng memberinya. Kok memberi Rp 24 triliun sulit? Kalaupun subway belum bisa dilakukan, mestinya ada jalan lain, termasuk yang "kurang populer". Anda bisa membuat aturan yang lebih ketat, tetapi menguntungkan di jalan. Misalnya, pertama, untuk apa Anda mempertahankan 3 in 1 yang tidak efektif itu? Wong hanya membuat kita pilu melihat saudara-saudara kita berdiri di tepi jalan sambil mengacungkan jari telunjuknya. Apakah tidak lebih baik kalau kita menggunakan instrumen electronic road pricing (ERP)? Ini dilakukan beberapa negara, termasuk Singapura. Siapa yang masuk ke wilayah ERP, kena charge secara elektronik. Tidak mau kena charge, ya jangan lewat di wilayah itu. Cara ini akan mendatangkan penghasilan tambahan dan siapa pun, yang punya fulus dan bersedia membayar, bisa lewat di sana. Pengendara tidak perlu kucing-kucingan lagi dengan polisi. Kedua, mengapa Anda tidak mencoba memberlakukan sistem kuota kendaraan di DKI Jakarta? Singapura, misalnya, menggunakan kuota mobil 60.000 kendaraan per tahun atau maksimum 80.000 kendaraan baru. Semua orang harus taat pada kuota ini, termasuk distributor mobil yang kaya raya itu. Ini jelas tidak populer, tetapi bagaimana lagi? Apakah aturan ini mau diberlakukan ketika Jakarta sudah macet total selama 24 jam? Ketiga, mengapa Anda tidak mencoba sistem pajak ketat? Berlakukan saja pajak kendaraan yang tinggi untuk kendaraan baru. Lalu pajak yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi kalau kendaraan itu makin tua dan makin tua sehingga suatu ketika pajaknya sama besarnya dengan harga mobil tua itu. Anda memang tidak bisa melarang warga beli mobil, wong uangnya sendiri. Akan tetapi, Anda dapat menjalankan regulasi yang dapat membuat lalu lintas menjadi lebih baik. Keempat, bilden Sie bitte ein gutes Fubgangerzone auch fur Fahrrad. Buatlah jalur khusus sepeda. Polusi berkurang, warga sehat dan hemat energi. Ajaklah para eksekutif dan staf Pemprov DKI Jakarta untuk naik sepeda. Beri contoh kepada warga bahwa mereka mengampanyekan hidup sehat di udara bersih. Jangan bisanya hanya memerintah. Kelima, kandangkan semua mobil yang sistem pembakarannya sudah payah dan hanya menghasilkan buangan asap kotor. Udara kota ini sudah sangat tidak sehat. Anda pun mestinya lebih tegas dari para pendahulu Anda, berlakukan kendaraan bebas polusi di Ibu Kota. Dengan demikian, kemacetan pasti teratasi. Bukan ini saja, para ahli lingkungan, juga lembaga-lembaga dunia yang prestisius, akan mencari Anda untuk menyampaikan apresiasi tinggi. Bahkan, mereka akan minta belajar kepada Anda. Tidak terbayangkan bangganya warga kota ini menuturkan kepada teman-temannya di luar DKI, atau bahkan orang asing, bahwa Jakarta kota berudara sangat bersih. Anda sendiri akan berjalan tegak sebab salah satu janji kampanye Anda yang amat vital bagi kehidupan manusia sudah terpenuhi. Properti Salah satu kunci persoalan yang rumit ini, seperti pernah disinggung dalam surat pertama, adalah persoalan perumahan dan sistem hunian yang tidak benar. Kita tahu bahwa hampir dua juta orang yang berdomisili di luar Ibu Kota setiap hari mengarus ke Jakarta untuk bekerja, bersekolah, dan pelbagai aktivitas lainnya. Akan sangat ideal manakala Anda membuat perumahan di tengah kota untuk kaum pekerja yang termarjinalkan. Bangunlah menara apartemen di sentra kota sehingga warga cukup berjalan kaki ke tempat kerjanya. Atau perkuatlah sistem superblok sehingga orang tinggal, bekerja, beribadah, berobat, berbelanja, berekreasi, di satu superblok. Ini akan menyebabkan warga cukup berjalan kaki atau naik sepeda menuju lokasi yang hendak dituju. Bisa juga mengajak para pemain properti untuk membangun gedung parkir di antara gedung pencakar langit agar warga suka berjalan kaki. Buatlah pula trotoar yang keren dan semua orang dengan sukarela akan berjalan kaki meski panas terik. Anda bisa memprakarsai gagasan back to city untuk mengurangi orang bepergian dengan mobil atau sepeda motor. Anda bisa memotori upaya membangun hunian yang sehat dan bebas polusi. Anda pun bisa mengeluarkan kebijakan membebaskan sama sekali sejumlah jalan dari kendaraan bermotor. Kalau New York, Tokyo, dan Shanghai bisa, mengapa Anda tidak? Di luar aspek ini, perbaikilah itu kampung-kampung yang sangat kumuh. Ini jelas tidak sulit bagi Anda, wong Anda ahlinya kota. Anda pamong berpengalaman, sekaligus planolog dan arsitek. Membuat model rumah sederhana yang sehat dan murah, Anda pasti jago. Besar harapan warga, Anda ubah semua bentuk rumah di bantaran kali, pinggiran rel kereta, tepian jalan tol, dan kawasan kumuh lainnya. Buatlah rumah contoh yang mungil dan benar-benar bagus. Kalau selama lima tahun ini Anda mampu mengerjakannya, Anda telah melakukan perubahan sangat radikal. Anda pun tercatat sebagai gubernur pertama yang mampu melakukannya. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia. Sie mussen als Sutiyoso tapferer sein. ([EMAIL PROTECTED])