LSM "Jadi-jadian" Berkaitan dengan Dana Negara Donor Ditulis oleh Kompas Kamis, 26 April 2007 Jakarta, Kompas - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyadari akan pentingnya akuntabilitas keuangan lembaga yang dikelolanya kepada publik. Mereka mengakui bahwa publik berhak tahu akan keuangan lembaga mereka, termasuk juga program-program yang mereka jalankan. Kalangan LSM juga mengakui munculnya LSM "jadi-jadian" yang berkaitan dengan kucuran dana negara donor. LSM semacam itu menimbulkan dampak negatif dan menyebabkan citra LSM buruk di mata masyarakat. Demikian penjelasan Ketua Indonesia Corruption Watch Teten Masduki, Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi dan Pemberdayaan Pekerja dan Anak Apong Herlina, serta Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Firmansyah Arifin di Jakarta, Rabu (17/9). Ketiga LSM itu selama ini mengaku sudah menjalankan transparansi dalam sistem pelaporan mereka. Misalnya, ICW secara rutin telah melaporkan keuangan, program, bahkan hasil audit yang dilakukan oleh lembaga auditor independen. Bagi publik yang ingin mengetahui, bisa mengakses melalui situs ICW. Menurut mereka, sebagai lembaga yang diberi kepercayaan oleh lembaga donor untuk berperan dalam memberdayakan masyarakat, sepatutnya jika LSM mempertanggungjawab kan keuangan yang diberikan donor kepada publik. Apong Herlina menjelaskan, pemberian dana dari lembaga donor diberikan kepada sebuah LSM karena LSM tersebut dipandang mampu memberdayakan masyarakat melalui program-programnya. Bukan semata karena melihat individu maupun profil LSM tersebut. Apong mengatakan, LSM yang dikelolanya memperoleh dana dari Pan Indonesia. "Itu sama dengan pinjaman luar negeri kepada pemerintah. Negara-negara luar memberikan pinjaman karena melihat pemerintah memiliki program untuk memberdayakan masyarakat," jelas Apong. Agen asing Teten Masduki mengatakan, dengan bersikap transparan dan akuntabel dalam sistem laporan keuangan, sebenarnya justru mendatangkan keuntungan bagi LSM sendiri. "Selama ini LSM itu dituduh agen asing. Nah, dengan kami memublikasikan keuangan dan program kami, masyarakat jadi tahu apakah betul LSM itu agen asing," kata Teten. ICW memperoleh pendanaan dari Pemerintah Belanda, Pemerintah Swedia, LSM-LSM di Belanda dan Swedia, Ford Foundation, Asia Foundation, dan Partnership for Governance. Apong Herlina menjelaskan, ada dua jenis LSM di Indonesia. Pertama, LSM yang melakukan fungsi kontrol masyarakat sehingga mereka mengambil jarak terhadap penguasa ataupun lembaga yang dikontrolnya. Kedua, LSM yang melaksanakan program pemerintah. Menjamurnya LSM terutama dipicu oleh persyaratan- persyaratan yang dipicu oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Sebagai contoh, Bank Dunia yang mensyaratkan perlunya pemerintah bekerja sama dengan LSM dalam proyek yang akan mereka kucurkan. Akibat persyaratan ini justru menimbulkan dampak negatif, yaitu munculnya LSM "jadi-jadian" . "Sekadar memenuhi persyaratan itu, pemerintah lalu menggandeng LSM yang tidak jelas motivasinya untuk diajak bekerja sama. Dengan telah terpenuhinya syarat itu, dana pun segera cair," jelas Apong. Fenomena lain yang terjadi adalah munculnya LSM- LSM tandingan. LSM tandingan ini berfungsi melawan isu- isu yang dilontarkan oleh LSM tertentu yang selama ini vokal mengkritik pemerintah, legislatif, ataupun lembaga tertentu. "Semua contoh ini telah menggeser dan merusak citra LSM. Salah satu contohnya adalah ketika cairnya dana Jaring Pengaman Sosial. Kita tahu bahwa tiba-tiba pada saat itu muncul LSM pelat kuning yang tiba-tiba mengatasnamakan diri mereka sebagai LSM pemerhati masyarakat. Inilah yang merusak citra LSM," kata Apong. (VIN) http://www.kpmm. or.id/index. php?option= com_content& task=view& id=49&Itemid= 1 [Non-text portions of this message have been removed] --------------------------------- Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
[Non-text portions of this message have been removed]