Terima kasih, terima kasih. Biarlah masa lalu menjadi catatan sejarah. Tapi satu hal perlu dijelaskan - mungkin bagian dari biography saya kalau saja siapa tau bisa diterbitkan. Intinya saya "di pecat" dari TVRI intinya karena saya tidak pas dengan Pak Harmoko. Saya sering dianggap mbalelo dan menyaingi Pak Harmoko dalam popularitsa khususnya diantara teman2 Wartawan. Maklum waktu itu saya masih muda, dan seneng sekali di wawancara. Nah kepindahan saya ke TPI ada cerita lainnya. Alkisah tahun 1996, setelah empat tahun di "parkir" di Litbang Deppen R.I. saya merasa jenuh dan mau pindah ke kampus saja untuk sepenuhnya mengajar. Saya mengajukan permohonan ke Pak Mentri harmoko untuk diizinkan pindah ke Dikti atau kalau tidak yah status "cutiu diluar tanggungan" Pak Harmoko menolak dan menyuruh saya Pensiun Dini. Saya berang dan memutuskan untuk berhenti sebagai Pegawai Negri. Saya brenti dan cari pekerjaan di Stasiun TV. Karena ngajar penuh di UI harus Pegawai Negri. Alkisah berikutnya saya ditawari bekerja di Tiga Stasiun: AN TV, SCTV dan TPI. Saya minta advise ke Pak Prof. Sumitro Joyohadikusumo. Dia adalah pejabat yang selalu menolong saya. Prof Sumitro mengirim saya untuk sekolah TV di jerman tahun 1977 - 1978, tatakala beliau Memperdag. Nasihat dia sangat bagus. "Kamu harus Pilih TPI, karena hanya Mbak Tutut yang bisa memberi perlindungan kamu dari Harmoko. Kalau tidak dimanapun kamu bekerja akan di kejar Harmoko. Kamu menjadi liability bukan asset buat Stasiun TV itu. Saya masih nggak sreg. Dan bertanya ke Prof Dr. Yuwono Sudarsono yang waktu itu Promotor Program S3 saya. Jawaban Prof. Yuwono lebih masuk akal. "Sebaiknya Mas Is kerja di TPI. Karena TPI itu adalah Televisi Pendidikan." . "Mas Is bisa berbuat lebih banyak disana - mengingat pengalaman Mas Is yang lama di TVRI". Itulah alasan saya kemudian memilih TPI, meski dengan tiga syarat yang saya sampaikan kepada Sdr. Tito Sulistiao yang waktu itu menjadi Managing Director TPI. Tiga syarat itu adalah: (1). Saya tidak boleh diganggu dalam kebijaksanaan Operasional TPI - khususnya oleh The Owner - dalam hal ini Mbak Tutut. (2). Saya hanya mau bekerja selama dua tahun. Setelah itu kita lihat lagi. Kalau berhasil - saya lanjut. Kalau gagal saya di berhentikan. (3). Saya di gaji yang cukup agar tidak korupsi. Dua syarat pertama segera di penuhi. Syarat ketiga menunggu tiga hari - karena saya harus konsultasi dengan Istri saya dulu tentang APBN Keluarga kami hehehehe. Akhirnya saya kerja di TPI dan Alhamdullilah saya bekerja di TPI dan merasa bahagia karena kembali ke dunia saya lagi setelah dipaksa meninggalkannya oleh Mentri Penrangan selama empat tahun. Hehehehe. Mbak Tutut dalam hal ini adalah seorang Bos yang baik hati. Tidak pernah campur tangan dalam content dan proses produksi - sampai saya meninggalkan TPI dua tahun kemudian - seperti yang saya janjikan. Itulah bagian kecil dari perjalanan saya. Lumayan menarik kan. Tapi biarlah itu menjadi bagian dari sejarah saja. Suapaya menjelaskan berbagai pertanyaan yang meng ganggu.. Salam, Ishadi S.K. -----Original Message----- From: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Suhaimi Sent: Monday, May 05, 2008 7:42 AM To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Subject: Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Re: Selamat Ultah Pak Ishadi SK ;-)
Mas Anton, Cerita lain tentang sosok Pak.IS, mudah-mudahan beliau berkenan berbagi cerita di forum ini, tapi sebelumnya Met Ultah Pak.IS semoga sukses selalu, amiin. Paman luar saya (alm.HM.Ahadin), mantan ketum GPBSI (gabungan pengusaha bioskop seluruh Indonesia) pernah cerita tentang Pak.IS (saat dilengserkan dari Dirjen RTF), konon katanya gara-gara beliau menolak meminjamkan peralatan TVRI pada TPI, pada hal waktu beliau menjabat Dirut TVRI beliau turut membidani sekaligus menyokong (teknis+peralatan) dari TVRI pada TPI yg sebenarnya hanya modal dengkul. Kata (alm) paman saya penolakan beliau itulah yang membuat berang Mbak.TT. Tapi yang membuat saya bingung entah sekian tahun (mungkin puluhan tahun kale ya...he he he) kemudian malah menjadi Dirut TPI itu sendiri ??? ambo jadi bingung sendiri euy ! Salam hangat, Suhaimi