Ruwet banget jalan critanya... Yang pasti jangan sampai merugikan pelanggan 
dong... Memang pepatah terbukti juga, kalau gajah2 lagi berantem, semut mati 
keinjek2 :)

Eric Soesilo
[EMAIL PROTECTED]

Sent from my BlackBerry�
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: Ade Armando <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Sun, 17 Aug 2008 05:44:13 

Subject: [Forum Pembaca KOMPAS] soal liga inggris, astro, aora, dst


Berikut, tulisan saya soal huru-hara Liga Inggris
�
�
HURU-HARA LIGA INGGRIS, ASTRO, AORA TV DST
�
�
Perkembangan mutakhir hak siar liga premier sepakbola Inggris (English Premiere 
League, EPL)� dan kiprah Astro Malaysia di Indonesia memasuki babak yang 
semakin buruk. Sekarang ini, bukan saja masyarakat luas yang dilecehkan, tapi 
keseluruhan sistem penyiaran Indonesia pun dijadikan bulan-bulanan.
�
Celakanya, Komisi Penyiaran Indonesia dan� Depkominfo termangu bodoh di pojok 
sana.
�
Saat ini, mereka yang sudah membayar 200 ribu rupiah per bulan untuk 
berlangganan Astro pun sudah tidak bisa lagi menikmati siaran EPL. Penyebabnya 
sederhana: Astro berseteru dengan Direct Vision yang selama ini menjadi 
operator TV yang membawa isi siaran yang dibawa Astro ke Indonesia. Astro 
menyatakan menarik diri dari kerjasamanya dengan Direct Vision, dan dengan 
tenangnya mereka melenggang keluar.
�
Namun, itu tak berarti EPL akan hilang sama sekali dari layar televisi 
Indonesia. Astro sudah akan pindah dari Direct Vision ke sebuah operator tv 
berlangganan baru, AORA TV yang sejak awal Agusus ini sudah beroperasi. Hanya 
saja, untuk sementara migrasi ini masih berada pada tahap awal, sehingga 
segenap tayangan Astro secara lengkap diperkirakan bisa disajikan di AORA baru 
pada awal 2009 nanti.
�
Ini tentu menimbulkan banyak masalah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sudah 
bersuara keras tentang hak pelanggan Direct Vision. Direct Vision sendiri pasti 
sedang kelimpungan kehilangan pelanggan besar-besaran sekaligus mencari pengisi 
isi siaran alternatif selepas perginya Astro. Migrasi pelanggan dari Direct ke 
AORA juga pasti melibatkan� birokrasi dan dana yang besar. 
�
Bagi banyak orang, segenap kekacauan ini sudah bisa diantisipasi terjadi karena 
memang tak ada aturan yang jelas ditetapkan oleh KPI dan Depkominfo mengenai 
industri televisi berlangganan di Indonesia. Industri televisi berlangganan 
kita dibiarkan berantakan. Dan contoh terbaik dari kekacauan ini adalah soal 
Astro TV.
�
KEKACAUAN DEMI KEKACAUAN
�
Astro, tentu semua tahu, datang dari Malaysia. Di negaranya sendiri, mereka 
adalah pemain tunggal. Dengan posisinya yang monopolistis itu, Astro bisa 
mempenetrasi 60 persen rumah tangga di Malaysia.
�
Dalam rangka memperbesar diri, Astro kemudian merambah ke Indonesia yang 
tingkat penterasi televisi berbayarnya masih sangat rendah. Untung bagi Astro, 
kebijakan di Indonesia sangat longgar. Tak ada pembatasan jumlah pemain 
televisi berbayar di negara ini.
�
Satu-satunya pembatasan di Indonesia yang menghambat ekspansi Astro ke 
Indonesia adalah ketetapan UU Penyiaran mengenai modal asing. UU Penyiaran kita 
tak mengizinkan pemain asing masuk begitu saja. UU menyatakan bahwa saham asing 
di lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia adalah maksimal 20 persen. 
Karena itulah Astro masuk ke Indonesia pada 2005, melalui Direct Vision yang 
adalah anak perusahaan grup Lippo.
�
Masalah berikutnya adalah soal satelit siaran. Astro sejak awal membawa 
siarannya dari Malaysia melalui satelit Malaysia, �Measat-2,� yang 
sebenarnya tak memiliki apa yang disebut sebagai �hak labuh� (landing 
right) di Indonesia. �Saat itu hanya satelit milik Indonesia yang memiliki 
hak labuh di Indonesia.
�
Tapi, hambatan itu tak menghentikan langkah Astro. Perusahaan ini memang 
memiliki kedekatan dengan para petinggi Malaysia. Hubungan antar pemerintah pun 
dilakukan. Hasilnya, pemerintah Indonesia mengizinkan siaran Astro dipancarkan 
ke Indonesia melalui MEASAT-2. Untuk menyenangkan hati para pemain di 
Indonesia, dalam kesepakatan itu dikatakan bahwa kedua negara menerapkan asas 
resiprokal (timbal-balik). Implikasinya, satelit Indonesia pun seharusnya 
memiliki hak labuh d Malaysia.
�
Sekadar catatan, prinsip resiprokal ini jadi tak berarti karena pada saat yang 
sama, pemerintah Malaysia tak mencabut ketetapan tentang monopoli Astro dalam 
industri pay-tv di Malaysia. Akibatnya, walaupun �satelit Indonesia dapat 
memancarkan siaran ke Malaysia, itu tak dapat digunakan untuk kepentingan 
bisnis televisi berbayar di luar Astro. Padahal semula diharapkan dengan 
disepakatinya prinsip tersebut,� operator pay-tv Indonesia seperti Indovision 
bisa juga berbisnis memasuki pasar Malaysia. Tapi itu semua gagal diwujudkan 
karena, seperti biasa, pemerintah Indonesia begitu mudah dikadali. 
�
Setelah Astro resmi beroperasi di Indonesia, masalah demi masalah muncul. Astro 
tahu tak mudah menembus pasar Indonesia. Karena itu, �tujuan menghalalkan 
cara�. Mereka tahu kuncinya adalah memaksa penonton Indonesia untuk berpindah 
dari operator pay- tv yang ada serta memaksa mereka yang sebelumnya tidak 
berlangganan pay-tv untuk mulai berlangganan pay-tv. Kuncinya adalah: monopoli 
siaran!
�
Karena itulah sejak 2007 , mereka memegang monopoli hak siar EPL, sehingga 
pertandingan-pertandingan liga sepakbola terpopuler itu tak bisa lagi 
disaksikan melalui� operator televisi berbayar lain dan juga tak bisa 
disaksikan oleh penonton televisi free-to-air. Strategi itu itu ternyata 
lumayan sukses. Dikabarkan, Dircet Vision hanya dalam satu tahun bisa 
memperoleh 60-80 ribu pelanggan. Masih jauh dari harapan Astro yang 
mentargetkan bisa memperoleh satu juta pelanggan, tapi bisa disebut sebagai 
kesuksesan terbesar dibandingkan pay-tv yang lain.
�
Tapi rupanya, Astro belum cukup puas dengan itu. Kabarnya, Astro� sebenarnya 
berharap bisa membeli 20 persen saham Direct Vision. Tapi kenyataannya sampai 
tahun ini, rencana itu tak kesampaian. Apapun persoalannya, Astro tahun ini 
pecah kongsi dengan Direct Vision. 
�
Namun, itu tentu bukan keputusan yang dibuat mendadak. Begitu Astro putus 
hubungan dengan Direct Vision, hadir operator televisi berbayar baru: PT Karya 
Megah Adijaya (KMA)-perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki keluarga Rini 
Mariani Soemarno. KMA ini yang menjadi mitra baru Astro.
�
Brand yang digunakan KMA adalah Aora. Nama itu bisa disebut sebagai akronim 
Astro Nusantara. Aora TV juga akan menggunakan satelit Malaysia, MEASAT-3 yang 
menggunakan frekuensi KU-Band. Apakah MEASAT-3 sudah memiliki hak labuh di 
Indonesia? Tak jelas benar. Tapi siapa peduli?
�
Meloncatnya Astro dari Direct ke KMA tentu hal serius dipandang dari kebutuhan 
membangun industri yang sehat. Tapi nampaknya, tak akan ada kebijakan apapun� 
dikeluarkan oleh KPI dan Depkominfo. Akibatnya, perpindahan Astro berjalan 
mulus. 
�
Menarik juga untuk mencatat bahwa pihak KMA adalah lembaga penyiaran 
berlangganan pertama di Indonesia yang memperoleh izin penyiaran tetap dari 
Depkominfo pada 31 Juli lalu. Mereka memeprolehnya sementara operator pay-tv 
lain � seperti Telkom Vision atau Indovision � masih menunggu proses 
penyelesaian izin dari KPI.
�
Barangkali ini ada kaitannya pula dengan siapa yang berada di belakang KMA. 
��Rini Soemarno dulu �dikenal sebagai Rini Suwandi, mantan menteri 
perdagangan era Megawati. Inevastasi awal KMA, menurut tabloid Kontan, baru Rp 
40 miliar.Tapi mereka juga mengaku bahwa akan ada kucuran dana sampai Rp 450 
miliar. Uang siapa? Bisa jadi, keluarga Soemarno. Tapi tolong catat satu hal: 
Presiden Direktur KMA adalah Ongki Sumarno, yang dulunya adalah Presiden 
Dikrektur salah satu anak perusahaan� Humpuss, grup bisnis milik Tommy 
Soeharto. Nah!
�
Keluarga Soemarno menguasai 95 persen saham KMA, sementara lima persennya lagi 
dimiliki bersama oleh sejumlah orang penting Golkar, termasuk � kabarnya 
--� Solihin Kalla, salah seorang putra Jusuf Kalla. Nah. Lagi!
�
SKANDAL EPL DI INDONESIA
�
Cerita hak siar EPL di Indonesia tahun ini juga tak kalah memalukannya. 
�
Pihak yang menguasai hak siar EPL di Asia adalah ESS, yang merupakan kerjasama 
dua raksasa kanal olahraga berbayar di dunia: ESPN dan Star Sports. Sebelum 
masuknya Astro ke Indonesia, televisi free-to-air di Indonesia berhubungan 
dengan ESS untuk memperoleh hak siar EPL di Indonesia.� Sementara pelanggan 
pay-tv di Indonesia� menyaksikan EPL di dua channel: ESPN dan Star Sports. 
�
Ini semua berubah tahun lalu, ketika Astro All Asia Network (induk Astro) 
�menyabet hak siar EPL di tiga negara: Malaysia, Indonesia dan Brunei.
�
Manuver Astro memang mengejutkan. Mereka membayar ESS 60 juta dolar untuk tiga 
musim EPL (dari 2007-2008 sampai 2009-2010) untuk memperoleh hak siar tiga 
negara sekaligus. Tapi mereka jelas bukan sekadar menghambur-hamburkan uang. 
Kalau diperinci menjadi per negara, Astro sebenarnya �hanya� membayar 20 
juta dolar AS untuk hak siar EPL di masing-masing negara selama tiga musim, 
atau� kurang dari 7 juta dolar AS per negara pada satu musim.
�
Manuver Astro mengacaukan pasar dalam negeri Indonesia. Sebelum Astro, 
pertarungan terjadi antar pemain di Indonesia untuk memperoleh hak siar di 
Indonesia saja. Misalnya saja, pada 2005-2006, TV7 membayar 4,4 juta dolar AS 
untuk satu musim EPL. Para stasiun televisi lokal ini tentu saja tak tertarik 
untuk bertarung memperebutkan hak siar tiga negara seperti yang dilakukan Astro.
�
Karena itulah, tahun lalu, Astro berjaya dengan hak siar eksklusifnya atas EPL 
di Indonesia. Dengan hak itu, Astro berhak meminta ESPN dan Star Sport untuk 
tidak menyiarkan satupun pertandingan liga Inggris melalui pay-tv di luar 
Astro. 
�
Tapi� tahun lalu para operator televisi berbayar lain memprotes karena hak 
siar itu tidak pernah ditawarkan pada para pemain di Indonesia. Praktek itu 
dianggap tidak adil. Tahun ini, rupanya kecaman itu berusaha diredam dengan 
paktek akal-akalan yang sama sekali memalukan.
�
Sebelum EPL dimulai tahun ini, pihak ESS dan Astro tiba-tiba saja menawarkan 
hak siar EPL untuk musim 2008-9 dengan nilai fantastis: 25 juta dolar AS! Ini 
angka gila sebenarnya. Lebih gila lagi, mereka hanya menyediakan waktu empat 
hari bagi para operator televisi berbayar di Indonesia untuk menjawab tawaran. 
Jadi tawaran diajukan pada 8 Agustus, dan pihak yang tertarik diminta 
mengajukan kesediaan pada 11 Agustus, yang kemudian diralat menjadi 12 Agustus 
pagi. Bahkan dengan tambahan catatan, bila memang bersedia membeli, pihak yang 
tertarik sudah harus membayar uang muka pada 14 Agustus 2008.
�
Tanggal 8 Agustus adalah hari Jumat, sementara 12 Agustus adalah Selasa. Jadi 
bisa dibayangkan, para pengambil keputusan di empat televisi berbayar Indonesia 
harus mengambil keputusan sangat cepat hanya dalam waku empat hari, yang dua 
hari di antaranya adalah weekend!
�
Tapi yang tak dibayangkan Astro adalah, manuver itu ternyata justru membuat 
para operator televisi berbayar Indonesia bersatu. Empat operator pay-tv 
Indoensia (Indovision, First media, Telkom Vision, dan IM2) memutusan untuk� 
membentuk semacam �konsorsium� untuk menjawab tawaran ESS-Astro itu. Mereka 
bersama-sama menjawab bahwa mereka tertarik untuk� membeli hak siar tersebut 
dengan harga yang ditawarkan, dengan rencana bahwa mereka kemudian akan berbagi 
siaran selama sau tahun. Semangatnya adalah, pokoknya bukan Astro!
�
Melihat akal-akalan mereka berantakan, ESS kemudian mengumumkan �bahwa 
tawaran itu dibatalkan mengingat �sudah ada tawaran pihak lain yang lebih 
menarik�. Tak ada penjelasan apa-apa mengenai siapa pihak lain itu. Tapi, 
tentu saja, siapapun tahu yang akan memperoleh hak siar EPL itu adalah Aora TV. 
Di Wikipedia saja, sudah ada entri Aora TV, yang di dalamnya termuat penjelasan 
bahwa �Aora TV berhasil memperoleh hak siar Liga Utama Inggris di Indonesia 
untuk musim 2008-2009 yang semula dimiliki oleh Astro Nusantara�.
�
Apa yang terjadi itu menjelaskan betapa berantakannya sistem penyiaran kita. 
Semua berlangsung dengan �diketahui Depkominfo dan juga KPI. Tak ada satupun 
yang berbuat apa-apa. Tak ada regulasi. Tak ada intervensi. Kompetisi 
dipersilakan berlangsung sebabas-bebasnya. Tak ada kepedulian pada kepentingan 
publik. Tak ada kepedulian pada kepentingan industri nasional yang sehat.
�
Sekadar catatan, Singapura menolak kehadiran pemain asing dalam televisi 
berbayar mereka. Sekadar catatan pula, di Inggris sendiri, tak boleh ada 
monopoli siaran EPL. Di sana yang menyiarkan EPL adalah televisi berbayar 
Sky-Tv dan televisi publik free-to-air, BBC. 
�
Menurut saya, sudah saatnya negara (dalam hal ini Depkominfo dan KPI) 
mengintervensi persoalan EPL. Kalau tidak, kita akan menjadi bulan-bulanan 
bisnis televisi dan olahraga internasional yang dengan seenak-enaknya menghisap 
kekayaan kita, seraya mengahancurkan industri pertelevisian di dalam negeri.
�
Kalau perlu negara turut campur dan mewakili stasiun-stasiun televisi dan 
operator televisi berbayar untuk berhadapan dengan industri asing. Kalau tidak, 
kita benar-benar akan jadi bulan-bulanan.� Harga hak siar Liga Inggris pada 
2003, cuma 1,2 juta dolar AS untuk 62 pertandingan. Dua tahun berikutnya sudah 
melonjak menjadi 4,4 juta dolar AS. Kalau sekarang ESS berani mematok harga 25 
juta dolar AS, itu menunjukkan betapa mudahnya kita dianggap dapat diadu-domba 
oleh konglomerat industri media internasional.

------------------------------------

=====================================================
Pojok Milis Forum Pembaca KOMPAS :

1.Milis FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS
2.Topik bahasan disarankan bersumber dari KOMPAS dan KOMPAS On-Line (KCM)
3.Moderator berhak mengedit/menolak E-mail sebelum diteruskan ke anggota
4.Moderator E-mail: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
5.Untuk bergabung: [EMAIL PROTECTED]

KOMPAS LINTAS GENERASI
=====================================================
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke