Rasanya sudah 'bosen' ikutan mengawal RUU kontroversial ini sejak pertama
kali dikeluarkan.
Pernah bersama-sama teman2 yang tergabung dalam ANBTI beberapa kali bertemu
Pansus, bahkan sempat protes ke Fraksi Partai Demokrat karena 'kelakuan'
Balkan Kaplale yang tidak 'nyambung' dengan aspirasi teman2 ANBTI kala itu.
Franky Sahilatua sambil bercanda bilang, seharusnya Lambang Negara, Burung
Garuda, jangan nengok 'kekanan' tetapi menatap tajam lurus kearah depan.
Beeberapa kali mengadakan demo bersama, dan juga konsolidasi dengan teman2
aktivis di daerah-daerah seluruh Indonesia.
Sama halnya dengan RUU Adminduk, beberapa kali bersama-sama teman2
Pengahayat dan Masyarakat Adat datang ke Komisi II DPRRI....
Hasilnya kitu2 wae :(
Tuntutan untuk menghapus kolom agama bagai angin sepoi berlalu gak terasa,
dicuekin...
Seorang Dirjen dari Depdagri mengatakan tidak gampang untuk menghilangkan
suatu kolom di KTP.
Waktu itu spontan saya keluarkan KTP DKI Jakarta yang baru selelsai dibuat,
kini kolom status perkawinan dihilangkan, juga saya minta teman2 yang ber
KTP Depok atau Bogor untuk menunjukkan KTP masing2 yang ternyata sudah tidak
menyertakan kolom agama. Sang Dirjen gak komentar apa2.
Kasihan teman2 Penghayat dan Masyarakat Adat, mereka 'dibolehkan' mengisi
kolom agama dengan tanda "-" (tanpa ").
Ahh... cape...
Salam, Mubarik

On Wed, Sep 17, 2008 at 2:21 PM, Ade Armando <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> (Ini tulisan ulangan dari tulisan sebelumnya yang banyak terpotong)
>
> Beberapa hari ini tersiar kabar bahwa UU Pornografi akan disahkan. Ada
> media yang memberitakan bahwa ketok palu akan dilakukan pada 25 September
> ini. Dengan segera sejumlah suara penolakan sudah terdengar.
>
> Argumen yang mendasari penolakan lazimnya terentang pada sejumlah isu
> klasik: bahwa RUU ini anti kebebasan berkespresi, bahwa RUU ini memuat
> kekerasan terhadap perempuan, bahwa RUU ini bertendensi mengkriminalkan
> pihak yang sebenarnya menjadi korban pornografi. Ada pula penolakan dengan
> argumen bahwa RUU ini bertentangan dengan integritas nasional dan
> kebhinekaan.
>
> Saya kuatir sebagian besar penolak ini tak pernah membaca RUU. Yang masih
> digunakan sebagai bacaan mereka mungkin adalah RUU dalam versi aslinya yang
> dikeluarkan tahun 2006 lalu. Dalam versi lama itu memang ada banyak isi yang
> sangat mengganggu. Judulnya saja aneh: RUU Pornografi dan Pornoaksi, padahal
> istilah "pornoaksi" itu adalah semata-mata karangan orang Indonesia yang
> maknanya tak jelas.
>
> Di dalam RUU yang dulu ramai didemo itu, ada banyak aturan mungkin
> maksudnya baik tapi jadinya berlebihan. Yang diatur bukan cuma soal
> pronografi, tapi juga cara berpakaian dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
> ada larangan bagi perempuan untuk memperlihatkan bagian tubuh yang dapat
> menimbulkan gairah seksual, termasuk  payudara. Ini jadi soal karena masak
> semua perempuan di negara ini harus berpakaian serba tertutup di ruang
> publik dengan mengabaikan keragaman budaya yang ada? Dan ini bukan cuma soal
> Islam versus non-Islam. Bukankah kebaya di Jawa Barat – yang penduduknya
> mayoritas muslim -- lazim memerlihatkan sebagian (kecil)  dada itu? Lantas
> pula, RUU ini memuat ancaman sanksi yang luar biasa menggelikan: dihukum di
> pulau terpencil!
>
> Yang perlu diketahui setelah itu, perjalanan RUU ini sudah sangat panjang
> dan isinya sudah berbeda jauh dari versi awal tersebut. Salah satu pihak
> yang paling aktif memberikan masukan dalam penulisan ulang RUU tersebut
> adalah Kementrian Pemberdayaan dan Perempuan dengan dibantu oleh sejumlah
> LSM. Semangat yang dibawa oleh KPP adalah semangat mencari titik temu.
> Masyarakat jelas harus dilindungi dari efek negatif pornografi tapi pada
> saat yang sama keragaman cara pandang soal pornografi itu harus dihormati.
>
> RUU yang sedang dalam proses menuju pengesahan di DPR itu  -- yang pasti
> tidak mungkin disahkan pada 25 September -- sudah mengalami banyak
> perbaikan, sehingga segenap tuduhan yang dilontarkan mereka yang masih
> menolak UU ini sekarang justru terasa tidak berdasar.
>
> Salah satu hal terpenting adalah bahwa RUU ini membagi dua jenis
> pornografi: pornografi yang sama sekali ditolak dan yang diizinkan dengan
> syarat-syarat.
>
> Yang jelas-jelas dilarang untuk didanai, produksi, diperdagangkan,
> disebarluaskan, dikoleksi adalah pornografi jenis hardcore, yang di dalamnya
> mengandung muata adegan-adegan semacam : persenggamaan, kekerasan seksual,
> adegan masturbasi, alat kelamin, ketelanjangan, serta layanan seksual
> (semacam party-line). Yang juga dilarang adalah pertunjukan adegan seks di
> muka umum.
>
> Dengan begitu, yang jelas akan dilarang adalah semacam DVD porno atau situs
> porno atau komik-komik porno dan penyebaran rekaman adegan porno melalui
> ponsel dst. Sementara berbagai media cetak, seperti FHM, Popular, Playboy,
> sebenarnya tidak akan sepenuhnya dilarang. Dalam RUU ini dikatakan, terhadap
> pornografi kelas soft ini akan ada peraturan lebih lanjut.
>
> Bisa dibilang isi RUU ini justru lebih rileks dibandingkan KUHP misalnya.
> Bila menggunakan KUHP, sebuah media yang dianggap isinya "melanggar
> kesusilaan" sudah dapat dikenakan ancaman pidana. Dalam RUU ini, materi
> pornografis baru bisa dipidanakan bila materi itu memang masuk dalam
> kategori "hard core". Jadi Inul misalnya tak usah kuatir dengan RUU ini
> kecuali ia bertelanjang di panggung. Walau bagaimanapun, bila ia hendak
> manggung, ia harus mengikuti sejumlah persyaratan yang akan ditetapkan oleh
> peraturan pelaksanaan UU.
>
> Bahkan ada pasal yang menyatakan bahwa pembuatan dan penyebarluasan materi
> seks – kecuali yang memang terlarang --  dapat dilakukan untuk kepentingan
> dan memiliki nilai: seni dan budaya; adat istiadat dan ritual tradisional.
>
> Yang terkena ancaman terentang dari pemodal, produser, pembuat, penjual
> sampai model yangdengan sukarela berperan sebagai model pornografi. Ancaman
> buat produsen, pembuat distribusi dan penjual  mencapai  maksimal 12 tahun
> dengan denda minimal 500 juta dan maksimal 5 miliar rupiah.
>
> Ada pula ketetapan yang ditujukan khusus untuk memerangi pornografi anak.
> Ancaman bagi mereka yang melibatkan anak dalam pornografi adalah lebih besar
> 1/3 dari maksimum ancaman pidana pornografi biasa. Mereka yang mengajak,
> membujuk, memaksa anak untuk terlibat dalam produk pornografis juga diancam
> dengan denda maksimal 30 miliar rupiah.
>
> Dalam RUU versi mutakhir ini sudah tidak ada lagi aturan mengenai cara
> berpakaian misalnya. Juga tidak ada aturan soal pelarangan adegan cium dalam
> film, sebagaimana yang dilansir sebuah media
>
> Tentu belum sepenuhnya isi RUU ini sempurna, tapi kelemahan-kelemahan yang
> ada rasanya tidak sedemikian mendasar sehingga menjadikan RUU ini perlu
> ditolak. Karena itu daripada bersikap "pokoknya tolak", alangkah lebih baik
> bila kita memilih membaca, menganalisis dan membicarakan isi RUU tersebut
> secara serius dan membantu DPR agar produk akhirnya nanti bisa memuaskan
> secara optimal.

------------------------------------

=====================================================
Pojok Milis Forum Pembaca KOMPAS :

1.Milis FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS
2.Topik bahasan disarankan bersumber dari KOMPAS dan KOMPAS On-Line (KCM)
3.Moderator berhak mengedit/menolak E-mail sebelum diteruskan ke anggota
4.Moderator E-mail: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
5.Untuk bergabung: [EMAIL PROTECTED]

KOMPAS LINTAS GENERASI
=====================================================
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke