Betul sekali bang, malah mungkin para intel yang mau bertindak juga dihalangi 
oleh anggota DPR yang dapet komisi dari Singapore.
Hidup golput. Salut pada Bang Harahap yang masih perduli dengan bangsa ini dan 
berpikir logis.

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Mula Harahap" <mulahara...@...> 
wrote:
>
> Kita sebagai bangsa dan negara memang tidak perduli dengan urusan menjaring 
> dan memupuk putera-puteri kita yang jenius itu. Bagi kita uang ratusan 
> triliun yang tersedia ini lebih baiklah dipakai untuk menyelenggarakan 
> berbagai pemilihan Gubernur, DPRD Propinsi, Bupati/Walikota dan DPRD 
> Kabupaten/Kota. (Tahukah kita berapa uang yang dihabiskan untuk memilih 
> gubernur/wakil gubernur Jawa Timur baru-baru ini? Hampir satu triliun 
> rupiah!).
>
> Bagi kita uang yang ada itu itu juga lebih baiklah dipakai untuk menggaji 
> para penyelenggara negara yang jumlahnya terus bertambah disebabkan oleh 
> pemekaran daerah. Kita punya 33 propinsi dan 500-an kabupaten/kota. 
> Masing-masing DPRD minimal punya 45 anggota. Kalau setiap anggota DPRD 
> dibayar Rp. 10 juta sebulan (dan itu belum termasuk berbagai fasilitas lain), 
> berapa pula uang yang harus dihabiskan untuk itu?
>
> Kita punya ratusan komisi/lembaga negara yang terus bertambah sejalan dengan 
> munculnya undang-undang baru. (Entah kenapa, setiap kali muncul  
> undang-undang, selalu pula muncul perintah untuk membentuk komisi/lembaga 
> untuk mengawasi hal-hal tak jelas yang diatur oleh undang-undang itu). Berapa 
> pula uang yang harus dihabiskan untuk membayar honor anggota komisi/lembaga 
> negara itu? (Dan ujung-ujungnya anggota komisi itu juga hanya korupsi saja, 
> seperti yang terjadi pada anggota Komisi Yudisial dan Komisi Persaingan 
> Usaha).
>
> Jangan lupa kita juga masih harus membiayai DPR, DPRD dan Birokrasi (Pusat 
> atau Daerah) yang selalu punya kecenderungan untuk bermewah-mewah tapi tak 
> pernah bekerja secara efisien dan efektif. (Berapa pula biaya yang akan 
> dihabiskan untuk merenovasi Gedung DPR dan membangun Gedung DPD?).
>
> Saya bukan menentang demokrasi. Tapi kalau uang negara terlalu banyak dipakai 
> untuk membiayai "what so called" para pendekar demokrasi yang ngawur itu, dan 
> kita cenderung mengabaikan pendidikan di sekolah-sekolah dan perguruan 
> tinggi, maka pada ujungnya yang tercipta hanyalah orang-orang tolol. Dan tak 
> bisa saya bayangkan bagaimana nasib demokrasi yang dijalankan oleh 
> orang-orang tolol.
>
> Negara dan bangsa ini memang sangat ironis. Kita menghabiskan uang sedemikian 
> besar untuk urusan politik dan "what so called demokrasi". Sementara itu 
> lembaga-lembaga riset dan perguruan tinggi negeri kita suruh mencari biayanya 
> sendiri. Kita sibuk membiayai para politisi yang bermental pencuri, sementara 
> anak-anak jenius dan berbakat kita suruh mencari beasiswa sendiri ke 
> Singapura seperti yang dikisahkan dalam postingan di bawah.
>
> Dan pikiran di atas itu jugalah yang membuat saya tiba pada kesimpulan: Perlu 
> ada gerakan besar-besaran Golput pada pemilu mendatang. Demokrasi yang sudah 
> kebablasan dan ngawur ini perlu dibongkar. Dan cara membongkarnya bukan lagi 
> dengan berkata-kata, tapi dengan diam dan tidak memilih apa-apa.
>
> Horas,
>
> Mula Harahap

Kirim email ke