Demokrasi itu real selama masih ada SBY, JK, Gus Dur, Megawati, Habibie, Wiranto, Prabowo, Hidayat Nurwahid dan siapa saja. Kalau tak percaya mereka benar-benar ada, berarti semuanya cuma tokoh fiktif! Saya percaya selama ini Indonesia dipimpin tokoh fiktif, itulah sebabnya disebut demokrasi!
________________________________ From: subagyo sh <cakba...@yahoo.co.id> To: forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com; Media Jatim <media-ja...@yahoogroups.com>; media-jaka...@yahoogroups.com; persindone...@yahoogroups.com; bencananeg...@yahoogroups.com; kkn watch <kkn-wa...@yahoogroups.com>; ghufron <ghufron_h...@yahoo.co.id>; ghufron OfficeBox <ghufron_h...@yahoo.com> Sent: Thursday, March 26, 2009 8:22:54 PM Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Demokrasi Itu Fiktif Demokrasi Itu Fiktif Orang Indonesia punya istilah “rakyat Indonesia” untuk mnggambarkan warga negara. Rakyat dalam istilah Inggrisnya adalah “citizenry” atau “populace” atau “people”. Tentu kita boleh bertanya dengan pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah setiap orang itu bisa disebut rakyat? 2. Apakah untuk menjadi rakyat itu ada persyaratannya? 3. Bagaimana kategori rakyat, dalam hubungannya dengan: apakah mungkin ada orang yang tinggal dalam suatu komunitas tidak diakui sebagai rakyat? Apakah setiap orang bisa disebut rakyat? “People” yang merupakan kosa kata Inggris itu dapat diterjemahkan sebagai “orang-orang” atau “rakyat”. Bahasa Indonesia yang miskin kosa kata tidak mempunyai padanan kata “rakyat”. Bahasa Jawa yang asli tidak mengenal istilah rakyat. Untuk menggambarkan orang yang menjadi bagian dari warga negara disebut sebagai “kawula” (bacanya: kawulo). Kawula berasal dari kata “kula” (bacanya: kulo), yang artinya “saya.” Atinya, “kawula” adalah “pribadi”. Pribadi adalah orang. Dalam pengertian lain, berlatar belakang feodalisme, kata “kawula” bisa mempunyai pengertian “orang yang tidak merdeka” atau merupakan subordinasi atau bawahan. Misalnya, seseorang yang sedang bekerja kepada seseorang untuk sekaligus menuntut ilmu disebut sebagai “ngawula” atau “ngenger” atau “hidup menumpang”. Dalam keadaan ngawula maka orang tersebut harus tunduk kepada aturan yang ditetapkan oleh orang yang mempunyai rumah tersebut. Dalam keadaan tertentu maka “kawula” bisa menjadi istilah “abdi”. Ngawula bisa dikatakan ngabdi. Dengan menggunakan pendekatan istilah Inggris, yaitu: “people”, tampaknya setiap orang dimaksudkan sebagai yang dapat disebut “rakyat.” Istilah “rakyat” atau “citizenry” atau “kawula” sebenarnya baru muncul ketika ada kebutuhan politik untuk mendirikan sebuah negara. Dalam hukum internasional, rakyat adalah salah satu unsur wajib bagi eksistensi negara. Sebelum ada negara, orang yang hidup dalam suatu komunitas sosial baru disebut sebagai “warga anggota komunitas” (citizen). Jika kita telusuri sejarah berdirinya suatu negara yang elitis, baik didahului kehendak “orang kuat” yang menjadi raja, sultan, atau kaisar untuk mendirikan negara monarki, maupun didahului oleh kelompok intelektual dengan maksud mendirikan negara republik, maka kebanyakan seseorang menjadi rakyat bukahlah kehendak dirinya sendiri, tapi melalui jalan klaim oleh kekuatan elit. Dalam sebuah negara berkonstitusi, rakyat adalah klaim dari kekuatan politik dominan yang merumuskan konstitusi, yang sama sekali tidak pernah memperoleh kuasa dan mandat dari anggota warga komunitas yang wilayahnya dijadikan bangunan bernama “negara”.. Berdirinya Indonesia misalnya, berangkat dari sejarah ‘inisiatif elit’ yang tidak melalui musyawarah dengan rakyat yang ada di tingkat-tingkat bawah. Gagasan negara Indonesia muncul dari kalangan intelektual dari berbagai daerah Indonesia yang berkumpul, seolah-olah mereka telah memperoleh kuasa atau mewakili masyarakat dari masing-masing daerah, padahal yang mereka lakukan hanyalah “mengaku” mewakili (representasi fiktif). Maka: apakah setiap orang dapat disebut rakyat, jawabannya: scara politik “iya”, tapi secara kemandirian sebagai manusia kita mempunyai kebebasan untuk menjawab “tidak” jika memang tidak mau mengakui negara yang didirikan. Sikap “tidak mengakui negara yang didirikan” juga sebagai sikap merdeka pada setiap manusia. Seseorang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu bukanlah atas pemberian negara, tapi karena secara alamiah – atau dalam konteks agama adalah ditentukan Tuhan - dilahirkan di wilayah itu, sehingga negara yang mewilayahi tempat seseorang lahir dan hidup tersebut “tidak berhak” untuk memaksa agar orang tersebut menjadi rakyat di situ. Selanjutnya, apakah untuk menjadi rakyat ada persyaratannya? Pada awal berdirinya suatu negara, rakyat adalah klaim penguasa atau kelompok elit yang menjadi pemimpin negara. Rakyat suatu negara ditentukan dengan undang-undang kewarganegaraan yang dibuat oleh elit yang tidak pernah memperoleh kuasa atau mandat dari para anggota warga komunitas sosial yang berada dalam wilayah negara yang dibentuk. Setelah klaim berdirinya negara dilakukan oleh elit tersebut maka undang-undang atau aturan tidak tertulis (titah raja) yang dibuat elit itu maka aturan itulah yang menentukan syarat seseorang dapat disebut rakyat negara ini (warga negara). Ada orang-orang yang tidak diakui sebagai rakyat karena soal asal kelahirannya dari bangsa lain. Di Indonesia contohnya berlaku aturan bahwa anak-anak yang dilahirkan di Indonesia dari orang tua (ayah dan ibu) orang asing maka tidak diakui sebagai rakyat Indonesia meski dapat diberikan izin tinggal untuk menjadi penduduk Indonesia. Anak yang dilahirkan oleh ibunya yang berkewarganegaraan Indonesia tetapi ayahnya orang asing, diberikan status dwi kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) menurut ayahnya hingga anak itu sampai umur 18 tahun diberikan opsi untuk memilih kewarganegaraan. Selain itu, eksistensi rakyat mempunyai ciri sebagai “pemilik kedaulatan negara”. Tetapi dalam praktiknya kedaulatan itu dilaksanakan dengan cara “dipaksa untuk diwakilkan” melalui jalan yang biasa disebut sebagai pemilihan umum. Pemaksaan itu melalui aturan undang-undang yang sejak awak berdirinya negara juga dibuat oleh elit, sedangkan sebagian besar tidak pernah paham apa itu isi aturan yang dibuat. Dalam keadaan seperti itu maka persyaratan tentang kedaulatan itu menjadi dilanggar, sebab dalam praktiknya rakyat kehilangan kedaulatan sehingga tidak memenuhi syarat lagi sebagai rakyat. Uraian di atas sekaligus menjawab pertanyaan ketiga, bahwa adakalanya seseorang yang hidup dalam sebuah negara tidak diakui sebagai rakyat negara tempat hidupnya itu karena terbentur oleh persyaratan yang ditetapkan dalam aturan undang-undang maupun karena titah monarki. Lalu bagaimana kaitannya dengan demokrasi? Demokrasi merupakan ajaran yang menyatakan pemerintahan oleh rakyat. Jika dilihat konteks “terbentuknya rakyat” dan cara-caranya maka sesungguhnya demokrasi adalah “omong kosong”. Demokrasi adalah wacana atau gagasan yang tidak pernah terlaksana sebab yang memerintah ternyata bukanlah rakyat. Eksistensi rakyat itu sendiri masih harus dipertanyakan dan diperdebatkan karena sifatnya yang masih semu, tidak diadakan dengan kesepakatan yang merdeka, tapi terbentuk melalui klaim sepihak dan dipaksa oleh aturan yang dibuat oleh elit politik yang kemudian kedaulatannya dirampas paksa dengan dalih hukum atau aturan yang dibuat elit. Maka hendaknya status quo pemikiran tentang rakyat dan demokrasi harus dibongkar dan ditelanjangi, sebab telah membohongi dan membodohkan manusia selama berabad-abad, menjadikan manusia gampang ditundukkan oleh politik yang korup. Demokrasi adalah istilah yang fiktif, yang dalam kenyataannya tidak ada. Seseorang tidak pernah nyata-nyata berdaulat dalam bangunan negara sehingga tidak memenuhi ciri sebagai rakyat. Pemerintahan dalam suatu negara pun tak pernah secara nyata dijalankan oleh rakyat sebab tak ada orang yang memenuhi ciri sebagai rakyat, lagipula yang telah terjadi adalah tidak pernah ada pemerintahan oleh rakyat. Jika bukan demokrasi lalu apa? Mari kita pikirkan bersama, atau setidak-tidaknya gagasan demokrasi itu dimurnikan dalam praktiknya. Tetapi jika terpaksa tidak bisa, mari kita cari jalan yang bisa, agar setiap anggota warga komunitas sosial tidak menjadi korban penipuan seperti yang telah terjadi selama berabad-abad. Surabaya, 25 Maret 2009 Berselancar lebih cepat dan lebih cerdas dengan Firefox 3 http://downloads. yahoo.com/ id/firefox/ [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]