http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/25/03410849/negara.belum.siap.sistem.kesejahteraan.sosial
Jakarta, Kompas - Pemerintah perlu merumuskan sistem jaminan sosial modern yang dapat diberlakukan bagi masyarakat yang sangat majemuk. Ikatan keindonesiaan kini haruslah berdasarkan dengan kesejahteraan dan keadilan. Padahal, sejauh ini negara belum siap dengan sistem kesejahteraan tersebut. Demikian terungkap lewat pidato berjudul Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan dalam pengukuhan Bambang Shergi Laksmono sebagai guru besar tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Rabu (24/6). Pada hari yang sama, Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi dengan pidato Komunikasi Antarbudaya dalam Konteks Globalisasi, Informatisasi dan Perubahan Budaya dan MA Yunita Triwardani Winarto yang membawakan pidato berjudul Merajut Beragam Benih Pengetahuan Menuju Kesejahteraan dikukuhkan sebagai guru besar di fakultas yang sama. Sidang pengukuhan tersebut dipimpin Rektor UI Gumilar Rusliwa Soemantri. Bambang Shergi yang juga Dekan FISIP UI menyampaikan, membangun kesejahteraan lewat sistem jaminan sosial, bantuan sosial dan beragam pelayanan sosial secara esensial membangun kapasitas manusia untuk berkarya secara berkelanjutan. "Sayangnya, kita merasa cukup hanya dengan modal alam saja untuk perekonomian, bukan modal kualitas manusia. Pembangunan kesejahteraan dan manusia kemudian jadi beban," ujarnya. Malu akui kapitalis Dia juga mengatakan perlunya menegaskan pilihan ideologi bangsa. Ideologi bangsa sedang dalam tarik-menarik antara kubu yang mengedepankan pasar dan yang berkeinginan mengembalikan peran negara sebagai penguasa kekayaan negara dan alam untuk didistribusikan kepada rakyat. Dalam kondisi saat ini, seharusnya diakui kerangka dan mekanisme pasar serta kapitalisme yang berlaku di masyarakat saat ini. "Persoalannya kita malu mengakui sehingga tidak bersiap dengan sistem kesejahteraan sosial yang memadai," ujarnya. Pemerintah juga masih diragukan perannya. Dia mencontohkan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program cash transfer sebagai mekanisme bantuan sosial yang efektif memang telah banyak dikenal. Namun, mengingat BLT dan PNPM digulirkan tepat pada saat menjelang pemilu legislatif April 2009 dan diberitakan bahwa program dibiayai dengan utang luar negeri, persoalannya menjadi berbeda. Kebijakan mengonversi subsidi barang melalui BBM menjadi subsidi orang melalui BLT dapat dilihat sebagai trik ampuh untuk instrumen politik karena dinilai lebih populis. (INE/MAM)