Title: Utusan Misi -- Edisi 06/Juni/2016
e-JEMMi Edisi 06/Juni/2016

Perjalanan Kabar Baik I -- Edisi 06/Juni/2016

DARI REDAKSI: PERJALANAN KABAR BAIK

Shalom,

Hidup sebagai seorang pengikut setia Kristus adalah hidup untuk melakukan perjalanan dan menyelesaikan misi Allah di bumi. Gereja yang setia adalah gereja yang terus mengerjakan misi Allah secara sungguh-sungguh. Misi yang tertuang dalam mandat Injil, yaitu pergi untuk mewartakan kabar baik kepada jiwa yang terhilang.

Dalam edisi bulan ini, redaksi e-JEMMi menyajikan sebuah artikel pendek berjudul "Berjalan 2 Mil". Kita juga akan mengenal tokoh misi, Henk Venema, yang telah mewartakan kabar baik di Papua melalui pergumulan budaya sehingga dapat menerjemahkan firman Tuhan ke dalam bahasa dan budaya mereka. Di akhir edisi, kita juga akan bersama berdoa untuk beberapa suku di Indonesia. Kiranya kita semua beroleh hati yang berkobar untuk membagikan kabar baik kepada lebih lagi banyak orang. Tuhan Yesus memberkati.

Ayub Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
Ayub T.
ARTIKEL: BERJALAN 2 MIL

"Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil."
(Matius 5:41)

Education

Ayat di atas merupakan bagian dari "Khotbah di Bukit". Pada masa itu, ada semacam peraturan yang tidak tertulis bahwa ketika para serdadu Romawi sedang melakukan perjalanan dalam rangka kepentingan negara, maka mereka berhak memerintahkan siapa saja yang mereka temui di jalan untuk membawa barang-barang mereka sejauh satu mil. Dan, orang-orang yang diperintahkan ini harus melakukannya, suka atau tidak suka, terima atau tidak terima. Bahkan, sering kali para serdadu Romawi ini memerintahkan dengan cara yang kasar serta tidak memedulikan apakah orang yang mereka perintahkan untuk membawa beban mereka juga memiliki beban sendiri.

Sabda ini agak sulit dicerna oleh orang Yahudi, yang saat itu dijajah bangsa Romawi. Sebagai orang jajahan, melihat serdadu Romawi saja mereka sudah tidak suka bahkan muak, apa lagi kalau dipaksa untuk membawa barang-barang mereka, itu sama saja membantu penjajah. Dengan demikian, perkataan Yesus ini menjadi suatu hal yang mustahil bagi mereka. Bagaimana bisa berjalan sejauh dua mil, sedangkan untuk menuntaskan yang satu mil saja rasanya enggan?

Ada dua persoalan besar yang dihadapi para pengikut Yesus berkaitan dengan perintah untuk berjalan dua mil ini, yaitu:

  1. Menuntaskan "mil" yang pertama.

    Bagi orang-orang ada masa itu, yang terbiasa bepergian dengan berjalan kaki, perjalanan sejauh satu mil (+ 1,6 km) tidaklah berat. Namun, perjalanan yang tidak jauh pun akan terasa berat dan menyiksa bila dilakukan dengan panas hati, penuh amarah, sungut-sungut, dan keluh kesah.

    Seandainya kita sedang berjalan dengan membawa beban kita sendiri di tengah udara yang panas, kemudian tiba-tiba ada orang yang memerintahkan kita membawakan bebannya sejauh satu mil, maka saat itu juga rasanya kita ingin "meledak".

    Tuhan Yesus dalam hal ini ingin mengajarkan satu prinsip kepada kita. Bukan semata-mata menaati otoritas, melainkan dapatkah kita tetap menyediakan diri kita, membuka diri kita untuk menolong orang lain sekalipun kita sendiri dalam keadaan lelah atau tidak memungkinkan.

    Ketika kita terjun dalam pekerjaan Tuhan, sering kali kita diperhadapkan dengan situasi seperti ini. Ada orang-orang yang membutuhkan perhatian lebih, ada pekerjaan yang harus diselesaikan, ada hal-hal lain yang tidak hanya menyita tenaga dan perhatian kita, tetapi juga waktu kita. Bisakah kita tetap melakukannya walau terkadang kita tergoda untuk menyerah dan bersikap masa bodoh? Bisakah kita tetap melakukannya tanpa amarah ataupun sungut-sungut?

  2. Melanjutkan "mil" yang kedua.

    Bila perjalanan pada mil yang pertama tuntas kita lakukan tanpa amarah dan sungut-sungut, maka perjalanan selanjutnya tidak akan terasa sulit. Sebaliknya, apabila mil yang pertama tuntas kita jalani -- walaupun dengan amarah dan sungut-sungut --, maka mil yang kedua merupakan siksaan tambahan. Tuhan Yesus mengajarkan murid-murid-Nya berjalan "ekstra" satu mil lagi, bukan untuk "mencari muka" pada penjajah. Kita tahu bahwa para serdadu Romawi "digodok" dengan pendidikan militer yang keras. Bagi mereka, belas kasihan adalah suatu kelemahan, kekerasan dan kekejaman merupakan bagian dari hidup mereka. Dengan berjalan ekstra satu mil lagi, Yesus hendak mengajar murid-murid-Nya untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain bahkan musuh sekalipun, ... supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga (Matius 5:16). Artinya, ketika kita harus menempuh perjalanan "ekstra" satu mil lagi, bukan jarak yang harus kita pikirkan, melainkan tujuan akhir yang lebih mulia, yaitu melalui semua itu, Bapa di surga dipermuliakan.

    Tuhan Yesus menghendaki setiap anak-Nya memiliki karakter yang tidak ragu untuk bekerja "ekstra" lebih keras, memberikan waktu "ekstra", menyumbangkan pikiran "ekstra" lebih tajam, bahkan memberikan uang "ekstra" lebih banyak demi terlaksananya pekerjaan Tuhan. Dan, melalui semua yang "ekstra" kita lakukan, Bapa yang di surga semakin dipermuliakan.

Diambil dari:
Judul buletin: : Berita KARDIDAYA (Vol: 03, 2012)
Penulis artikel: : Telly Novyanna
Halaman: : 4 -- 5

TOKOH MISI: HENK VENEMA, CINTA UNTUK PAPUA

Henk Venema adalah seorang misionaris Belanda yang memberi hidupnya selama belasan tahun untuk melayani dan mencintai masyarakat Papua. Hamba Tuhan, kelahiran Drachten Smallingerland Belanda, 21 Agustus 1952, ini tidak akan pernah diam ketika mendengar komentar picik tentang masyarakat Papua. Dengan sangat santun dan hormat, Paheng, begitu dia sering disapa akan menjelaskan, "Mereka orang-orang tulus, polos, dan baik. Mereka dicintai Tuhan."

Education

Apa yang menyebabkan Paheng mau memberi dirinya untuk melayani dan mencintai orang Papua? Rahasia apakah yang melatari cinta dan semangatnya ini? Tidak ada yang dapat menduga kalau setiap impian dapat berubah, dari apa yang dipikirkan semula. Sejak usia 5 -- 7 tahun, Paheng bergereja di gereja misi untuk Kalimantan Barat (Kalbar). Setiap kali mendengar kesaksian para misionaris tentang pelayanan di Kalbar, baginya itu sangat menarik. Namun, suami dari Atsje Larooij ini ketika itu belum pernah berpikir untuk menjadi misionaris, apalagi ke Papua. Paheng akhirnya melanjutkan pendidikan ke "Theologische Hogeschool" di Kampen (Broederweg), dengan harapan akan menjadi pendeta, untuk melayani masyarakat Belanda. "Akan tetapi, kemudian saya didekati oleh teman di LITINDO (Literatur Teologi dalam Bahasa Indonesia) untuk dipanggil sebagai pendeta misioner untuk Papua. Kalau itu kehendak Tuhan, kenapa harus menolak?" kisah Penulis "Injil untuk Semua Orang" ini mengamini panggilan tersebut.

Perjalanan Paheng ke Indonesia tertunda selama 2 tahun karena kesulitan mendapat visa. Inilah kesempatan yang dipakai Paheng untuk mengumpulkan data-data tentang Papua; kebudayaan dan agama sukunya, serta belajar memperdalam bahasa Indonesia pada tahun 1979/1980 melalui general course yang diselenggarakan oleh Summer Institute of Linguistics di Horsleys Green, Inggris.

Akhirnya, pada Maret 1981, Paheng diutus Zending Gerefomeerde Kerken dan diperbantukan di Gereja Reformasi, Papua. Pada tahun 1986, Paheng bertugas sebagai pembina jemaat di tengah-tengah suku Kombai dan Korowai (Kouh dan Yaniruma). Sejak 1986 sampai pertengahan 1992, Paheng menjadi dosen, kemudian rektor Sekolah Teologi Menengah GGRI "Pelita" di desa Bomakia, kecamatan Kouh.

Menyatu dengan kehidupan Papua, menjadikan Paheng menikmati panggilan Tuhan dengan mendalam. Hidup dengan masyarakat Papua yang berbeda latar belakang agama dan budaya, bahkan warna kulit, tidak membuat Paheng tertolak atau meninggalkan Papua. Sebaliknya, keterikatan pria berdarah Belanda ini seakan terlahir di Papua, untuk mencintai dan membangun kehidupan masyarakat Papua supaya dapat mengenal dan hidup sesuai INJIL.

Sikap Melayani

"Pendeta itu pelayan firman Tuhan, yang memberitakan Injil, dan melakukan banyak hal. Bersikap pelayan bukan tuan." Hal ini dinyatakan Paheng, menyikapi banyak pandangan keliru terhadap para pendeta. Dirinya pun hadir untuk dapat membuktikannya dalam setiap karya dan pelayanan. Sebagai seorang misionaris, Paheng mengakui bahwa untuk mempertobatkan orang, tidak bisa direncanakan. Itu tergantung dari Roh Kudus. Sebagai hamba Tuhan, Paheng berusaha melakukan sepenuhnya apa yang harus dilakukan. Menyampaikan Injil dalam konteks kebudayaan setempat. Mempelajari budaya setempat dan tahu bagaimana dengan tepat Injil disampaikan. Kebudayaan kembali kepada Injil, sebagaimana dituliskan dalam bukunya "Hidup Baru".

Proses waktu membuat orang Papua yang tadinya memandang pria Belanda ini sebagai orang asing dan aneh, kini menjadi orangtua dan keluarga untuk mereka. Paheng, hadir melayani dan membangun kehidupan Papua. Tidak hanya memperdengarkan Injil, tetapi benar-benar hidup menolong masyarakat Papua menjadi orang-orang bernilai. Misionari, dosen, penulis, pendeta, semua dilakoni Paheng memberi arti untuk masyarakat Papua.

EducationMenembus pedalaman, tinggal dan hidup bersama orang Papua, membimbing, dan mengajarkan banyak hal, dikerjakan ayah dari Wemke dan Jos ini dengan bahagia. Bagi dia, nilai budaya masyarakat yang dilayani adalah ilmu yang sangat berharga, dan itu diabadikan dalam buku-buku yang menjadi karyanya. "Kitab Suci - Untuk Kita! Membaca dan menafsirkan firman Tuhan secara utuh, setia, dan kontekstual" adalah buku berikutnya yang dihasilkan Paheng sebagai refleksi pengalaman pelayanan sekian tahun, dalam kebudayaan yang beragam. Injil diberitakan, budaya diterangi, manusia kudus dalam konteks budayanya. Itulah yang dikerjakan Tuhan melalui Paheng.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs : Reformata
Alamat URL : http://reformata.com/news/view/5945/henk-venema-cinta-untuk-papua
Judul artikel : Henk Venema, Cinta untuk Papua
Penulis artikel : Lidya Wattimena
Tanggal akses : 16 Maret 2016

DOA MISI INDONESIA: SUKU TERABAIKAN
  1. Suku Samin

    EducationOrang Samin adalah salah satu suku asli yang berdiam di Pulau Jawa, tepatnya di kawasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, mereka berada di sekitar Pegunungan Kendeng yang memanjang dari Pati di Jawa Tengah sampai Tuban di Jawa Timur. Doakanlah agar Injil Tuhan dapat menjangkau masyarakat Samin supaya mereka melihat terang dan pengharapan Kristus melalui orang-orang yang memiliki pemahaman baik tentang budaya dan kehidupan mereka, yaitu pribadi-pribadi yang dapat menjalin relasi baik dengan mereka.

    Sumber: http://sabda.org/publikasi/40hari/2015/02

  2. Suku PakPak

    EducationSuku PakPak adalah salah satu suku di Pulau Sumatera, Indonesia. Suku PakPak tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di kabupaten Dairi, kabupaten Pakpak Bharat, kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara), dan kabupaten Aceh Singkil serta kota Sabulusalam (provinsi Aceh). Selain tersebar ke beberapa kabupaten, yang dikenal dengan sebutan Suak atau Lebbuh, suku PakPak juga tersebar di dua provinsi.

    Doakanlah supaya masyarakat PakPak yang belum pernah mendengar Injil, beroleh kesempatan untuk mendengar Injil melalui media yang sudah ada hari ini, melalui media cetak yang masih ada, melalui media gawai, dan bahkan melalui mulut seorang percaya langsung.

    Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak_Pakpak

  3. Suku Lampung Pesisir

    EducationMasyarakat pribumi yang tinggal di sepanjang pesisir provinsi Lampung disebut masyarakat Lampung Pesisir, atau biasanya juga disebut Lampung Peminggir ("peminggir" memiliki konotasi sebagai orang-orang desa). Meskipun mereka tinggal di daerah pesisir pantai, hanya sedikit yang bekerja sebagai nelayan, sebagian besar masyarakat Lampung Pesisir malah bekerja sebagai petani. Masyarakat Lampung Pesisir cukup terbuka untuk bersosialisasi dengan orang luar. Mereka ramah dengan pendatang yang hadir di tengah suku mereka. Meski mereka terbuka, tetapi pendidikan adalah hal yang masih sangat mereka butuhkan. Mereka perlu berkembang dan mengikuti perubahan yang terjadi.

    Doakanlah supaya Tuhan memakai mereka lebih lagi sebagai benih-benih Injil dalam komunitas mereka. Tuhan memberkati pengembangan dan perkembangan masyarakat Lampung Pesisir sehingga melalui kesempatan yang ada, mereka juga boleh dan beroleh kesempatan untuk berkembang secara aktif.

    Sumber: http://sabda.org/publikasi/40hari/2015/10

STOP PRESS: PUBLIKASI E-REFORMED

Reformasi gereja membawa perubahan besar bagi kehidupan bergereja. Melalui para reformator seperti Marthin Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli, lahirlah satu ajaran yang kita kenal hari ini dengan "Teologi Reformed". Teologia Reformed membawa api reformasi bagi kekristenan dan semangat baru untuk terus mereformasi gereja supaya gereja semakin setia pada kebenaran Alkitab dan mendasarkan iman Kristen kepadanya.

e-ReformedUntuk mengenal ajaran Reformed lebih dalam, YLSA menerbitkan publikasi elektronik e-Reformed yang menyajikan tulisan-tulisan Kristen bercorak pengajaran teologi Reformed. Melalui publikasi ini, kami berharap banyak orang Kristen yang semakin bertumbuh dan berkembang dalam mempertajam konsep dan pemahamannya terhadap kebenaran Alkitab, dan menolong kita sekalian semakin beriman dalam Kristus.

Untuk membaca berbagai bahan berbasis ajaran Reformed, berkunjunglah ke situs Soteri. Untuk berlangganan publikasi e-Reformed, silakan kirim email ke < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >.

Tak lupa, kami juga mengundang Anda untuk bergabung dengan komunitas e-Reformed di:


Anda terdaftar dengan alamat: arch...@mail-archive.com.
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-JEMMi.
Redaksi: Ayub. T, Mei, dan Elly
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
© 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA

Kirim email ke