Rekan-rekan seingat saya cost recovery yang diterapkan dari dulu adalah sbb:
mohon dikoreksi kalau salah.

1. PSC 1st Generation (1965-1975)
Cost recovery cap = 40%
2. PSC 2nd Generation (1976-1987)
No cost recovery cap
3. PSC 3rd Generation (1988-now)
Cost recovery applied.

Berikut perkiraan penghasilan pemerintah dari oil/gas pada tahun 1997/98.

Gross Rev. --> US$ 13,570,000,000.00
Cost Recoverable --> US$ 3,600,000,000.00 (untuk puluhan ribu orang)
Contractor share --> US$ 1,900,000,000.00 (untuk puluhan ribu orang)
Gov. income ---> US$ 8,070,000,000.00 (untuk 210 juta orang + bayar utang)

edison

At 01:33 PM 2/14/2003 -0800, you wrote:
Makanya hilangkan saja apa yang namanya cost recovery itu!, biar splitnya
naik.
Usul saja IAGI ke Pemerintah supaya cost recovery di hapuskan, kalau perlu
dengan demo

----- Original Message -----
From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, February 13, 2003 7:06 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia


> Pak Witan,
>
> Kalau... geram... terus kita diam-diam saja khan?
> Mau lapor ke Pertamina / Migas ngak ada gunanya khan?
> Di atas langit ada langit juga khan, meskipun langit dari antara kita
> sendiri?
>
> Herman
>
> -----Original Message-----
> From: Witan OA [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent: 14 February 2003 09:34
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia
>
>
> Jitu sekali pak Koesoema (pengalaman pribadi waktu di Humpuss pak?).
> Hal lain yang harus diwaspadai adalah proyek TSA (Technical Service from
> Abroad). Biayanya biasanya besar sekali, sangat kolusif nuansanya, data
kita
> dikerjakan di pusat riset mereka, atau mereka datangkan konsultan seabreg
ke
> Indonesia.Seakan-akan di Indonesia tak ada ahlinya atau fasilitas utk
> mengerjakan proyek tsb.Bayangkan berapa banyak devisa negara kita yg
pindah
> ke negara mereka.
> Belum lagi kalau perusahaan tsb punya PSC area yg sudah produksi dan yang
> masih eksporasi, biasanya beban biaya di PSC eksplorasi secara terselubung
> dimasukan ke biaya PSC yg sudah tahap produksi karena adanya mekanisme
cost
> recovery tadi. Sehingga kalau eksplorasinya gagal sebagian cost nya masih
> bisa diselamatkan.
> Masalah pekerja expat /RPTKmemang kadang2 bikin geram, diawal tahun 80an
> sering sekali pekerja Indonesia di hire hanya untuk mengimbangi jumlah
expat
> yg didatangkan. Setelah itu jenjang karir diperpanjang,misalnya tadinya
dari
> Jr. Geologist - Geologist-Sr Geologist dirubah jadi Geologist
IV,Geologists
> III,II,I, baru ke level Sr Geologist, dengan memasukan 2 level tambahan
tsb
> jelas memperlambat orang Indonesia menggantikan expat. Di level yg lebih
> atas sama saja, anda naik jadi chief geologist diatas anda ada expat
manager
> geology, anda diangkat jadi exploration manager diatas ada expat sbg VP
> exploration. pokoknya diatas langit ada langit.
> Dengan dibentuknya BP Migas saya mempunyai optimisme yg besar terhadap
> teman2 kita disana utk lebih ketat lagi mengadakan pengawasan dan menelaah
> kembali peraturan2 yg akan merugikan negara kita.
>
> wass
> Witan
> ----- Original Message -----
> From: "Koesoema" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: "iagi-net" <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Friday, February 14, 2003 7:57 AM
> Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia
>
>
> > Menurut hemat saya kelemahan dari sistim PSC ini adalah adanya "cost
> > recovery", karena ini adalah sumber korupsi, dan menjadikan perusahaan
> > cenderung tidak efficient. Perusahaan PSC akan berusaha membebankan
segala
> > cost (bahkan mungkin cost yang pegawai mereka yang tidak secara langsung
> > bekerja untuk contract area) pada cost recovery, walaupun ada kontrol
> dari
> > Badan Migas (tapi kan bisa diajak jalan-jalan ke luar negeri). termasuk
> > sumbangan, misalnya ke Perguruan Tinggi . Sehingga pada akhirnya
sumbangan
> > itu seolah-olah diberikan si oil company (dengan upacara dsb) tetapi
> > sebetulnya pemerintah yang memberikan. Setiap kali diminta sumbangan
untuk
> > aktivitas ilmiah /research mereka bilang sih setuju saja kalau BPPK
> > Pertamina (dulu Badan Pelaksana Migas, sekarang) setuju. Kalau tidak
> > disetujui
> > seolah-olah BPPK yang menghalang-halangi, kalau disetujui si PSC itu
yang
> > dapat nama menyumbang.
> > Kalau saya boleh sedikit suudzon soal expat saja. Kalau tidak ada cost
> > recovery mungkin PSC akan mengurangi mereka, karena tentu geologist
lokal
> > dengan kwalifikasi yang sama akan jauh lebih murah. Tetapi dengan adanya
> > cost recovery mereka akan memasukkan konco-konco karena tokh akan
> dibebankan
> > pada cost recovery, walaupun soal ini diatur oleh BP Migas, tapi kan
bisa
> > diatur. Ini suudzon saja. Suudzon lain adalah bahwa adanya sistim cost
> > recovery akan mendorong pula sedikit mungkin dilakukannya investasi,
> segala
> > sesuatu seperti mobil, peralatan, bahkan storage tank, lebih baik
menyewa
> > daripada membeli. Ini juga sumber KKN.
> > Saya kira sebaiknya cost recovery itu dihilangkan saja seperti dulu
zaman
> > Ibnu Sutowo, tetapi splitnya dinaikkan seperti dulu 40-60, tetapi semua
> cost
> > ditanggung oleh PSC, dan pemerintah terima 60% clean. Memang sebaiknya
> split
> > ini dikaitkan dengan harga minyak international, sehingga mereka tidak
> > mendapatkan wind-fall profit terlalu besar. Jadi misalnya kalau harga
> minyak
> > naik sampai 30 USD/barrel, splitnya diturunkan menjadi 20-80.
> > Adanya cost recovery itu dalihnya adalah supaya Pemerintah (dulu cq
> > Pertamina) ikut dalam management, tetapi sebenarnya akibat adanya
kenaikan
> > minyak yang tiba-tiba pada tahun 1973, sehingga PSC mendapatkan windfall
> > profit yang menurut Pemerintah (menteri pertambangan Sadli pada waktu)
> > terlalu besar, sehingga kemudian Pemerintah secara sepihak merubah split
> > menjadi 15-85. PSC kemudian protest semua karena merubah kontrak secara
> > sepihak; dan pemerintah mundur dengan menawarkan adanya cost recovery
ini
> > yang diterima dengan baik oleh para PSC. Tetapi kemudian cost recovery
ini
> > dimanfaatkan betul oleh PSC, sehingga adakalanya cost recovery ini
begitu
> > besar menggerogoti bagian pemerintah yang 60%, bahkan pemeritah tidak
> dapat
> > apa-apa. Makanya kemudian diakali dengan adanya FTP (First Trench
> > Petroleum), sehingga pemerintah tidak kosong sama sekali.
> > Saya kira split 15-85 ini sangat menyesatkan untuk orang di luar
industri
> > perminyakan. Misalnya Amien Rais pernah membandingkan split 15-85 sistim
> PSC
> > dengan royalty yang diterima pemerintah dari Kontrak Karya dibidang
> > pertambangan yang saya kira hanya sekitar 5%, tanpa menyadari adanya
cost
> > recovery yang selain bisa besar sekali juga menjadi sumber KKN.
> > Saya kira sistim PSC itu dapat diperbaiki dengan menghilangkan adanya
cost
> > recovery, dan split-nya disesuaikan dengan harga minyak di pasaran.
> > Akibatnya tentu BP Migas tidak akan terlalu memerlukan terlalu banyak
> > kontrol.
> > Tolong pendapat saya ini dikritik, karena kebanyakan pendapat ini
bersifat
> > suudzon saja, wallahu alam kebenarannya bagaimana.
> > Wassalam
> > RPK
>
>
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
>
> To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
>
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
>
>
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
> Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
>
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]),
> Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
>
> ---------------------------------------------------------------------
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> ---------------------------------------------------------------------
>



---------------------------------------------------------------------

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke