Dibawah aku lampirkan artikel dari Sdr Singgih W yg dimuat di majalah Eksekutif yg terbit senin lalu, masih soal batubara. Kasusnya mirip dengan gas untuk kebutuhan energi yg pernah aku posting beberapa bulan lalu.
Nah gambaran utamanya adalah : --> "Dari total resources batubara 57, 8 Milyar Ton, hanya 7.6 Milyar Ton yang dapat dikatakan sebagai cadangan pasti (reserve)" Jadi masih perlu penelitian dan pengerjaan lebih lanjut ... howgh !! Masih banyak yg dapat kita lakukan. Namun usaha merubah "reources" menjadi "reserves" moga-moga dapat dilakukan secara lebih profesional dalam artian metodenya, safety, reklamasi, juga regulasinya. Salam RDP ======================================= BATUBARA : DILEMA ANTARA ENERGI STRATEGIS NASIONAL ATAU KOMODITI Oleh : Singgih Widagdo (Pemerhati Batubara) Saat ini, kita boleh bangga dengan meningkatnya ekspor batubara (steam coal) Indonesia dari tahun ke tahun. Sampai akhir tahun ini, dipastikan melebihi 90 juta ton dan Indonesia kemungkinan akan menempati posisi eksportir batubara dunia nomor 2 (dua) setelah Australia. Sebelumnya (2003) urutan yang sama ditempati oleh RRC dengan total ekspor 79.8 juta ton. Dari total ekspor, peran Kontraktor Batubara Generasi I (CCoW Generasi I) tak dapat dilepaskan dengan kontribusi lebih dari 70 % dari total ekspor kita. Peran CCoW Generasi I ini tidak akan ada jika UU No.78/1958 tetap masih ada tanpa diganti dengan UU No. 11 tahun/1967 yang memberi kesempatan bagi swasta nasional maupun asing untuk menanamkan investasi tambang di Indonesia. Perubahan UU itu, dibuktikan dengan meningkatnya ekplorasi dan pengembangan pertambangan dari tahun 1970 â 1997. Kembali tentang posisi Indonesia da apakah kita akan berhenti dan puas begitu saja ? lam peta ekspor batubara dunia, apakah berarti batubara hanya akan ditempatkan sebatas barang komoditi saja, tanpa melihat sisi lain yang penting yaitu sebagai energi strategis kita ? Kita tentu tak akan menutup mata, juga satu-satunya mineral dengan unsur karbon paling besar setelah minyak bumi adalah batubara. Dan kita menyadari pula, keduanya sebagai energi bersifat tidak terbarukan (non-renewable resources). CADANGAN DAN PASAR BATUBARA Dari total resources batubara 57, 8 Milyar Ton, hanya 7.6 Milyar Ton yang dapat dikatakan sebagai cadangan pasti (reserve). Ini pun, hampir 58,5 % nya adalah batubara muda (lignite), selain sub-bituminous (26.6 %), bituminous (14 %) dan sisanya adalah antrasit. Penyebaran terbesar berada di Kalimantan Timur ( 50.1 %), Kalimantan Selatan (23.5 %) dan Sumatra Selatan ( 23.2 ). Sepanjang sejarah produksi batubara di Indonesia, baru saat ini harga batubara Internasional tinggi dan bertahan lama. Harga spot pun masih tetap berada di atas USD 50 per MT. Harga spot (Barlow Jonker) dari minggu I bulan Desember ke minggu ke 2 hanya sempat turun sebesar USD 0.25 atau dari USD 52.35 menjadi USD 52.10 dan naik lagi sebesar USD 0.10 di minggu ke 3 akhir tahun ini menjadi USD 52.20 Dengan harga batubara yang tinggi dan bertahan lama, tentu membuat seluruh usaha tambang batubara bernafas lega, apalagi biasanya fluktuasi harga berjalan begitu cepat. CCoW Generasi I, tentu yang paling diuntungkan dengan kondisi pasar seperti ini. Dengan pasar batubara saat ini, tentu akan meningkatkan devisa negara, selain pemasukan royalti untuk wilayah tingkat II dan I dimana tambang batubara diproduksi. Namun, apakah pendapatan devisa dan royalti ini merupakan keuntungan maksimal yang dapat diperoleh oleh Pemerintah ? Dan, apakah harus berhenti sampai di situ ? TANTANGAN Target peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 4.1 persen menjadi 7.6 persen pada 2009, diharapkan akan dapat mengurangi tingkat pengangguran 10.2 persen tahun ini menjadi 5.1 persen. Penurunan angka kemiskinan dari 17.4 persen menjadi 8.2 persen . Pemerintah juga mengharapkan pertumbuhan ekonomi 5.5 % di tahun 2005 akan dapat menyerap 2 juta pencari kerja. Di sisi lain pendapatan devisa dari ekspor batubara belum dapat diandalkan untuk meningkatkan penyerapan untuk tenaga kerja yang ada. Dengan demikian program strategis subsektor mineral Program Kerja 100 Hari Pertama dimana pencanangan pelaksanaan investasi diharapkan akan dapat menyerap tenaga kerja langsung sekiktar 32 ribu orang, kelihatan akan sulit tercapai, khususnya penyerapan dari pertambangan batubara. Penurunan ekplorasi saat ini dan tidak adanya investasi baru lebih banyak disebabkan belum adanya pengganti UU No. 11/67. Harapan Pemerintah agar sektor tambang batubara yang ada saat ini dapat menyerap pencari tenaga kerja kelihatannya pun susah diwujudkan . Pasar batubara dengan harga yang tinggi dan bertahan lama ini belum juga mampu menarik usaha tambang batubara untuk memperbesar produksi di atas kapasitas yang ada. Kondisi harga batubara saat ini, yang faktor utamanya kebijakan RRC dalam mengurangi ekspornya, apabila sekali waktu kebijakan ini berubah maka sulit bagi pemain lama dalam hal penambahan investasi telah ditanamkan, selain pemain baru yang memang sudah menjadwalkan untuk berproduksi. Kebijakan RRC untuk mengurangi ekspornya bukan karena tidak mampu. Saat ini, produksi batubara RRC sebesar 1. 8 milyar ton/tahun dan lebih dari 99.5 % ( Indonesia 26 %) diarahkan untuk dapat dikonsumsi di pasar domestik. Pertumbuhan ekonomi sebesar 8.5 %, menuntut RRC untuk memperbesar produksi kebutuhan listriknya, dan salah satunya dengan memperbesar penggunaan batubara di seluruh pembangkit pembangkit listriknya. Belajar dari RRC dalam membuat keputusan tentang pemakaian batubara. Penulis yakin, dengan memperbanyak pemakaian batubara di dalam negeri , khususnya pemakaian untuk PLTU Batubara dan Industri lainnya maka multiplier effects dari meningkatnya jumlah industri, otomatis akan dapat memutar peningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya akan dapat memperbesar dalam penyerapan tenaga kerja yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Nilai (value) yang diperoleh pun belum tentu kalah dibandingkan hanya sebatas ekspor saja. Dengan alasan sumber energi batubara tak dapat dilepaskan dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, maka dengan multiplier effect yang tercipta tentu konsekuensi dan konsistensi dalam pengimplementasian amanah konstitusi menjadi jelas. Bagi pengusaha tambang batubara tidak akan dirugikan dengan pasar domestik yang akan tercipta, namun kelebihan multipler effect akan memberikan keuntungan bagi masyarakat luas ( ...dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat). ENERGI STRATEGIS Konsep yang sebaiknya, sebagai energi strategis semestinya Pemerintah tidak hanya menghitung cadangan batubara. Lebih dari itu, Pemerintah harus memperhitungkan kebutuhan ke depan, 10 tahun misalnya dan proyeksi devisa yang diharapkan dari ekspor batubara. Dengan hasil perhitungan ini, maka Pemerintah dapat dengan pasti menetapkan seberapa persen (dalam angka absolut) dari produksi batubara nasional yang harus dipasarkan dan dipakai di dalam negeri. Selama ini, prioritas pemakaian batubara di dalam negeri hanya sebatas himbauan, juga bagi kontraktor batubara yang ada hanya dihimbau untuk mengutamakan pasar domestik jika terjadi kondisi domestik yang mengkuatirkan (khususnya PLTU Batubara). Namun, tanpa angka yang pasti, sehingga tidak akan diikuti oleh semua tambang batubara, khususnya bagi tambang batubara yang hanya mempunyai batubara kualitas ekspor. Dengan keinginan tersebut maka semestinya harga batubara di dalam negeri diciptakan tidak harus disetir oleh indeks harga ekspor, yang saat ini lebih dihitung atas harga harga impor Jepang dari ekspotir batubara di Australia. Di sisi lain, kebijakan lain yaitu secara bertahap pengurangan ketergantungan pada armada perusahaan asing di pelayaran dalam negeri agar secepatnya diwujudkan ( melalui penerapan azas cabotage). Dengan 5.8 juta km2 wilayah laut, pantai terpanjang di dunia 81.000 km dan tersebar 17.542 pulau, saat ini memiliki 725 pelabuhan umum dan 1.414 pelabuhan khusus. Tentu, kebijakan mengenai hal ini (dalam Inpres) akan dapat membantu dalam meningkatkan pemakaian batubara, khususnya peranan untuk mendapatkan biaya transportasi laut yang kompetitif dari sumber batubara di Sumatra Selatan, Kalimatan ke pasar-pasar batubara di pulau -pulau lainnya. Dengan kebijakan kepastian penjualan ke pasar domestik dan secara paralel adanya kebijakan pemakaian armada bendera Indonesia di wilayah perairan Indonesia (azas cabotage), maka akan muncul kompetisi harga batubara di dalam negeri yang akan berbeda dengan harga ekspor. Dengan kompetisi yang ada, kepastian volume batubara yang tercipta di pasar domestik tentu akan meningkatkan PLTU Batubara dan industri dalam menggunakan batubara, apalagi kondisi harga minyak bumi yang cenderung susah untuk turun. Sebagai penutup, tentunya kalau memang Pemerintah serius menganggap bahwa batubara bukan hanya dianggap sebagai komoditas semata, namun harus ditempatkan sebagai bahan galian strategis nasional. Dengan demikian kebijakan serius masalah batubara harus dikembalikan kepada pemahaman Pasal 33 UUD 45, berorientasi pada kepentingan social dan lingkungan hidup (socially and environmentally oriented), beorientasi pada Fasilitasi Investasi yang bersaing (Competitive investment facilitation oriented dan terakhir harus jelas dalam pendelegasian kewenangan pengolaannya dalam kerangka pelaksanaan UU No.22/1999 yang benar secara yuridis formal, bertanggung jawab dan efektif. -- my blog : http://putrohari.tripod.com/Putrohari/ --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------