Lanjutan dongeng evolusi CO2 di atmosfer, sebagian didasarkan pada kurva isotop 
karbon dan oksigen yang terekam di karbonat paparan.
 
Pada mulanya atmosfer Bumi mengandung banyak CO2 yang membuat Bumi panas karena 
efek rumah kaca. Oksigen belum ada, belum ada juga ozonosfer di stratosfer. 
Sinar UV tak punya halangan apa-apa meradiasi Bumi. Tak ada kehidupan di Bumi 
yang panas begitu dan radiasi UV siap membunuh di mana-mana. Inilah masa Hadean 
di skala waktu geologi, hadean = hell dalam bahasa Yunani.
 
Sejalan dengan degassing volkanisme global, uap air, nitrogen, dan CO2 mulai 
mengisi atmosfer awal. Pada sekitar 500 juta tahun pertama umur Bumi, atmosfer 
hanya mengandung sekitar 80 % CO2, 10 % nitrogen, dan 10 % uap air. Tetapi 
dominasi CO2 tak berlangsung lama, ia segera turun ke persentase 40 % pada 
sekitar 4 Ga (milyar tahun yang lalu) dan pada saat yang bersamaan nitrogen 
naik pada persentase yang sama, 40 %.
 
Sekitar 3,5 Ga, mulai ada evolusi makhluk hidup yang berklorofil sehingga 
memungkinkan proses fotosintesis. Kadar CO2 menurun drastis dengan semakin 
efisiennya fotosintesis karena CO2 adalah bahan dasar fotosintesis. Sebaliknya, 
oksigen makin kaya seiring makin efisiennya fotosintesis karena O2 adalah 
output fotosintesis. O2 mulai muncul pada sekitar 2.3 Ga dan semakin banyak 
semakin ke sini, sementara itu, sebelum 1 Ga tercapai pun, kadar CO2 di udara 
sudah di bawah 5 %.
 
Melalui proses fotokimia yang berhubungan dengan energi panjang gelombang 
pendek sinar Matahari, terbentuklah ozonosfer di stratosfer. Maka Bumi punya 
perisai terhadap serbuan UV. Bumi pun semakin turun panasnya sebab CO2 tak lagi 
memayungi Bumi sebagai greenhouse gas. Dan, merayaplah kehidupan2 yang semula 
bersembunyi jauh di kedalaman laut, naik ke daratan. Bumi sudah nyaman untuk 
dihuni di semua biosfernya.
 
Sekarang CO2 tengah merayap naik lagi, terutama karena polusi kendaraan dan 
industri. Sebelum zaman industrialisasi, kadarnya di atmosfer 280,000 ppbv 
(part per billion by volume), itu di tahun 1750-1800, sekarang naik ke 370,000 
ppbv. CO2 tak beracun, maka boleh saja dibuang di angkasa, ia malahan bisa 
dipakai fotosintesis menghasilkan oksigen. Hanya, ia adalah greenhouse gas yang 
paling gampang menaikkan panas. Suatu molekul CO2 akan berada di udara 4-6 
tahun, sesudah itu akan terurai dengan sendirinya.
 
salam,
awang

Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Buat negara berkembang, Protokol Kyoto tak mengatur emisi gas buang CO2, maka 
100 % gas CO2 kalau mau bisa dibuang ke udara atau ke laut. Indonesia yang 
telah menandatangani Protokol Kyoto pun tak kena larangan apa2 soal CO2, kalau 
NOx dan SOx ada nilai tertentu ambang batas diizinkan. Maka, KLH, institusi 
yang berwenang di Indonesia, tak mengatur masalah emisi CO2. 

Kalau mau, maka 100 % CO2 di Natuna D-Alpha itu bisa saja kalau mau dibuang ke 
udara. Itu memang tidak diatur-atur. Hanya, yang jadi masalah adalah tingkat 
opacity - kecerahan, kalau buangan CO2 menimbulkan opacity sampai tinggal 40 % 
di langit, itu tidak boleh (nanti pesawat2 saling tabrakan he..), kalau selama 
tidak menimbulkan gangguan opacity, ya 100 % CO2 yang diproduksi pun boleh2 
saja dibuang.

Itu kalau di kita, negara berkembang, kalau di negara maju tak boleh, ada 
ambang batasnya, karena langit mereka sudah fully polluted. Maka kalau akan 
diinjeksi ke formasi batuan, itu sebenarnya aturan di negara maju, bukan di 
negara berkembang. Kalau di Indonesia yang aturannya boleh dibuang, tetapi 
diinjeksi, maka Indonesia akan dapat point dari PBB. Tetapi harus diingat bahwa 
menginjeksi itu butuh biaya besar dan nanti pun di-cost recovery. Jadi, 
menginjeksi CO2 bukanlah beralasan lingkungan sebenarnya, sebab aturannya tak 
ada, tetapi harus diwaspadai juga sebagai project-oriented.

Kalau dulu di atmosfer kandungan CO2nya hanya seperti sekarang (< 1 %), maka 
tak akan ada lapisan2 batuan karbonat yang tebal2 seperti di Arab itu. Atmosfer 
Bumi memang pernah begitu banyak terakumulasi CO2 yang keluar dari interior 
Bumi pada Proterozoikum/Pra-Kambrium. Saat terbentuknya, atmosfer Bumi hanya 
kaya H dan He, dua unsur paling berlimpah di Alam Semesta. Kemudian, saat 
interior Bumi belum terdiferensiasi dengan baik, tak ada medan magnetik, dan 
akibatnya tak ada juga lapisan magnetosfer di langit. Karena tak ada 
magnetosfer, maka enak saja zarah-zarah (partikel) bermuatan (ion) hasil solar 
winds menyapu bersih cikal bakal-cikal bakal penyusun atmosfer Bumi. Nah, 
setelah ada magnetosfer, maka solar winds sebagian besar bisa ditangkal 
sehingga unsur2 penyusun atmosfer mulai terbentuk.

Lalu sejak Proterozoikum pun mante plume upwelling telah terjadi ke permukaan 
dan ini jadi volkanism skala global yang akan membuang CO2 dalam skala masif, 
dalam proses global outgassing, CO2 pun menjadi perisai Bumi, persis seperti 
langit Venus sekarang. Tetapi atmosfer Bumi tak tetap penuh CO2, radiasi 
ultraviolet memecah atmosfer melalui proses disosiasi fotokimia, menghasilkan 
uap air di atmosfer. Lalu terjadi hujan besar jutaan tahun yang menghasilkan 
laut2 di Bumi, CO2-nya terbawa turun ke laut dan menjadi paparan2 karbonat 
berumur Lower Cambrian di China, Siberia, dan Amerika Utara. Lama-kelamaan 
atmosfer yang komposisinya mirip sekarang makin terbentuk. Introduksi CO2 ke 
atmosfer dari volkanisme tinggal kecil saja. Introduksi CO2 skala besar ke 
atmosfer dari interior Bumi terjadi di Late Cretaceous, saat2 
Cenomanian-Maastrichtian volcanism terjadi seiring punahnya dinosaurus. Basalt 
Deccan Trap di India bisa jadi salah satu bukti volcanism itu.

Nah, begitu dongengnya...

salam,
awang

Rovicky Dwi Putrohari wrote:
Bagaimana dengan regulasi utk merelease CO2 ke udara bebas ?
Saya tahu gas ini tentunya bisa berbahaya bagi lingkungan. Namun kita
juga tahu wong daun saja melepas CO2 kalau malam hari kan, apalagi
kita yg menghembuskan nafas CO2 juga ?
Berapa prosen masih "diperbolehkan" ? Dan siapa yg berhak melarang
atau memperbolehkan ? pemerintah ? Apakah CO2 ini masuk dalam
perjanjian emisi gas buang ?

Dua bulan kmaren saya ngobrol dengan salah seorang temen Indonesia di
KL sini, yg crita bahwa mereka merilis CO2 ke udara, ntah berapa
prosen yg dilepas ke udara bebas, hanya memberikan hint bahwa
kandungannya asalnya lebih dr 50%. Tetapi katanya pemerintah My
memperbolehkannya tentunya ada ambangnya, namun angka ini yg saya
kurang tahu berapa prosennya.

Btw, dalam sejarah geologi kandungan C02 ini di udara pernah jauuuh
melampaui kondisi saat ini. Nah Pak Awang tentunya punya dongeng
sejarah CO2 ini, sejak jutaan tahun lalu.

RDP

=======

                
---------------------------------
Yahoo! Mail for Mobile
 Take Yahoo! Mail with you! Check email on your mobile phone.

Kirim email ke