Pak Fajar, Tidak disebutkan di artikel yang dikutip ketujuh pulau asal Sulawesi itu. Katakanlah : 1. South Arm of Sulawesi (Semenanjung Sulawesi Selatan disebut penulisnya), 2. Southeast Arm (Semenanjung Sulawesi Tenggara), 3. East Arm, 4. Northern Arm, 5. Buton-Muna, 6. Kep. Banggai (Peleng), dan 7. Pulau Taliabu. Memang, ketujuh wilayah ini sekarang membentuk Pulau Sulawesi dan sekitarnya. Tetapi, tidak berarti bahwa ketujuh pulau ini berasal dari tujuh proses penggabungan. Benar bahwa Sulawesi dibentuk oleh proses subduksi, benturan, obduksi, dan akresi. Dalam geologi, Sulawesi biasanya dibagi atas beberapa provinsi tektonik (megatectonic province) sesuai dengan pembentukannya. Northern Arm yang terbentuk oleh late Paleogene-Neogene subduction related volcanic arc rocks yang berhubungan dengan subduksi Molluca Sea Plate ke barat atau Sulawesi Sea ke selatan. East dan Southeast Arms tersusun oleh kompleks metamorf dan ofiolit berumur Mesozoik dan lebih muda yang terobduksi pada Neogen. South Arm disusun oleh jalur magmatik dan volkanik Neogen dan yang lebih muda yang terbentuk di atas Mesozoic basement tepi tenggara Sundaland. Kemudian, ada dua provinsi tektonik mikro-benua yang membentur di timur Sulawesi, masing2 kompleks Buton-Tukang Besi di tenggara Southeast Arm dan kompleks Banggai-Sula di timur East Arm. Melalui proses tektoniknya, kelihatannya South Arm adalah bagian tepi tenggara Sundaland yang terpisah dari Kalimantan oleh ekstensi Selat Makassar. Pemisahan terjadi setelah bagian ini merupakan pinggir lempeng aktif (oleh subduksi di Bantimala) Lalu, ada subduksi ke barat dari kerak samudra timur Lengan ini (Teluk Bone sekarang) yang membentuk magmatisme Sulawesi Selatan. Subduksi ini sekaligus menciptakan backarc spreading di Makassar Strait. North Arm adalah murni hasil magmatisme dan volkanisme island arc oleh subduction Molluca Sea Plate ke barat. Volcanic arc Lengan Selatan dan Utara ini membentuk satu jalur yang semula cembung ke arah timur (teori plate tectonics mengharuskan island arc selalu cembung ke arah subduksi karena subduksi terjadi di atas globe). Di timur Lengan Selatan dan Utara ini ada jalur pasangan yang didominasi metamorphic subduction, ofiolit dan melange, yang juga sama2 cembung ke timur, inilah nantinya jadi Lengan Tenggara dan Timur. Maka, terdapat dua jalur volcanic arc dan melange yang sama-sama cembung ke timur. Ini semua terjadi pra-Neogen. Di Neogen, terjadilah benturan mikro-benua2 yang lepas dari tepi utara Kepala Burung atau tepi utara Australia dibawa oleh sistem Sesar Sorong. Buton-Tukang Besi micro-continent membentur pertama kali, kemudian diikuti Banggai-Sula. Benturan ini sangat kuat, sehingga menghentikan ekstensi Selat Makassar dan yang terpenting adalah membalikkan polaritas (arah) jalur Sulawesi island arcs yang mencembung ke timur menjadi mencekung ke timur seperti bentuknya sekarang (K-shaped). Perubahan besar polaritas jalur ini menyebabkan banyak tektonik ekstruksi (escape tectonics) bekerja, persis seperti saat India membentur Eurasia. Maka, terjadilah sesar2 besar yang melintang Pulau Sulawesi seperti Palu-Koro Fault, Matano Fault, Lawanopo Fault, Hamilton Fault, dan ekstensi Teluk Bone akibat rotasi Lengan Tenggara yang bergerak melawan arah jarum jam. Maka, kalau disimpulkan, Sulawesi dibentuk oleh tiga asal tectonic province : (1) South-North Arm, (2) SE-East Arm, dan (4) mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula melalui empat proses tektonik. Akan halnya biogeografi wilayah ini (Wallace area), saya pernah publikasikan di Berita IAGI yang lalu. Endemisitas (kekhasan) fauna di wilayah ini tinggi sebab Sulawesi terpisah dari dua sumber fauna yang besar. Teori biogeografi pulau mengharuskannya demikian. Diversitas fauna akan berjalan naik secara logaritmik (bukan linier) bila (1) pulau semakin luas, (2) jarak dari daratan besar semakin dekat. Kita lihat, keduanya tak terjadi di Sulawesi, sehingga endemisitas pulau ini tinggi. Saya pikir varietas katak di Lengan Tenggara dan Sulawesi Selatan tidak serta merta menggambarkan evolusi geologi kedua wilayah ini sebab thesis yang dipakai Wegener tak bisa langsung diterapkan di dua wilayah yang sekarang bertetangga itu. Wegener memakainya untuk fauna di Amerika Selatan, India, dan Antarktika yang dulu sama2 membentuk Gondwanaland dan sekarang saling jauh terpisah oleh lautan, bukan wilayah bertetangga. salam, awang
Fajar Lubis <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Dear IAGI Netters, Terlampir berita dari suratkabar Kompas Sabtu yang lalu... Hal yang menarik dalam berita ini adalah pernyataan : ` penelitian .... ini membuktikan bahwa Sulawesi dulunya adalah tujuh pulau terpisah. ..... Ditemukannya hubungan erat antara .....Semenanjung Sulawesi Selatan dan Tenggara, merupakan hal yang kontroversial karena dapat mengubah pandangan evolusi geologi dan biogeografi Sulawesi.` Ini mengingatkan kita dengan Alfred Wegener (1915) yang menggunakan kesamaan fauna untuk memperkuat teori `Continental Drift` atau teori pengapungan benuanya... Apakah pernyataan ini selaras dengan konsep pembentukan Sulawesi secara geologi? Mohon pencerahan... Salam, Fajar (1148) Untuk yang merayakan...Selamat Idul Fitri 1426H, Mohon maaf lahir batin... ====================================================== Diberikan kepada Peneliti Katak dan Kimia Bahan Alam Jakarta, Kompas - Meneliti dan mengoleksi katak sejak 1972 Semasa kuliah di Departemen Biologi ITB hingga menjadi guru besar di almamaternya, Prof Dr Djoko Tjahjono Iskandar (55) berhasil menemukan beragam spesies baru amfibi ini dari berbagai wilayah Indonesia. Dengan fokus utama penelitian pada Limnonectes (katak batu) doktor bidang genetika molekul dari Universite des Sciences et Techniques du Languedoc Montpellier Perancis ini membuktikan bahwa Sulawesi dulunya adalah tujuh pulau terpisah. Kelompok katak batu merupakan yang paling sulit ditemukan di Asia Tenggara. Tetapi, sangat menarik dari segi genetika klasik atau kromosom, biogeografi, dan molekuler,Eujarnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan jenis katak di Sulawesi berkerabat sangat erat dengan Filipina bukan dengan Kalimantan, Maluku atau Nusa Tenggara, seperti yang diduga selama ini. Ditemukannya hubungan erat antara katak Semenanjung Sulawesi Selatan dan Tenggara, merupakan hal yang kontroversial karena dapat mengubah pandangan evolusi geologi dan biogeografi Sulawesi. Koleksi kataknya dari Sulawesi lebih dari 20 jenis berukuran 15-200 mm dengan berat 800 gram. Di Sulawesi ia menemukan katak berukuran 40 mm berwarna coklat suram, satu-satunya katak di dunia yang melahirkan kecebong. Katak ini merupakan hasil evolusi alam Sulawesi Utara yang sangat kering. Di Papua ia menemukan katak berukuran 9,5 mm sebagai salah satu katak terkecil di dunia. Ia juga mengenalkan metode evaluasi kesehatan lingkungan lewat keragaman amfibi. Djoko terpilih menerima Habibie Award 2005 atas prestasi dan konsistensinya. Karyanya mengenai katak yang menjaga telur dan kecebong menjadi karya ilmiah terbaik tahun 2000 dan mendapat Kennedy Award 2001. Djoko yang juga Wakil Dekan I Pascasarjana ITB telah menulis lebih dari 50 karya ilmiah tingkat Internasional. Habibie Award juga diberikan kepada Prof Sjamsul Arifin Achmad PhD (71), Guru Besar Luar Biasa bidang kimia organik bahan alam di ITB. Selama 35 tahun berkiprah di bidang keilmuan itu, lebih dari 80 spesies tumbuhan tropika bernilai ekonomi tinggi ditelitinya. Ia berhasil menemukan ratusan senyawa kimia metabolit sekunder. Nama Indonesia Banyak di antara senyawa kimia baru itu dinamai yang berkonotasi Indonesia, seperti indonesiol, andalasin, artoindonesianin, dan diptoindonesin. Sebagian besar senyawa kimia ini memperlihatkan aktivitas biologi, seperti antitumor, antimalaria, antijamur, dan antibakteri. Semua merupakan temuan orisinal yang dipublikasikan pada lebih dari 300 artikel ilmiah dalam jurnal internasional. Sjamsul tahun 1989 dan 1994 terpilih sebagai nominator kandidat pemenang Nobel Kimia atas penunjukan Royal Swedish Academy of Sciences. Penghargaan lainnya adalah Blue Planet Prize dari Asahi Glass Foundation, dan Japan Prize dari Science ang Technology Foundation of Japan. Ia tercatat sebagai perintis dan ketua Jalinan Nasional Kimia Bahan Alam di Indonesia yang melibatkan 19 kelompok penelitian di lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia. Ia juga merintis berdirinya Himpunan Kimia Bahan Alam Indonesia, yang kini telah beranggota lebih dari 500 orang. Di ITB, ia pernah menjadi Ketua Jurusan Kimia dan Pembantu Dekan bidang akademik Fakultas Kimia dan Biologi ITB. (YUN) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/05/humaniora/2180207.htm --------------------------------- Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click. --------------------------------- Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click.