Yang sedang kita bicarakan adalah di luar konteks pornografi. Yang pornografi memang sebaiknya dilarang walaupun pelarangan pornografi belum sejalan dengan perbaikan moralitas kesusilaan masyarakat. Barangkali, pelarangannya belum serius dan tidak konsisten. Mayoritas masyarakat kita memang masih mudah diombangambingkan ajaran-ajaran tertentu dan gampang terprovokasi. Maka, bahan bacaan yang oleh sebagian pihak dicap berbahaya cepat-cepat saja diberangus (ini sudah terjadi dari dulu di negara mana pun, misalnya pembakaran buku teori evolusi "The Origin of Species" Darwin 1859). Dalam jangka pendek, tindakan ini kelihatannya efektif. Tetapi dalam jangka panjang, itu meninabobokan masyarakat. Masyarakat tidak diajak belajar menghadapi berbagai pemikiran, tidak tercipta learning society. Apapun yang diproteksi, dalam jangka panjang akan membahayakan. Lebih-lebih dalam arus globalisasi, kita tak bisa terus-menerus membentengi diri bukan ? Lagipula, pelarangan itu relatif. Relatif berdasarkan "rezim" yang sedang berkuasa. Saya kemukakan beberapa contoh. Zaman ORBA, orang mencari buku Pramudya akan sangat sulit. Begitu ORBA mulai menunjukkan senjakalanya, mulailah buku2 re-print Pram bermunculan. Dan kini, orang tak akan kesulitan sedikit pun menemui belasan buku2 Pram - termasuk trilogi Buru-nya. Mereka berjejer2 di rak2 toko buku terkemuka. Contoh lain. Slametmuljana (alm.) - professor UI dan UGM, ahli sejarah dan filolog (pembaca naskah kuno), yang katanya karier kesarjanaannya dihabiskan untuk meneliti Majapahit - tahun 1968 melalui penerbit Bhatara mengeluarkan sebuah buku "Runtuhnya Majapahit dan Masuknya Islam di Jawa". Bukunya menimbulkan kehebohan luar biasa di kalangan sejarawan dan umat Islam. Tahun 1971, bukunya ditarik dan dilarang beredar. Agustus 2005, buku ini kembali muncul dengan format dan ejaan baru, diterbitkan oleh sebuah penerbit di Yogyakarta, diberi kata pengantar bersifat mendukung oleh ahli sejarah UI dan bisa ditemukan di toko buku2 terkemuka. Apakah setelah 34 tahun dilarang, buku ini akan dilarang lagi sebab menimbulkan kehebohan ? Kalau dilarang lagi, maka masyarakat kita tak pernah belajar selama 34 tahun ! Sungguh... Kapan2 saya ceritakan buku Slametmuljana ini. Buku2 kreasionis bertebaran di mana-mana. Para kreasionis di Amerika dan Australia terkenal garang menyerang sendi-sendi ilmu pengetahuan dasar (biologi, geologi, astronomi). Bahkan, mereka berkuasa mengatur kurikulum pendidikan ("say no to evolution, say yes to creationism"). Masuk ke Indonesia, buku2 ini diterjemahkan oleh suatu yayasan kreasionisme di Indonesia. Sebagai geologist, membacanya membuat saya ingin terbahak dengan nalar2 yang digunakannya. Apakah buku2 ini mesti dilarang ? Oh tidak, biarkan saja, malahan harus ditulis buku untuk menandinginya dan biarkanlah masyarakat belajar dan para geologist pun belajar berargumen. Saat anak kita bertanya, apakah benar dinosaurus pernah hidup sezaman dengan manusia, apakah kera itu berevolusi jadi manusia, benarkah umur Bumi miliaran tahun, kita harus memberikan pengertian yang benar, bukan memarahinya atau melindunginya. salam, awang
Shofiyuddin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Maaf kalo agak melantur keluar, abisnya penasaran mau nanggapi. Menurut saya sih ada baiknya juga larang melarang ini. Kretatifitas atau karya tulis atau apapun bentuknya bagi sebagian orang adalah bebas dari nilai tapi bagi yang laen mengandung misi (tidak bebas nilai). Menurut saya sih harus lihat kasus per kasus. Saya gak bisa bayangin perasaan bapak kalo anak bapak tiba tiba saja senang baca tulisan atau komik porno. Lihat sekarang di jalan jalan buletin dan koran yang banyak mengumbar kata kata gombal dan pamer piranti birahi? kepada siapa bapak berharap? kita berharap dapat mengawasi anak tapi waktunya terbatas. Negara (berfikir secara positif) harus melindungi rakyaknya dari ancaman mental kayak begini. Orang yang berubah setelah baca novel bermutu hanyalah orang orang yang pinter! dan jumlahnya sangat sedikit. yang terbanyak adalah orang awam yang baca tulisan gak bermutu! Negara harusnya melindungi rakyaknya. Hak cipta tetap dihargai tapi juga harus diawasi. Belum lagi kalo kita lihat tayangan televisi yang dengan entengnya mengumbar kata kata kasar .... bangsat dan bodoh (maaf) adalah hal yang biasa, belum lagi pameran yang wah wah lainnya! yang jadi korban justru rakyat awam, orang yang berpendidikan cukup mungkin bisa memberikan pengertian kepada anaknya, tapi bagaimana dengan orang yang tak mampu? mereka sibuk cari makan! mereka harus dilindungi. Haruskah mereka dibiarkan dengan hak ciptaannya? inget filem Buruan Ciuman Gue yang diprotes Aa Gym? Niat yang baik untuk mengingatkan anak bangsa dari kejatuhan nilai nilai luhur justru di protes! Ya ... karena masyarakat awam sudah dijejali hak hak cipta seperti yang saya kemukakan diatas. Bapak bisa bilang ..... ya itu khan tergantung kita semua! ....tapi bagaimana dengan yang laen pak? yang boro boro ngurusin anak (sebagai generasi penerus bangsa), cari makan aja udah susah. Jadi sekali lagi, hak cipta adalah bukan segala galanya yang harus diberi tempat, tapi juga harus dicermati. Sekali lagi maaf untuk yang tidak berkenan. Salam Shofi On 11/10/05, [EMAIL PROTECTED] wrote: > > Saya sangat sedih bila ada kelompok/ individu yang sangat tidak menghargai > karya orang lain. Memang manusia dilahirkan berbeda, masing-masing > individu adalah unik, tidak ada yang sama, termasuk jalan pikirnya. Setiap > penyangkalan terhadap fakta ini akan selalu menimbulkan masalah. Tetapi > harap diingat pula, perbedaan selangkah lagi akan menuju perpecahan, bila > kita tak mampu me-manage perbedaan ini dengan baik. Kuncinya adalah satu: > hormatilah pendapat orang lain lewat konsensus, karena kita tidak bisa > hidup sendiri, manusia adalah makhluk sosial. Jadi hormatilah dan > hargailah perbedaan: suku, agama, ras, juga buah pikir seseorang. > Masih ingat pooling yang dilakukan Arswendro Atmowiloto yang berakhir > dipenjarakannya penulis produktif itu? Sedih memang......., itulah > Indonesiaku!!!! > Salam, > Yatno > > > Setuju dengan Batara, perbedaan (pendapat, faham, suku, agama, dll.) > > adalah anugerah yang harus disyukuri. Perbedaan pendapat menjalankan > > pikiran. Bila semua sudah sepakat, maka tak ada tantangan-tantangan dan > > perdebatan-perdebatan lagi yang harus dicari kebenarannya. > > > > Dalam dunia ilmu, kesepakatan akan menjadi Senjakala Ilmu Pengetahuan > > alias The End of Science (mengutip judul buku John Horbin yang baru saja > > diterjemahkan oleh Teraju). > > > > Keseragaman pikiran mematikan, perbedaan pikiranlah yang menghidupkan > > suasana. Hidup kemerdekaan berpikir ! > > > > salam, > > awang > > > > (buku harus dilawan dengan buku, bukan dengan api, maka pembakaran buku > > adalah penyangkalan dan penghinaan terhadap inteligensia !) > > > --------------------------------- Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click.