Bapak, Ibu, IAGI-Netter, sahabat sekalian cucu Nenek Moyang Pelaut

Awal minggu ini hampir sebagian besar media masa, seperti koran dan media 
elektronik memberitakan tentang banjir pasang disebagian besar pantura Jawa. 
Moment yang sangat tepat pada saat pertemuan internasional puncak global 
warming di Nusa Dua Bali. Penjagaan yang ekstra ketat pada konferensi ini juga 
bikin panas dan gerah masyarakat disekitarnya juga praktisi serta ilmuwan 
terkait. Banjir pasang disekitar pantura juga gempa dan tsunami yang melanda 
tanah air kita 3 tahun belakangan ini, mengingatkan untuk peduli terhadap laut 
yang hampir 70% merupakan bagian dari tanah air kita (tanah 30% air 70%). 
Indonesia sebagai negara yang bergaris pantai dan zona penunjaman terpanjang 
didunia dan konon nenek moyangnya pelaut bisa dikatakan terlambat peduli 
"betul" terhadap laut, paling tidak departemennya saja baru pada awal tahun 
2000an ada. Namun demikian penelitian laut, khususnya geologi laut dibawah 
departemen ESDM sudah berlangsung 2-3 dasawarsa. 

Sebagian dari laut kita, seperti di selatan Jawa lebih kaya akan mitos, seperti 
Nyai Roro Kidul atau Nyi Blorong yang bahkan sudah difilemkan pada 1980-an 
sebagai ratu nan cantik yang bisa berubah jadi naga laut dan maaf...haus darah! 
Mitos ini hingga kini terpelihara di keraton Jawa Tengah maupun Pelabuhan Ratu! 
Adakah potensi lain dari laut kidul selain mitos ? Lalu lebih jauh lagi 
seberapa jauhkah kita mengetahui potensi dasar laut kita ? Siapakah yang peduli 
terhadap seabed exploration? Ada ada di seabed atau seaflor ? Lalu apa gunanya 
eksplorasi dasar laut ? Siapa yang punya otoritas pada seabed ?

Pada tayangan video saat kuliah marine geology pada tahun 1987 di RWTH Aachen, 
saya menyaksikan betapa negara Jerman yang lautnya hanya sepanjang pantura Jawa 
Barat, menginvestasikan jutaan dollar untuk eksplorasi dasar samudra Atlantik, 
Pasifik dan Samudra Indonesia. Kapal Sonne yang berteknologi canggih kebanggaan 
Jerman, misalnya pernah meneliti di palung Barat Sumatra dan Selatan Jawa. Lalu 
untuk apa Jerman memakai uang rakyatnya untuk eksplorasi geologi laut jauh dari 
negaranya ? Pasti ada apa-apanya dong! Tambah heran lagi ketika tahun 1988 saya 
mendapatkan publikasi tebal (1000 halaman) yang diterbitkan NATO yang mengulas 
secara rinci eksplorasi geologi dasar samudra ? Apa urusannya Pakta Pertahanan 
Atlantik Utara dengan geologi dasar samudra ? Para MENHANKAM dan ahli HANKAM 
yang tegabung dalam NATO tenyata tidak hanya memikirkan bagaimana menggunakan 
bedil, bom dan rudal tapi juga bagaimana mencari mineral-mineral strategis 
untuk ketahanan negara mereka! Dan tentunya IPTEK akan menjadi ujung tombak 
pengusaan perairan dalam dan bebas di bumi ini ! Siapa yang berhak 
mengeksplorasi Samudra Indonesia ? Seandainya 200 mil laut belong to Indonesia 
sanggupkah kita mengeksplorasi dan mengeksploitasi gas hidrat dibawah kedalam 
4000 meter di Palung Jawa ? Lalu bagaimana juga bila delicate minerals terdapat 
di celah laut Banda pada kedalam 7000 meteran ? Apakah ini termasuk perairan 
bebas ? Bagaimana hukum laut Indonesia - Internasional dalam kasus Banda ? 
Rasanya tidak akan pernah cukup pertanyaan dan juga jawaban laut juga dasar 
laut tanah air kita. Namun demikian kita sedikitnya boleh bangga,  devisa RI 
sebagian besar disuplai dari exploitasi MIGAS dan Mineral lepas pantai! Mineral 
timah paling ekonomis didunia ditambang dengan "dredging" pasir di perairan 
Bangka-Belitung! Timah yang sempat jadi komoditi primadona tahun 1970an diduga 
terkait dengan meroketnya permitaan timah panas untuk perang Vietnam! Kini 
industri IT sangat butuh timah hangat!

Sampai dimanakah langkah IPTEK kita dalam mengeksplorasi non hayati laut ? 
Salut untuk mantan menristek RI Prof. Dr. Ing. BJ Habibie juga Prof MT Zen yang 
telah menjadi pionir dalam penelitian dan kepedulian terhadap dunia maritim 
nusantara. Pada era Menristek Habibie, BPPT dan PPGL (Pusal Peneltian Geologi 
Laut) telah memulai eksplorasi laut dan dasarnya dengan mengunakan research 
vessel (RV) Baruna Jaya (BJ) I hingga IV. Penelitian laut tidak berhenti walau 
mengalami pasang surut yang lumrah di negeri yang predikatnya berkembang terus. 
Akhir tahun 1990-an armada RV bertambah dengan BJ-VIII yang dikelola oleh 
Oseanografi LIPI. Dengan BJ IV dan BJ-VIII tim BPPT, LIPI, dan wakil beberapa 
Universitas serta pakar geologi laut Manca Negara seperti BGR, JAMSTEC, CSIRO, 
dsb pada akhir 1990an hingga kini telah menjalankan riset bersama, diantaranya 
Palung Jawa diselatan Jawa dan barat Sumatra, Teluk Bone, Kepuluan Sangihe, 
Teluk Toli-toli dan Gunung Una serta perairan Gunung Komba di laut Flores. 

Berdasarkan pengalaman riset dan eksplorasi geologi laut selama beberapa tahun, 
sejak tahun 2000 dengan restu dan izin resmi dari Fakultas (dulu FIKTM) saya 
telah membuka kuliah Geologi Laut. Selama 5 tahun telah lulus sekitar 50 
mahasiswa pengikut kuliah geologi laut ini! Sangat sedikit bila dibandingkan 
dengan luasnya laut kita!! 

Siapa saja yang ingin mengetahui lebih dalam tentang eksplorasi geologi laut, 
dapat menghadiri Kolokium Hasi Penelitian Geologi Laut pada tanggal 3 Desember 
2007 di PPGL diujung jalan Pasteur - Bandung. 

Sekedar oleh -oleh akibat "Mabuk Gratis" selama ekspedisi laut dengan BJ, 
berikut kami tayangkan "Snapshot" beberapa hasil riset laut dan kegiatan 
explorasi geologi laut. Selamat menikmati Jares Veva Jayamahe!! Khusus untuk 
IAGI Net Mohon izin tayang untuk Snapshotnya dalam PDF. Nuhun


Salam

Andri Subandrio

Kirim email ke