Ini analisa yang mantab-mantab dari Mas-mas: Bram, Adi, Awang, Bambang, Yanto 
Salam (eh Salim, beliau ini guruku lho...), dll.

Memang analisa ekonomi merupakan bagian utama juga. Kalau saja bisa dapat 
minyak, tanpa seismik, ya lebih bagus (misal pemboran awal tahun eksplorasi 
minyak)  tanpa seismik dengan pemetaan stuktur sedimen. 

Seismik refleksi masih paling ampuh, beresolusi tinggi untuk melihat struktur 
lapisan sedimen (lithosfer). Lapisan keras dangkal (diatas lapisan target), ada 
yang keras, misal vulkanik, yang mengurangi banyak energi dinamit, sebelum 
mencapai lapisan target.

Dilaut, energi gampang masuk kelapisan target, tanpa pengeboran untuk tempat 
"shot hole". Vibroseis bisa efektif pada gurun, dan tak efektif di daerah 
daratan Indonesia. Peletakan dinamit, dengan mengebor, dilakukan untuk mencapai 
lapisan keras (sub-weathering), agar eenrginya efektif. Pada daerah swampi, 
"coatalplain", kadang perlu 70 m (210 ft) baru menemukan lapisan keras (sub 
weathering tadi). Kalau lapisan permukaaan bumi adalah keras, malah tak perlu 
mengebor dalam-dalam.  Kalau lapisan dangkal itu "unconsolidated layer(s)", ini 
memang sering lubangnya runtuh. Malah Mas Bram sering perlu menyemen dinamit. 
Ini baru saya dengar, usaha yang begitu itu perlu dilakukan. Lapisan permukaan 
yang berupa gamping, sering amat banyak menyerap energi. 

Akusisi umumnya menelan 90 % dari pembeuatan seismik cube. Maksudnya 10 % ada 
di processing seismic. Banyak "langkah" yang lebih pas, akan membuat biaya 
processing efektif. Walaupun dengan biaya yang besar, belum tentu tujuan 
pembuatan cube itu tercapai bagus. Lapisan permukaan yang "rough terrain", 
berbukit-bukit, bergunung-gunung, sering merepotkan penghitungan "static 
correction". Rumusan yang di pakai, sering tak lagi bisa berlaku bagus atas 
banyak pengandaian sederhana. Maka usaha pembuatan rumus yang lebih pas adalah 
perlu di lakukan. Residual static, bisa di lakukan berkali-kali. Umumnya tak 
perlu sampai 7 kali, dan 3 kali saja sudah cukup.  PSTM "Pre Stack Time 
Migration" sudah cukup efektif, murah untuk dilakukan dengan hasil yang mantab. 
PSDM "Pre Stack Depth Migration", umumnya masih mahal, namun sudah banyak 
efektif terhadap biaya dan durasi waktu pembuatan cube. Ini yang jarang 
terdengar, yakni "super-cdp-gather-stack" kini juga bisa
 membantu perbaikan pembuatan.

Lateral resolusi, kerapataan CDP per satuan jarak, perlihatkan semkin pendek, 
maka data semakin bagus. "marine" amat murah, bisa kini 10mx10m. Didarat, usaha 
itu mencapoai 70 x lipat biayanya. Orang ada yang berfikir: 2-D data, lalu di 
buat cube, dan dibuat 3D dengan interpolasi akan sama dengan 3D. Sayangnya, 
rumus interpolasi adalah anggapan lapisan datar homogen, sehingga ini tak 
sesuai harapan (membuat cube 3D sub-subsurface actual). Saya lebih mengatakan, 
bahwa interpolasi, penambahan trace (data) itu, tak menambah resolusi lateral 
subsurface dengan benar.  Atau 3D cube dengan spacng 100 mx100 m, lalu di 
interpolasi jadi 10mx10m, akan jauh lebih jelek dibanding akusisi 10mx10 m.

Syukurlah, enaknya, masih banyak masalah di alam yang harus di selesaikan untuk 
mendapatklan minyak (tambang), atau pencapaian target. Sehingga masih banyak 
diperlukan usaha para ahli. Kalau sudah tak ada masalah di alam, wah semuanya 
nganggur. Tak iya ? Bagaimana Mas-mBak ? Unutngnya kedepan 70 th explorasi 
minyak di dunia terpusat di Indonesia. 

Wass,
Mas Mar.

From: Brahmantyo Krisnahadi Gunawan <brahmanty...@bpmigas.com>
To: Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia <fo...@hagi.or.id>; 
"iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id>

Untuk drilling hole seismik, Yang lebih sulit dari sekedar batuan keras di 
permukaan, memang Unconsolidated Breccia/ Conglomerate Kuarter dengan fragmen 
kerikil-kerakal batuan beku atau gamping yang keras, bisa berupa endapan lahar 
(volkanic kuarter), fluvial (seperti di Bula, Seram), atau talus (di Matindok), 
Karena belum kompak dan tidak terkonsolidasi, mkaka ketika di-bor, selain sulit 
dan lama karena bit mengenai fragmen keras, dinding annulus juga gampang runtuh 
sehingga bit dan string gampang stucked, dan ketika string dicabut maka 
dindingnya runtuh !
Ketebalan unconsolidate aglomerate ini bahkan puluhan meter, sehingga sulit 
diharapkan bisa ngebor melalui sekuen ini dan tembus ke consolidated bedrock.
Di Bula seram, dicoba dengan menggunakan (casing) NQ pipe, tapi ribet dan 
ongkosnya mahal.

Metoda di Matindok dengan menggali pit dan tanam explossive , seperti mengubur 
mayat, sepertinya kurang efisien (lama dan ongkos bengkak) juga kurang efektif 
, charge didalam lubang disiram adukan semen terus di-urug, charge tdk tersemen 
semua. Daripada gali sampe 5 m tapi toh masih di sekuen talus juga, ya 
mendingan bikin pit kecil lalu charge dicor pake adonan semen terbenam 
seluruhnya di dalem coran semen. Untuk kondisi seperti ini memang tidak ada 
teknik berarti yang bisa dilakukan lagi. Selanjutnya ya mengadandalkan teknik 
processing saja, sekarang kan ada beberapa metoda dan teknik processing baru 
(CSR dll).
Vibroseis, selain susah mobilisasinya, karena kondisi permukaan di kita yang 
beragam, tidak seperti di gurun pasir, permukaan di kita kebanyakan soil dan 
cenderung terlalu soft, apalagi kalo kena hujan...becek de :)!

Karena kebanyakan reservoir migas di kita berada lebih dari kedalaman 1500 m, 
sampai saat ini masih metoda seismik refleksi yang paling diandalkan. Karena 
kapabilitasnya relatif paling komplit.  Beberapa metoda geofisika lain mungkin 
memmpunyai keunggulan tertentu tapi lemah di aspek lainnya, misalnya sanggup 
mendeteksi fluida HC gas di bawah permukaan, tapi sulit menentukan di layer 
mana, dan bagaimana strukturnya.

Ada juga daerah yang sudah diakuisisi seismik tapi tetap blur, seperti di P. 
Bunyu, hingga akuisisi seismik tahun 2005 pun tetap buruk, maka ekplorasi 
maupun pengembangannya bagaikan kerja di tempat gelap.  Tantangan buat rekan di 
PEP & PEPTC untuk menjajaki metoda baru selain surface seismic. Mungkin dengan 
menjajaki  "Multi Azimuth (3D) Offset VSP" dengan "Multi layer downhole 
receiver array", dll.

Salam
BKG.


-----Original Message-----
From: forum-boun...@hagi.or.id [mailto:forum-boun...@hagi.or.id] On Behalf Of 
Permana Citra Adi

Ikutan nimbrung pak,
Saya juga memiliki masalah yang sama pak, yaitu di area Matindok, cukup
sulit mendapatkan image bawah permukaan yang baik dikarenakan factor
topografi yang berundulasi dan juga masalah batuan keras yang sudah
tersingkap (ada yang berupa limestone dan ada yang sudah tertutup oleh
ofiolit).
Akuisis seismic terakhir yang dilakukan pada tahun 2005 mengalami banyak
kendala terutama saat melakukan Pemboran lubang charge, banyak mata bor yang
habis dan akhirnya dilakukan dengan teknik penggalian saja, itu pun perlu
usaha yang luar bisaa pak untuk mendapatkan lubang dengan kedalaman tertentu
(waktu itu 5 m) dan hasilnya ga maksimal pak.
Potensi di area matindok sebelah NW masih besar dikarenakan banyaknya gas
seeps yang muncul di tanjung apai dan juga ada oil seep di desa
kolo....hanya saja permukaannya tertutupi ofiolit.
Nah teknologi akuisisi yang seperti apa yang bisa mendapatkan image bawah
permukaan untuk kasus seprti ini.

Salam

-adie-

-----Original Message-----
From: forum-boun...@hagi.or.id [mailto:forum-boun...@hagi.or.id] On Behalf
Of Brahmantyo Krisnahadi Gunawan

Betul Pak Awang,  banyak area  cekungan potensial di Jawa dan Sumatera  yang
belum dieksplorasi karena di permukaannya tertutup endapan volkanik,  masih
banyak yang gentar untuk melakukan akuisisi di area seperti ini, umumnya
karena berdasarkan tampilan data  seismik dari akuisisi  lama  di daerah
volcanic cover (sebelum tahun 90-an) yang tidak bagus, wajar saja karena
kapabilitas teknologi akuisisi dan processing saat itu masih terbatas.
Volcanic cover deposit yang menimbullkan masalah, dapat  berupa endapan
Volkanik Kuarter (Bat beku, dan breksi volkanik), atau  singkapan dari
sedimen turbidit  pre -Kuarter  yang dominan fragmen volkanik ( Turbidite -
Volcaniclastic breccia) seperti  singkapan Fm. Halang dkk di Jawa Tengah
Selatan.  Keduanya sama2 menimbulkan hambatan permukaan  untuk akuisisi
seismik al. :  -  Masalah Statik (topografi  variatif, morfologi terjal)
dan Korelasi S-R,  produktivitas  (batuan keras dan laju mobilisasi),  dan
hambatan penetrasi energi  sumber (absorbsi & difraksi energi).
Hasil akusisi seismik oleh Pertamina setelah tahun 1992 di Jawa Tengah
bagian utara dan Selatan, sudah mendapatkan tampilan data seismik  cukup
bagus, setidaknya memadai untuk mendefinisikan struktur geologi bawah
permukaan . Untuk resolusi vertikal memang masih
Teknik dan Teknologi akusisi maupun processing sekarang sudah makin maju
lagi ,  maka saat ini saya yakin  sesulit apapun masalah volcanic cover di
permukaan,  konfigurasi  struktur  geologi dari cekungan sedimen di
bawahnya, akan  dapat didefinisikan (Sehingga bisa menjawab pertanyaan
P'Frank, tentang membedakan Gliding Tectonic deposit dengan Toe-Trust Block
:)).

Secara Teknik akuisisi , saya menyarankan penggunaan offset yang lebih
panjang  dari optimasi normal, sedangkan mengenai  batuan keras  (batuan
beku/breksi volcanik)  yg dangkal  atau malah tersingkap di permukaan),
tidak perlu pusing dengan patokan depth charge, Charge (single/pattern)
cukup masuk ke bedrock/outcrop batuan keras tsb,  lalu tutup dengan adonan
semen.

Saya penasaran tu di daerah onshore Jawa Barat selatan,  karena di wilayah
tersebut belum ada data seismik hingga sekarang.  Kebanyakan mungkin kurang
tertarik karena di wilayah tersebut  berdasarkan peta geologi permukaan
banyak  volcanic cover Kuarter  (padahal  sebagian besar permukaan area
hanya fragmen halus klastik volkanik, yang hanya menimbulkan sedikit
hambatan saja untuk akuisisi seismik). Di wilayah tersebut, memang hampir
tidak ada rembesan oil/gas , ini juga yang mungkin membuat orang kurang
tertarik.  Tapi, bukankah banyak sekali Oil/gas field di Negeri tercinta ini
yang dipermukaannya kagak pake oil/gas seeps  segala  ??:)
Setau saya, ada  potensi batuan resevoir di Jawa Barat selatan ini malah
lebih bagus dari Jawa Tengah selatan,  terbukti dari dijumpainya singkapan
batupasir (dan karbonat ) dengan kualitas yang bagus di daerah Sukabumi  dan
sekitarnya.  Mungkin terdapat perbedaan signifikan  provenance sedimen
antara Jawa Tengah Selatan dan Jawa Barat Selatan ?  Soal ini, mungkin
rekan2 geologist  dapat menjelaskan lebih lanjut.:)

Salam,
BKG

-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com]
Sent: 07 Januari 2010 1:17

Pak Bambang,

Terima kasih atas infonya, nanti saya cek website-nya. Teman-teman
geophysicists barangkali bisa berkomentar untuk masalah akuisisi seismik di
onshore Jawa ini sebab saya melihat masih banyak sekali potensi migas
terkubur di bawah volcanic cover Miosen-Kuarter ini, terutama di perbatasan
antara Jawa Barat-Jawa Tengah dan Serayu Utara. Rembesan minyaknya, pada
kedua area ini,paling kaya di Jawa.

Untuk Serayu Utara, kelihatannya lebih banyak rembesan minyak dibandingkan
gas.Contoh minyak Cipluk yang saya peroleh kelihatannya light oil atau
minyak dalam maximal maturity. Jadi masalah overmaturity mungkin tak perlu
terlalu dikhawatirkan. Main-peak maturity untuk minyak kelihatannya masih
terjadi di Serayu Utara.

salam,
Awang

--- Pada Rab, 6/1/10, Bambang Gumilar <bgumilar_mail...@yahoo.co.id>
menulis:


Dari: Bambang Gumilar <bgumilar_mail...@yahoo.co.id>
Judul: Bls: [iagi-net-l] Teknologi Akuisisi Seismik (was: Gliding Tectonics
dan Prospek HC)
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Rabu, 6 Januari, 2010, 11:13 PM


Mengutip alenia terakhir dari tulisan pak Awang di bawah ini tentang
teknologi akuisisi seismik, saya tertarik untuk membaca ulang arsip-arsip
beberapa tahun terakhir tentang kisah sukses Chevron di Gulf of Mexico dan
di Angola yang berhasil mendisain akuisisi seismik untuk Sub-Salt. Berangkat
dari ide yang sama, teknologi ini diteliti lagi dan dicoba untuk Sub-Basalt
(volcanic) di Laut Utara. Ternyata berhasil dengan ditemukannya 'Rosebank'
dan sudah banyak publikasi tentang ini.
http://www.chevron.com/news/press/Release/?id=2007-07-17 (Press Release ini
adalah domain publik). Juga di website
http://www.faroebusinessreport.com/content/view/271/39/

Pertanyaannya selanjutnya, seandainya kita bisa melakukan 'seismic imaging'
di Jawa Tengah Utara, apakah HC yang masih ada tidak ter-'thermal-cracked'?
Mengingat kedalaman dan gradien geothermal di kawasan tersebut. Jika
target-nya gas, mungkin masih susah bagi teknologi ini untuk diapplikasikan
secara ekonomis (cost effective).

Wassalam,

-bg
www.linkedin.com/in/bambanggumilar



----- Pesan Asli ----
Dari: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Pak Budi,

Setelah banyak mempelajari struktur dan tektonik di berbagai wilayah di
Indonesia, saya melihat bahwa kompresi lateral dengan penggerak utama
tektonik lempeng tidak selalu menjadi satu-satunya penyebab kinematika
elemen struktur dan tektonik. Banyak hal yang menuntut penjelasan lebih dari
sekadar kompresi.

Bahkan dengan konsep exhumation, yaitu terangkatnya kembali kerak benua yang
pernah tenggelam di bawah kerak berasosiasi oseanik, saya tak akan melihat
lagi bahwa seluruh pengangkatan yang terkenal itu (Himalaya, Kuching High,
Meratus, Central Ranges of Papua, dsb.) semuanya karena tektonik lempeng
semata. Memang, tektonik lempeng penggerak utamanya sehingga banyak
mikro-kontinen bertubrukan, tetapi exhumation tak memerlukan tektonik
lempeng yang lateral, ia hanya memerlukan kompensasi gravity, sebab naiknya
kembali kerak kontinen yang pernah tenggelam itu terjadi karena perbedaan
density kerak dan gravity. Saat ini exhumation sedang terjadi di banyak
tempat ex collision di Indonesia (Timor, Banggai, Meratus, dsb.).

Kemudian, apa yang sudah naik pun, wajar dan sering sekali diikuti oleh
gerak runtuhan (collapse) di sebelahnya - ini hanya penyeimbangan isostasi,
dan yang namanya isostasi selalu gravity-movement. Maka semua foredeep yang
terbentuk di sebelah suatu zone collision harus dicurigai sebagai collapse
gravity. Weber Deep, depresi laut paling dalam di Indonesia (7000 m) -lebih
dari palung Sumatra dan Jawa, terjadi karena collapse gravity di depan jalur
collision Tanimbar-Kei-Seram.

Gliding tectonics semula dipicu oleh differential gravity movement. Definisi
yang Pak Budi kutipkan dari American Journal of Science (1954) itu
memuaskan. Begitulah gliding tectonics atau tektonik longsoran/lengseran
itu, ia membutuhkan topografi yang tinggi (uplifted) dan topografi yang
rendah (subsided). Di kedua topografi yang beda tinggi ini akan bermain
gravity movement dan kalau di antara keduanya dihubungkan oleh suatu lereng,
maka berjalanlah gravity movement melalui gliding tectonics. Gliding
tectonics pun fenomena tektonik juga, hanya penyebab lipatan dan sesar di
sini bukan gaya kompresi, melainkan gaya berat (gravity) ditambah progradasi
sedimen.

Gliding tectonics bisa bekerja dalam skala lokal maupun regional. Memang
lebih banyak yang bekerja dalam skala regional sebab dalam skala regional
perbedaan topografi tinggi rendah dan differential gravity movement-nya
lebih nyata. Di wilayah alluvial fan, lebih banyak bekerja sistem runtuhan
dalam bentuk molassic deposits yang disuplai dari tinggian sekitarnya ke
rendahan yang ditempati kipas aluvial. Saya tak yakin gliding tectonics
bekerja dengan baik di sini. Di wilayah delta mungkin saja, tetapi itu pun
harus delta yang berprogradasi dalam jarak jauh dan ada tinggian regional di
wilayah hinterland-nya. Syarat ini dipenuhi secara ideal oleh wilayah
progradasi delta di Cekungan Kutei dengan tinggian hinterland-nya berupa
Kuching High di sebelah utara Kalimantan Tengah. Bahwa gliding tectonics
membentuk Samarinda Anticlinorium yang terkenal itu di wilayah ini pernah
dibahas oleh van Bemmelen (1949), Rose dan Hartono (1976 -IPA), dan Ott
(1987 -IPA).
Dalam pandangan saya, itu penjelasan yang lebih memuaskan bagi asal
Samarinda Anticlinorium dibandingkan penjelasan2 sesudahnya (oleh John
Chambers & Tim Daley, Ken McClay, dll.).

Di wilayah slope-lah (lebih dalam dari prodelta terutama di wilayah slope),
gliding tectonics terutama bermain. Semua toe-thrusting di sini yang dipicu
oleh decollement dalam kinematika thin-skinned tectonics berasamaan dengan
progradasi sedimen, pada dasarnya adalah manifestasi gliding tectonics, yang
tak memerlukan kompresi.

Reservoir dan source dalam gliding tectonics akan berasal dari reworked,
transported, dan re-deposited sediments turbidit yang berasal dari
provenance di uplifted area di dekatnya yang tersingkap pada saat lowstand
sea level. Contoh idealnya adalah di Makassar Strait dan Tarakan deep water.
Semua lapangan produktif di laut dalam Makassar (West Seno misalnya) atau
Aster di Tarakan deepwater adalah sedimen turbidit (baik reservoir maupun
source-nya) yang berasal dari exposed seri delta-delta ancient Mahakam.
Kemudian reservoir dan source ini terlibat dalam gliding tectonics yang
membentuk toe-trusting.

Di Jawa Tengah Utara (Serayu Utara), konsepnya akan sama, kita harus mencari
reworked, transported dan redeposited sediments yang berasal dari uplifted
Serayu Selatan atau northern platform Jawa Tengah, yang saat itu menjadi
sumber sedimen untuk depresi Serayu Utara. Apakah ada batupasir turbidit
saat itu, di mana diendapkan ? Inilah kesulitan utama di Jawa Tengah yang
tak ditemukan di Makassar Strait. Semua redeposited sediments itu, yang
punya kualitas sebagai reservoir dan sources sekarang terpendam dalam di
bawah endapan volkaniklastik sejak Miosen - Kuarter. Padahal, Merawu bagian
bawah (early Miocene) dan Lutut sands (early Miocene) di lokasi tipenya
(hulu Sungai Merawu dan Kali Lutut) sangat kuarsaan, bagus sekali sebagai
reservoir sebab Merawu Bawah disuplai dari porphyritic quartz Eocene di
Serayu selatan.

Maka apabila ada teknologi akuisisi seismik yang mampu membuka ribuan meter
volkanik-klastik Miosen-Kuarter di Jawa Tengah Utara dan menyingkapkan
endapan batupasir Paleogen di bawahnya, hm...suatu hal yang menarik
tentunya. Meskipun demikian, tutupan volkaniklastik pun dapat berperan
sebagai reservoir seperti telah terbukti di lapangan-lapangan Jatibarang,
Cipluk, Wunut, Carat, Tanggulangin dll. Maka tak ada rotan, akar pun
berguna. Bila susah membuka batupasir Paleogen di Serayu Utara, endapan
volkaniklastiknya pun dapat berperan sebagai reservoir.

salam,
Awang


      Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk
Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka
browser. Dapatkan IE8 di sini!
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer


      

Kirim email ke