Hanya pertanyaan awam Pak Awang ....
Atlantis itu tidak ada hubungannya dengan Atlantic yang terletak antara benua 
Eropa dan Amerika?
Bagaimana asal mula penamaan atlantis itu?  Apakah penamaan tsb dahulu ada 
hubungan dengan dugaan letaknya, yang mungkin tenggelam di samudra Atlantik?
Terimakasih.

Wassalam,
HK


________________________________
From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; 
Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Sat, February 20, 2010 10:51:56 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Atlantis Itu Indonesia ? : Bantahan Arkeologi dan 
Geologi

Menarik sekali Pak Awang,
Cuman kok kayaknya soal Atlantis ini njujug dengan kesimpulan Atlantis itu
"ada". Trus sekarang mencari "dimana Atlantis itu?". Padahal "ada" atau
fakta  dalam sains itu semestinya dicari buktinya dulu baru diyakini
keberadaannya. Berbeda dengan keyakinan agama, dimana tanpa bukti
(evidences) sudah diyakini kebenarannya.
Jadi sepertinya pembuktian "dimana Atlantis" seolah-olah bukan sains. Wong
"evidences" keberadaanya masih "hipotesa". Yang saya ragu .. bolehkan
keberadaan Atlantis ini disebut sebagai "hipotesa sains" walaupun tanpa
indikasi awal dari pengamatan ?

*[image: Sumber
Wiki]<http://rovicky.files.wordpress.com/2009/11/benua-benua.jpg>
*
http://rovicky.wordpress.com/2009/11/27/benua-geologi-benua-sejarah-benua-khayalan/

RDP

2010/2/20 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>:
> Di gedung auditorium Museum Indonesia TMII, Jakarta,  sebuah gedung yang
asri dengan batu dan tiang-tiang berukir nan megah, seminar Atlantis digelar
PT Ufuk Publishing House pada Sabtu 20 Februari 2010 tadi pagi-siang pukul
09.30-13.30. Seminar dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai kalangan yang
meminati isu Atlantis. Jadwal selesai mundur 1 ½ jam oleh serunya diskusi.
>
> Sejak buku terjemahannya diterbitkan PT Ufuk akhir tahun lalu, buku
tulisan Prof. Arysio Santos (ahli fisika nuklir Brazil) laku keras di
pasaran. Buku kontroversial yang mengatakan bahwa benua Atlantis yang hilang
itu ternyata Indonesia tentu menimbulkan minat tersendiri bagi orang
Indonesia. Berdasarkan hal itulah maka PT Ufuk serius menggelar seminar ini
mengundang para narasumber yang berkaitan dengan bidang bahasan buku
Atlantis.
>
> Menganggap bahwa isu yang dilempar Prof. Santos ini penting untuk harga
diri bangsa (sebab Atlantis terkenal berkebudayaan tinggi) dan penting bagi
ilmu pengetahuan Indonesia, maka PT Ufuk mengundang Prof. Dr Jimly Assidiqie
(mantan ketua MK, dan anggota Watimpres) untuk memberikan pidato kunci.
Sebelumnya, seminar dibuka oleh Prof. Dr. Umar Anggara Jenie (Ketua LIPI)
yang memberikan pengantar tentang aspek ilmu pengetahuan isu Atlantis ini.
>
> Prof. Umar Jenie bersikap netral dalam isu ini sebab beliau mengakui tak
mempunyai kapasitas untuk menilai pendapat Prof. Santos (Pak Umar adalah
seorang ahli farmasi). Tetapi Pak Umar mengutip Arthur Clarke bahwa
kebenaran itu tak harus selalu berdasarkan kebenaran pada saat kini, bisa
juga didasarkan atas imajinasi yang saat ini belum terbukti tetapi kelak
mungkin saja terbukti. Dan bila sebuah seminar internasional tentang
Atlantis diperlukan diadakan, LIPI akan mendukungnya. Buku Prof. Santos
baik, dalam hal bisa merangsang perdebatan sebab perdebatan merupakan
jalannya ilmu pengetahuan.
>
> Prof. Jimly, sebagai seorang ahli hukum juga tak bisa menilai pendapat
Prof. Santos ini, tetapi Pak Jimly mengatakan bahwa bila isu ini benar, maka
buku Atlantis ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia, paling tidak
bisa membangun kembali harga dirinya di dunia internasional. Sebelum buku
Atlantis ini, ada buku kontroversial lain yang ditulis Stephen Oppenheimer
ahli genetika dari Inggris berjudul “Eden in the East” yaitu Sundaland
sebagai tempat awal peradaban manusia modern. Dua buku ini penting bagi
identitas bangsa Indonesia, begitu menurut Prof. Jimly.
>
> Pembahasan teknis detail pendapat Prof. Santos dilakukan melalui disiplin
ilmu arkeologi (oleh Prof.Dr. Harry Truman Simanjuntak) dan geologi (oleh
saya). Setelah Prof. Truman dan saya presentasi, Radhar Panca Dahana
melanjutkan acara dengan berbicara tentang aspek budaya Indonesia masa lalu.
>
> Presentasi Prof. Truman (Centre for Prehistoric and Austronesian Studies,
mantan Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia) berjudul “Atlantis –Indonesia
?”. Sebagai seorang ilmuwan senior, Prof. Truman mengemukakan pertama kali
bagaimana sebuah karya ilmiah itu dibangun, bagaimana analisis sumber data
itu dilakukan, bagaimana kondisi datanya. Bila premis dibangun atas data
yang tak sahih (valid), maka premis salah, hipotesis salah, kesimpulan pun
salah. Itulah yang terjadi dengan buku Prof. Santos. Tak ada analisis data
dilakukan. Prof. Santos hanya menyambungkan fakta atau fiksi di sana-sini
menjadi suatu rangkaian cerita. Uji sumber data tak dilakukan, kesimpulan
didasarkan bukan atas data dan analisis yang valid. Banyak kerancuan
dikemukakan dengan pembahasan yang tidak sistematis. Selanjutnya, Prof.
Truman membahas kebudayaan tinggi Indonesia 11.600 tahun yang lalu versi
Prof.Santos (saat penenggelaman Atlantis Indonesia terjadi) dikontraskan
>  dengan penemuan-penemuan artefak di Indonesia yang berangka tahun sekitar
11.600 tahun. Pada masa ini, manusia Indonesia berada pada MMA (manusia
modern awal) pada tingkat kebudayaan latest paleolithic dan preneolithic.
Kebudayaan pada masa ini berdasarkan penemuan2 arkeologi dicirikan oleh
berburu, meramu, hunian gua dan teknologi lithik (batu). Dengan terjadinya
deglasiasi pada masa ini, manusia makin banyak tinggal di dalam gua dan
mengembangkan kebudayaan gua termasuk rock art, perkembangan konsepsi
kepercayaan. Dengan kata lain, tak ada tingkat kebudayaan yang maju seperti
yang diceritakan Plato di dalam cerita Atlantis. Karena tak ada bukti
arkeologi sama sekali bahwa Indonesia telah berkebudayaan maju sebelum
11.600 tahun yang lalu, maka Prof. Truman dengan tegas menolak pendapat
Prof. Santos.
>
> Tentang bantahan geologi atas pendapat-pendapat Prof. Santos telah saya
kemukakan di dalam diskusi-diskusi di milis dari beberapa tahun yang lalu
sejak Prof. Santos mengeluarkan pendapatnya itu pada tahun 2005. Saya
mempresentasikan materi berjudul “Benua Atlantis yang Hilang itu Indonesia ?
: Antitesis-Antitesis Geologi”. Pada intinya, Prof. Santos menyamakan
penenggelaman Sundaland sebagai penenggelaman Atlantis. Hanya, mekanisme
penenggelaman itu bukan karena siklus deglasiasi, tetapi karena letusan
rangkaian gunungapi dari India sampai Jawa termasuk Toba dan Krakatau yang
terjadi pada 11.600 tahun yang lalu. Air laut naik sampai 130 meter pada
saat itu menenggelamkan seluruh Sundaland. Pendapat ini sama-sekali tak
punya bukti geologi dan ngawur secara kronologi. Toba terakhir meletus hebat
sebagai sebuah supervolcano pada 74.000 tahun yang lalu dan letusan pertama
Krakatau terjadi pada 416 M, itulah bukti-bukti geologi yang kita punya.
Sundaland
>  memang pernah tenggelam akibat air laut naik secara signifikan, tetapi
itu terjadi pada 14.600-14.300 tahun yang lalu. Kenaikan selama 300 tahun
itu menaikkan air laut sampai 16 meter, atau 5,3 cm per tahun (Lihat
publikasi-publikasi terbaru dari  Hanebuth et al., 2000, Rapid Flooding of
the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record. Science. v. 288, no. 5468,
pp. 1033-1035 dan  Hanebuth et al., 2004, Depositional sequences on a late
Pleistocene–Holocene tropical siliciclastic shelf (Sunda Shelf, southeast
Asia). Journal of Asian earth Science. v. 23, pp. 113-126). Bagaimana Prof.
Santos bisa mengatakan bahwa airlaut naik sampai 130 meter hanya dalam satu
tahun ? Mekanisme letusan volkanik menyebabkan deglasiasi pun tak kita kenal
dalam geologi, justru volkanisme dalam banyak kasus menyebabkan winter
volcanic. Secara dimensi pun, tsunami sehebat apa pun tak akan
menenggelamkan Sundaland secara sekaligus. Tsunami Krakatau 1883 hanya
menyebabkan
>  tsunami di sekitar pantai Lampung, Banten dan sedikit Jakarta. Itu saja.
Kemudian, Selat Sunda itu sudah terbentuk sejak Miosen Akhir saat Pulau Jawa
melakukan rotasi anti-clockwise dan Sumatra melakukan rotasi clockwise. Ini
telah ada bukti pengukuran paleomagnetikya (antara lain lihat publikasi
Ngkoimi et al., 2006 untuk Jawa, dan Ninkovich, 1976 untuk Sumatera).
Akibatnya, Selat Sunda membentuk celah segitiga menyempit ke timurlaut
melebar ke baratdaya. Retakan ini menyebabkan banyak sesar-sesar di sekitar
Selat Sunda dan salah satu perpotongan sesar itu diduduki Krakatau. Bukanlah
Krakatau yang meretakkan Selat Sunda pada 11.600 tahun yang lalu. Maka, saya
pun tak bisa menerima pendapat Prof. Santos bahwa Indonesia itu Atlantis,
tak ada bukti2 geologi ditemukan di bukunya, dan cara Prof. Santos
menerangkan geologi di dalam bukunya tidaklah nalar, paling tidak bukan
mekanisme2 yang dikenal di dalam main stream geological sciences.
>
> Radhar Panca Dahana (sastrawan dan ahli sosiologi Universitas Indonesia)
berbicara di akhir sesi tentang kejayaan budaya Indonesia masa lalu terutama
dari segi maritimnya. Pelaut-pelaut Nusantara saat itu sudah menjelajah ke
India, Afrika, dsb.termasuk membawa kebudayaan-kebudayaannya, maka
ditemukanlah kebudayaan-kebudayaan yang mirip Nusantara di India, Madagaskar
atau Afrika Selatan. Pak Radhar tak membahas pendapat Prof. Santos, dari
pembicaraannya tak bisa disimpulkan apakah ia mendukung atau menolaknya. “I
don’t care with Santos”, kata Pak Radhar; yang jelas sejarah Indonesia itu
bukan hanya Kutei,Sriwijaya, Mataram, Majapahit, tetapi jauh sebelum itu.
Bila masa sejarah Indonesia dikenal mulai tahun 400 M, itu hanyalah karena
pengaruh datangnya orang-orang Aria dari India yang membawa kebudayaan
kontinen; sebelumnya, Nusantara telah mengunjungi India bahkan Afrika. Hanya
pelaut-pelaut Nusantara memang tak punya tradisi mencatat. Begitu
>  komentar Pak Radhar Panca Dahana yang tulisan-tulisan kritik sastranya
bisa kita temukan di koran-koran.
>
> Pertanyaan-pertanyaan banyak diajukan oleh para peserta seminar,
dimoderatori oleh Pak Agus Samekto dari Universitas Indonesia baik teknis
maupun nonteknis, menyangkut arkeologi, geologi, filsafat, bahkan sampai
spiritualisme. Para peserta umumnya netral, tetapi ada juga yang mendukung
Prof. Santos maupun menolaknya. Yang menolaknya umumnya senang karena
presentasi dari Prof. Truman dan saya juga menolaknya. Yang mendukung juga
senang karena ulasan Pak Radhar seolah-olah mendukung Prof. Santos.
>
> Apa pun itu, seminar oleh PT Ufuk Publishing dalam membedah buku-buku
asing yang kontroversial apalagi yang menyangkut Indonesia, patut diacungi
jempol sebab ini bagian dari usaha mencerdaskan masyarakat Indonesia.
Buku-buku asing yang menyangkut Indonesia harus dilihat dengan hati-hati,
jangan agar masyarakat menelannya mentah-mentah, lalu bangga dengan sesuatu
yang secara ilmiah lemah. Adalah tugas para penerbit dan ilmuwan mendidik
masyarakatnya.
>
> Demikian, pengamatan saya atas seminar yang menarik ini.Seusai seminar,
hujan deras mengguyur TMII, niat berburu buku-buku langka di ujung TMII
batal. Di tol Jagorawi di tengah hujan yang makin memutih karena semakin
menderas :  Atlantis, prasejarah, geologi, bahari Nusantara berkelebatan
silih berganti di pikiran. Indonesia begitu menariknya bagi dunia ilmu
pengetahuan apa pun, semoga ilmuwan Indonesia makin berjaya dan berdaya di
negerinya sendiri. Amin.
>
> Salam,
> Awang
>
>
>      Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser
ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini!
> http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer



      

Kirim email ke