Pak Awang, Pak Taufik dan rekan2,

 
Sangat menarik sekali membaca tulisan Pak Awang, terutama bagi saya yang juga 
kebetulan bekerja di daerah ini. Memang dari lintasan seismik offshore di 
selatan Teluk Kulisusu, saya melihat adanya struktur-struktur ekstensi dan 
membuat adanya basin-basin lain di daerah ini. Untuk keberadaan ophiolite di 
timur Pulau Buton, sayangnya survey gravity dan magnetic yang dilakukan Japex 
tidak sampai ke daerah ini karena memang sudah jauh diluar fokus exploration 
fairway. Sehingga kami tidak bisa melihat apakah terdapat anomali yang 
menunjukkan keberadaan ophiolite sebagai hasil dari collision antara Buton dan 
Tukang Besi, seperti halnya ophiolite yang terdapat di Kapantoreh sebelah barat 
Pulau Buton. 

 
Kemudian untuk analogi dengan Banggai-Sula, terbentuknya foreland basin pada 
kedua daerah ini memang hampir sama. Namun saya melihat dari penampang seismik 
yang melewati sumur Tolo-1 dan Dongkala-1 sangat jauh berbeda dengan lintasan 
yang memotong Buton/Bulu Basin dimana sangat terlihat jelas dipping formasi 
Tondo yang sangat tajam yang selama ini diinterpretasikan sebagai akibat gaya 
kompresi dari Tukang Besi yang berbenturan dengan Buton pada saat collision 
yang 
kedua. Collision yang kedua ini juga yang dianggap sebagai penyebab perangkap 
yang telah ada menjadi rusak sehingga minyak yang tadinya terperangkap muncul 
dipermukaan dan ter-biodegradasi menjadi aspal.
 
Diskusi dari Pak Awang ini sangat menarik, karena membuka pemikiran baru. 
Terutama sebagai topik awal  menjelang rencana Field Trip di Buton dan 
sekitarnya yang akan diadakan BPMIGAS bersama Japex bulan depan.
 
Sebagai tambahan, untuk pariwisata daerah Buton dan sekitarnya mempunyai banyak 
pantai yang indah. Seperti yang dikatakan Pak Awang sebelumnya, daerah Wakatobi 
sangat terkenal akan kekayaan bawah lautnya, sehingga daerah ini menjadi surga 
bagi penggemar olahraga air seperti diving dan snorkeling. Hal inilah yang 
mendorong Kementrian Pariwisata akan mengadakan Sail Wakatobi-Belitong pada 
tahun 2011, yang merupakan kelanjutan dari Sail Bunaken. Di Pulau Buton sendiri 
terdapat Benteng Keraton yang konon katanya terbesar di dunia. Hal inilah yang 
menjadi inspirasi kenapa Japex memberi nama sumur eksplorasi pertamanya dengan 
nama sumur Benteng-1. 

 
Out of Topic, satu hal yang masih menjadi tanda tanya bagi saya hingga saat 
ini, 
kenapa sebuah kota di Pulau Buton bernama Bau-Bau, sedangkan di Kepulauan 
Wakatobi bernama Wangi-Wangi. Koreksi sedikit dari Pak Awang, kalau tidak salah 
kepanjangan kata Wa dari Wakatobi adalah Wanci, sebuah pulau yang didalamnya 
terdapat kota Wangi-Wangi tersebut. Mungkin Pak Taufik bisa menambahkan


Salam,
 
Andri



________________________________
Dari: Taufik Manan <taufik.ma...@gmail.com>
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; Geo 
Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; Eksplorasi BPMIGAS 
<eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>; Taufik Manan <taufik.ma...@gmail.com>
Terkirim: Jum, 25 Maret, 2011 17:34:12
Judul: Re: [iagi-net-l] Pemikiran Alternatif: Tukang Besi Tidak Membentur Buton

Yth. Pak Awang,
dan rekan-rekan G&G yang saya hargai

Kebetulan setahun terakhir ini, saya diberi amanah untuk mengelola kegiatan 
eksplorasi Blok Buton-1. Benar sekali apa yang Bapak sampaikan sesuai 
penelitian 
/ kegiatan eksplorasi sebelumnya dan sudah dipublikasikan. Semuanya kami olah 
lagi dengan tambahan data baru ataupun melihat secara regional. Secara umum dan 
dapat diterima bahwa "Petroleum System sudah ada di Buton" namun beberapa 
kondisi khusus terutama secara geologi menjadi tantangan kami untuk menemukan 
potensi sumber daya migas baik di Buton dan Wakatobi. Bila Bapak ada waktu 
nanti 
kita bisa diskusi ilmiah lebih khusus tentang prospek khususnya di blok kami, 
tentunya pengalaman dan rekomendasi bapak, sangat kami perhatikan.

Khusus untuk Kepulauan Wakatobi yang masuk daerah operasi blok KKKS kami (PT. 
Putindo Bintech), kami sudah melakukan analisa G&G, khususnya seismik spek 
survei dan gravity regional dan hasilnya menunjukkan potensi yang sangat bagus 
meski harus dilakukan studi G&G lagi yang lebih detail, seperti geologi 
lapangan 
dan geokimia. Namun ada kendala besar yang harus kami selesaikan terutama 
mengingat Kepulauan Wakatobi adalah merupakan Taman Nasional Laut yang 
dilindungi dan dilarang untuk survei karena akan mengganggu ekosistem terumbu 
karang laut dan lain-lain. Bahkan ada yang bilang lebih bagus dari Bunaken dan 
sudah dikenal internasional. 


Sedangkan untuk daratan Kepulauan Wakatobi, sebagian merupakan area Hutan 
Lindung. Masalah ini menjadi perhatian utama kami untuk kelanjutan survei dan 
bila memungkinkan pengeboran migas di sana. Bulan lalu tim kami sudah melakukan 
koordinasi dari Kementrian Kehutanan dari Jakarta, Kendari dan sampai di Kab. 
Wakatobi. Hasilnya harus mendapatkan izin khusus dari pusat untuk survei di 
daratan Wakatobi. Dalam waktu dekat ini kami akan memprosesnya lagi di 
Kementrian kehutanan di Jakarta dengan pertimbangan potensi sumber daya migas 
di 
sana. Semoga ada hasil positif demi menjaga dan menambah aset negara (tidak 
merusak lingkungan namun memberikan tambahan sumber alam baru bila berhasil 
ditemukan potensi sumber daya migas di sana)..

Sementara itu dulu progres dan sharing yang dapat saya berikan.

Salam akhir pekan

Taufik A. Manan




2011/3/25 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>

Rekan-rekan yang bekerja di Sulawesi, khususnya di Lengan Tenggara Sulawesi, 
pasti mengenal publikasi dari John Davidson (1991, IPA Proceedings) berjudul 
“The geology and prospectivity of Buton island, S.E. Sulawesi, Indonesia”. Kala 
itu, John adalah geologist Conoco. Conoco pada akhir 1980-an – awal 1990-an 
menjadi operator di Blok Buton. Buton telah dikerjakan oleh perusahaan2 minyak 
sejak akhir 1960-an, enam sumur eksplorasi telah dibor, semuanya belum 
menemukan 
akumulasi hidrokarbon, meskipun beberapa sumur disertai hydrocarbon shows. Saat 
ini, Buton dikerjakan oleh Japex (WK Buton) dan Putindo (WK Buton I). 
Eksplorasi 
masih dilakukan, belum ada lagi pengeboran sumur eksplorasi terbaru sejak 
Conoco 
mengebor sumur Jambu-1 pada tahun 1991.
>
>Buton diingat orang karena tambang aspalnya yang besar dan pernah menjadi 
>lapangan/penambangan aspal terbesar di seluruh Asia sebelum Perang Dunia II 
>(van 
>Bemmelen, 1949). Berdasarkan studi geokimia, aspal di Buton adalah akumulasi 
>minyak yang terbiodegradasi dan/atau tercuci (meteoric water flushing). Batuan 
>induk minyak ini berkualitas istimewa, merupakan serpih marin Formasi Winto 
>berumur Trias. Hal ini menunjukkan bahwa di area Buton telah terjadi generasi, 
>migrasi dan pemerangkapan minyak. Perusahaan-perusahaan minyak di sini 
>mengeksplorasi Buton untuk mencari perangkap yang utuh sehingga akumulasi 
>minyaknya tak mengalami biodegradasi/pencucian. Tektonik Buton terkenal 
>kompleks 
>dan intensif, sebagian perangkap rusak oleh tektonik, antara lain menyebakan 
>tererosinya lapisan penutup perangkap. Ketidakhadiran atau tidak sempurnanya 
>lapisan batuan penutup mudah menyebabkan terjadinya biodegradasi/pencucian.
>
>Secara geologi, Buton juga dikenal sebagai sebuah mikrokontinen yang membentur 
>Sulawesi Tenggara. Inilah yang akan saya diskusikan lebih lanjut. Sebuah 
>penampang geologi terkenal dari Davidson (1991), yang selalu muncul dan 
>digunakan setiap geologist yang bekerja di Buton, menunjukkan ‘double 
>collision’, yaitu: (1) Muna dibentur Buton pada Miosen Awal, dan (2) Buton 
>dibentur Tukang Besi pada Pliosen Akhir. Muna adalah nama pulau di sebelah 
>barat 
>Buton, Tukang Besi adalah nama kepulauan di sebelah timur Buton (sebagian 
>publikasi, terutama publikasi2 tentang terumbu modern, menyebut Tukang Besi 
>sebagai ‘Wakatobi’). Wakatobi adalah kependekan dari ‘Wangi-Wangi, Kaledupa, 
>Tomea, dan Binongko’. Itulah keempat pulau besar penyusun Kepulauan Tukang 
>Besi. 
>Nama  ‘Tukang Besi’ sendiri memang berasal dari  para pengrajin besi yang 
>ditemukan di Pulau Tomea dan Binongko. Teman-teman yang menyukai olahraga 
>menyelam atau snorkeling, tentu telah mengenal
> ‘Wakatobi’ sebab inilah salah satu tempat terbaik di Indonesia bahkan dunia, 
>untuk melihat terumbu koral modern. Jacques Cousteau, oceanographer terkenal 
>dari Prancis yang banyak membuat film bawah laut itu, pernah mampir ke sini.
>
>Davidson (1991) mempublikasi makalah tentang geologi dan petroleum system 
>Buton 
>yang sangat baik dan lengkap, maka tak mengherankan semua geologist yang 
>meneliti Buton mengacunya, termasuk saya. Dalam beberapa bulan terakhir ini, 
>untuk kepentingan penulisan sebuah makalah, saya melihat-lihat kembali secara 
>lebih detail publikasi2 tentang Buton yang tak banyak itu. Analisis dilakukan, 
>dibantu dengan data-data tidak dipublikasi dan cek lapangan. Berdasarkan itu, 
>maka lahirlah pemikiran alternatif tentang tektonik Buton yang intinya adalah 
>bahwa: Tukang Besi tidak membentur Buton, justru Tukang Besi dilepaskan Buton. 
>Tentu saja pemikiran ini bertentangan dengan Davidson (1991) dan kebanyakan 
>geologist yang pernah/sedang mengerjakan Buton.
>
>Hubungan antara Buton dan Kepulauan Tukang Besi (yang sebagian besar merupakan 
>paparan yang tenggelam) tidaklah jelas. Hamilton (1979) mengelompokkan Buton 
>Timur dan  Tukang Besi sebagai satu mikrokontinen, yang berbeda dari segmen 
>Buton Barat dan Muna.  Fortuin et al. (1990 - Journal of Southeast Asian Earth 
>Science, 4, 107–124), dan Davidson (1991) juga makalah terbaru tentang Buton 
>di 
>IPA Proceedings (Tanjung et al. -2007) menyatakan bahwa Buton dan Tukang Besi 
>adalah dua mikrokontinen yang berbeda yang membentuk kompleks double collision 
>dari Muna-Buton-Tukang Besi. Buton membentur Muna pada early Miocene, Tukang 
>Besi membentur Buton pada late Pliocene. Efek pertama benturan Buton-Tukang 
>Besi 
>disebutkan tercatat pada late Pliocene strata, berupa reefs yang berkembang di 
>uplifted blocks sedangkan deep marine foraminiferal packstones dan marls 
>berkembang relatif di downthrown blocks-nya. Benturan ini mengakibatkan 
>wilayah 
>yang lebih terangkat di
> Buton sebelah selatan dibandingkan sebelah utaranya. Buktinya adalah bahwa di 
>sebelah selatan ini banyak teras pantainya dengan Pleistocene reefs (teman2 
>Japex pasti mengetahuinya dengan baik), sementara di sebelah utaranya terdapat 
>drowned estuaries dan subsiding atoll.
>
>Adalah Milsom et al. (1999, AAPG Bull.)  berdasarkan atas gravity data,  yang 
>pertama kali  meragukan bahwa Tukang Besi membentur Buton. Mereka bahkan 
>mengemukakan bahwa Tukang Besi adalah bagian Buton yang lalu ‘lepas’ sebagai 
>respon post-collision extension. Pemikiran Milsom et al (1999) ini menarik dan 
>saya menemukan gejala yang sama di seluruh Indonesia sebagai akibat 
>post-collision tectonics (publikasi tentang ini, bila diminati, bisa dicari di 
>proceedings IAGI PIT Pekanbaru (Satyana, 2006), proceedings PIT 
>IAGI-HAGI-IATMI 
>di Nusa Dua (Satyana et al., 2007) dan proceedings IPA 2008 (Satyana et al., 
>2009) tentang collision dan post-collision tectonics. Saat menulis makalah2 
>itu, 
>saya pun masih menggunakan konsep double collision Muna-Buton-Tukang Besi ala 
>Davidson (1991). Sekarang, setelah mempelajarinya lebih detail, justru 
>post-collision tectonics berupa detachment (pelepasan) Tukang Besi dari Buton 
>kelihatannya lebih meyakinkan, daripada
> membenturnya.
>
>Paparan Tukang Besi terletak di sebelah timur Buton bagian selatan. Hamilton 
>(1979) merupakan publikasi pertama yang menyebutkan bahwa paparan ini suatu 
>mikrokontinen. Batas paparan ini, menurut Milsom et al. (1999) ada pada 2000 m 
>bathymetric contour, yang meliputi area laut dangkal yang cukup luas. Di luar 
>batas ini, terdapat lereng yang sangat curam ke sisi-sisi utara, timur dan 
>selatan; sementara ke sebelah baratnya ia mendangkal ke Buton. Data gravity 
>dari 
>Milsom et al. (1999) menunjukkan bahwa di area paparan Tukang Besi, terdapat 
>tiga punggungan yang naik ke permukaan dari kedalaman laut 1200-1500 meter  
>yang 
>lebih kurang sejajar membentuk kelurusan BL-tenggara: disebut Punggungan 
>Langkesi (utara), Wangi Wangi (tengah) dan Karang Kaledupa (selatan). Trend 
>Tukang Besi yang secara umum membentuk kelurusan BL-tenggara dan trend Buton 
>yang lebih kurang utara-selatan membuat banyak penulis berpendapat bahwa Buton 
>dan Tukang Besi adalah dua
> mikrokontinen berbeda yang lalu berbenturan pada waktu yang belum lama secara 
>geologi (Pliosen akhir). Peta geologi Kepulauan Tukang Besi menunjukkan bahwa 
>geologi permukaan pulau-pulau ini hanya disusun oleh batuan terumbu dan batuan 
>sedimen lainnya yang berumur Kuarter. Penyelidikan geomarin yang pernah 
>dilakukan di sini, di sisi timurlaut paparan, yang kebetulan merupakan lokasi 
>Hamilton Fault, dengan cara dredging menemukan diabas berumur 9 Ma dan batuan 
>sedimen berumur late-middle Miocene serta late Miocene (Silver et al., 1985 - 
>Geology, 13, 687–691). Seismic lines dari the Scripps Institution of 
>Oceanography Mariana 9 cruise, yang pernah melakukan survei di tepi timurlaut 
>paparan ini menunjukkan kehadiran thin cover of young sediments dan  strong 
>angular unconformity antara lapisan Neogen dengan  Paleogen atau yang lebih 
>tua, 
>meskipun resolusinya lemah.
>
>Collision atau benturan dua mikrokontinen umumnya akan menjepit kerak samudera 
>yang semula terletak di tengah dua mikrokontinen itu, bahkan melepaskan ikatan 
>kerak samudera itu dari induknya, sehingga menjadi jalur kerak samudera atau 
>ofiolit yang ‘rootless’ alias tak punya akar. Tempat benturan dua 
>mikrokontinen 
>itu umum disebut ‘suture’. Publikasi saya tentang Meratus ophiolites (Satyana 
>& 
>Armandita, 2008 – proceedings HAGI) sebagai studi kasus, membahas hal ini yang 
>dikonfirmasi data dan pemodelan gravity. Begitu juga di banyak jalur ofiolit 
>lain di seluruh Indonesia (Satyana et al., 2007, proceedings IAGI-HAGI-IATMI). 
>Maka bila Tukang Besi membentur Buton, harus ada jalur ofiolit di antara Buton 
>dan Tukang Besi, apalagi penampang Davidson (1991) itu menunjukkannya. 
>Masalahnya, tak pernah ada jalur ofiolit ditemukan di antara kedua wilayah 
>ini, 
>dan yang lebih meragukan lagi bahwa Tukang Besi membentur Buton, tak ada 
>struktur kompresi
> ditemukan antara Tukang Besi dan Buton. Buton jelas membentur Muna sebab kita 
>mendapatkan jalur ofiolit Kapantoreh di bagian selatan Buton, kita juga punya 
>banyak struktur kompresi di Buton akibat benturan itu (struktur kompresi di 
>Buton bukan akibat benturan Tukang Besi, saya terangkan di bawah ini).
>
>Bila Tukang Besi membentur Buton di post-Miocene (Pliosen akhir menurut 
>Davidson, 1991), bukti struktur2 kompresif akibat benturan ini mestinya akan 
>banyak terjadi di Teluk Kulisusu (di beberapa peta disebut Teluk 
>Kolowara-Watabo) yang diperkirakan menjadi suture zone-nya. Tetapi, 
>berdasarkan 
>data seismik dari the Scripps Institution of Oceanography Mariana 9 cruise di 
>Kulisusu Bay, justru yang muncul adalah struktur-struktur ekstensi seperti 
>bekas 
>collapse. Collapse berupa sesar-sesar turun, ekstensional umum dijumpai di 
>dekat 
>(sekitar) jalur benturan, yang kejadiannya sebenarnya menunjukkan proses 
>isostasi untuk mengkompensasi pengangkatan (uplift) karena benturan. Milsom et 
>al. (1999) berdasarkan data gravity bahkan menunjukkan bahwa paparan Tukang 
>Besi 
>terbagi-bagi menjadi segmen-segmen tertentu yang disebutnya discrete blocks. 
>Mekanisme ini diterangkannya sebagai akibat dispersi. Batas-batas blok 
>tersegmentasi ini berdasarkan analogi dengan tempat
> lain tidak pernah merupakan struktur kompresi (thrusting), tetapi seringnya 
>merupakan extensional atau transcurrent faults. Berdasarkan hal ini, maka 
>benturan Buton terhadap Muna memicu detachment sebagian wilayah kerak litosfer 
>yang semula dipertebal oleh  middle Miocene collision Muna-Buton, yang 
>menyebabkan isostatic rebound lalu dispersal, seperti dialami Tukang Besi. 
>Maka 
>kesan yang dominan atas hubungan Buton-Tukang Besi justru adalah fragmentasi 
>Tukang Besi dari Buton, daripada amalgamasi Tukang Besi kepada Buton.
>
>Maka , saya memikirkan bahwa Tukang Besi adalah satu mikrokontinen dengan 
>Buton. 
>Hal ini beranalogi dengan mikrokontinen lain yang membentur Sulawesi, yaitu 
>Banggai-Sula.  Publikasi tentang Banggai-Sula dari Garrard et al. (1988, 
>Proceedings IPA) menunjukkan kehadiran extensional dan collapse structures di 
>antara Banggai and Sula. Collapse structures di sini merupakan isostatic 
>response karena collision bagian frontal mikrokontinen (Banggai portion). Atas 
>analogi itu, maka saya menyebut Buton sebagai ‘frontal/anterior/head’ part of 
>the microcontinent, sedangkan Tukang Besi adalah ‘rear/posterior/tail’ part of 
>the microcontinent. Ketika head Buton membentur Muna Block dan menjadi 
>terangkat, maka diikuti oleh kompensasi isostatik berupa gaya relaksasi yang 
>membentuk collapse/extensional structures di area antara head and the tail 
>parts, yaitu di area  junction antara Buton dan Tukang Besi. Detachment Tukang 
>Besi dari Buton adalah sebuah isostatic
> rebound karena lithosphere thickening oleh middle Miocene collision antara 
>Buton dan Muna.
>
>Pemikiran alternatif ini tentu akan punya implikasi kepada petroleum geology 
>dan 
>petroleum system Buton.
>
>Salam,
>Awang
>
>
>
>
>--------------------------------------------------------------------------------

>PP-IAGI 2008-2011:
>ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
>sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
>* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
>--------------------------------------------------------------------------------

>Ayo siapkan diri....!!!!!
>Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
>September 2011
>-----------------------------------------------------------------------------
>To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
>To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
>No. Rek: 123 0085005314
>Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>Bank BCA KCP. Manara Mulia
>No. Rekening: 255-1088580
>A/n: Shinta Damayanti
>IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>---------------------------------------------------------------------
>DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
>its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
>its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
>damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data 
>or 
>profits, arising out of or in connection with the use of any information 
>posted 
>on IAGI mailing list.
>---------------------------------------------------------------------
>
>


Kirim email ke