mazzini seharusnya bisa melakukan penelitian yg lebih terukur dari pada
hanya mengeluarkan hipotesa samar-samar, Kalaulah anggapan terbaru dia ada 3
faktor rentetan yang menyebabkan Lusi, dimulai dengan seismicity, jelas
kurang bisa dipahami dengan tidak adanya angka-angka yang keluar dengan
berapa besarnya Magnitute terukur yang bisa mengalterasi chamber magma di
beberapa gn.api sekitar Lusi, ini  penting untuk diperbandingkan  dengan
magnitute gempa jogja sendiri, dimana tentunya akan terjadi reducing
magnitute seismik saat sampai ke chamber magma (belum lagi dia tak
mempertimbangkan rentang waktu dan jarak, ukuran chamber magma, boundery
mekanika batuan, heteroginity dari lapisan batuan dll), dengan umumnya
komposisi magma di gunung api jawa yang bersifat magma basalt yang berada
pada kedalaman 7-17km atau setara dengan tekanan lithostatik
29000-72500psi, tentunya dibutuhkan magnitute seismicity berupa konversi
dinamic pressure yang lebih besar dari lithostatik pressure tersebut untuk
 bisa mengalterasi chamber magma, perlu pula diperhitungkan seberapa besar
efesiensi magnitute seismicity yg direlease mengcover geometri chamber
magma. Apalagi dengan perkiraan umum volume magma di gn.api jawa sebesar
10kml apakah cukup kuat untuk mereaktivasi watukosek fault yang kemudian
berefek terhadap  rheology sedimen?? yang ujungnya menghasilakan
overpressure!!.. wadohh..mustinya ada second opinion dari ahli independen
dalam negeri yg dibiayai BPLS.


2011/5/28 OK Taufik <ok.tau...@gmail.com>

>
>
> Penjelasan Mazzini sendiri juga terlampau normatif, oke lah kalau dia
> beranggapan bahwa kegiatan drilling tak bisa dipakai, tapi dari mana dia
> bisa pula menyimpulkan ada natural trigger yg menyebabkan
> fault-reactivation, dengan anggapan dia mengcollect data setelah jauh
> terjadinya lusi ntah apa yg dilakukannya akhirnya sampai kesimpulan
> tersebut, apakah Mazzini tak mengetahui bahwa seeps yg terdapat di kelurusan
> Watukosek fault juga sdh ada sebelum Lusi?, okelah CO2 merupakan produk
> activity volcanic..namun apakah saat terjadi kick, CO2 content dari gas
> record di mudlogging apa ada terdeteksi dalam percentage yg dominated?,
> menghubung-hubungkan dengan keberadaan gn.api disekitarnya juga terlampau
> rough hipotesa, Mazzini tak melakukan bagaimana pemodelan  migrasi CO2 gas
> flow ke Lusi?. Berapa sebenarnya geothermal gradien yg terdeteksi saat ini,
> kalau memang produk MV Lusi diassosiakan sebagai akibat aktivitas vulkanik
> sekitarnya, tentunya ada di range 5-7 deg C/100m..tak jelas Mazzini ini.
>   2011/5/27 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
>
>>   Pak Rovicky,
>>
>> 1. Dari presentasi Mark Tingay: (1) mekanisme EQ trigger: sesar Watukosek
>> bergerak sebelum erupsi lumpur, bahkan Tingay mencantumkan kapan waktu mulai
>> bergeraknya: 27 Mei 2006 pukul 06:02 WIB, (2) mekanisme drilling trigger:
>> sesar Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, yaitu sesaat setelah BOP di
>> BJP-1 well ditutup, atau pada 28 Mei 2006 pukul 07.50+ WIB. Jadi pada kedua
>> mekanisme itu, sesar Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, hanya
>> trigger-nya saja yang berbeda.
>>
>> Apakah selama erupsi lumpur Sesar Watukosek bergerak juga: Ya. Banyak
>> buktinya berdasarkan banyak data yang telah diambil di sini seperti GPR,
>> microgravity, dll.
>>
>> 2. Davies menyebutkan Kujung ditembus BJP-1, dikoreksi oleh Tingay bahwa
>> Kujung tidak ditembus, yang ditembus adalah Prupuh yang berumur mid-Miosen
>> yang ekivalen dengan Tuban.
>>
>> Pendapat saya, tak ada Kujung atau Prupuh yang ditembus BJP-1. Ini masalah
>> terminologi. Lihat disertasi Pak Harsono Pringgroprawiro (1983) untuk
>> stratigrafi Jawa Timur, Prupuh adalah ekivalen dengan Kujung I yang dinamai
>> Cities Service (1968) untuk offshore NE Java Sea. Karena tak ada Kujung
>> ditembus, maka Prupuh pun tak ada. Ini akan lebih nyata secara absolut kalau
>> kita lihat dating umur karbonat yang ditembus Porong-1.
>>
>> Seismic interpretation Porong to BJP baik yang diajukan oleh Lapindo
>> saat pengusulan sumur dulu, maupun yang muncul di paper Arse Kusumastuti
>> dan para pembimbingnya di AAPG Bull 2002, masih berekspektasi bahwa sekuen
>> Porong dan BJP bersamaan, hanya Porong tumbuh stage lebih tinggi daripada
>> BJP. Ini wajar sebab pengetahuan regional kita untuk semua reefs isolated
>> platform di Jawa
>> Timur memang begitu karena ridge-nya miring ke BD, sehingga akan terjadi
>> backstepping ke TL dan reef paling tinggi akan di timur laut dan reef
>> paling rendah stage-nya alias yang paling low relief akan di sisi BD.
>> Itu kalau semuanya Kujung I, bagaimana kalau yang duduk di situ ekivalen
>> Wonosari ? Belum pernah kita definisikan..
>>
>> Apakah gamping di cutting 9283 ft di BJP ekivalen dengan gamping yang
>> ditembus Porong-1 ? Dulu SWC gamping di Porong pernah diperiksa
>> paleontologinya, tetapi tak ada age-diagnostic fossils yang ditemukan. Ada
>> long-ranging nannofossils,
>> coralline red algae, coral fragments, dan traces encrusting foram,
>> tetapi umurnya tak meyakinkan.
>>
>> Hanya, kelebihannya, isotop Strontium pernah dilakukan untuk SWC
>> Porong-1 pada red algal fragment di kedalaman 8487 ft. hasil 87Sr/86
>> Sr-nya menghasilkan rasio 0.708548 yang kalau dikonversikan ke umur
>> absolute menjadi 16 Ma berdasarkan kurva isotop Sr dari Koepnick et al.
>> (1985). Sebuah SWC di shales di atas gamping Porong (Kalibeng) pada
>> kedalaman 8478 ft menghasilkan umur isotop 3 Ma. Nah...loncat 13 juta
>> tahun (!) -menarik sekali.
>>
>> Apakah gamping Porong berumur 16 Ma itu Kujung-I yang ekivalen dengan
>> Kujung-I lain di Jawa Timur yang produktif itu ? Bukan. Stratigrafi Jawa
>> Timur terbaru yang sudah menggunakan umur standar
>> absolute berdasarkan 87Sr/86Sr and micropaleontology age dating.
>> Beberapa tahun belakangan ini hampir semua operator di Jawa Timur
>> melakukan Sr dating, ini sangat membantu pemahaman stratigrafi Jawa
>> Timur yang memang kompleks. Kujung I paling muda yang produktif di Jawa
>> Timur berumur 22 Ma (itu sedikit masuk ke lowermost Aquitanian). Gamping
>> Porong 6 juta tahun lebih muda dari gamping Kujung I. Ia sedikit lebih
>> muda dari gamping Mudi di lapangan Mudi dan Sukowati. Maka, kita tak
>> bisa lagi menyebutnya Kujung, bukan Prupuh, juga bukan Mudi. Saya
>> cenderung
>> menyebutnya ekivalen Jonggrangan (Kulon Progo) atau Wonosari reef bagian
>> bawah di Peg Kidul saja sebab ini adalah reef2 yang muncul di selatan
>> Kendeng. Gamping yang ditembus Porong-1 itu ekivalen dengan gamping yang
>> ditembus sumur Alveolina-1 di offshore selatan Yogya yang dibor Java Shell
>> pada tahun 1972.
>>
>> 3. Fluida dari shale:  sumber air berasal dari kedalaman 1100-1850 m
>> (berdasarkan banyak parameter); itu terjadi melalui dehidrasi clay dan
>> proses modifikasi diagenetik ilitisasi. Seberapa besar, hitungan kasar saja:
>> misalnya area subsidence diameternya 7 km, kemudian transformasi clay
>> terjadi setebal 750 m (1850 m-1100 m), dan dehidrasi clay 1m3 akan
>> menghasilkan air 0,35 m3, maka air yang akan dibentuk dari seluruh dehidrasi
>> clay ini adalah sekitar 10 milyar3 air. Tak ada bukti air dari pasokan
>> dalam, sebab batuan volkanik di bawah lempung tight, dan tak ada bukti
>> karbonat telah ditembus. Belakangan muncul bahwa ada kontribusi air magmatik
>> berdasarkan deuterium isotop pada kimia air, tetapi itu tak signifikan.
>>
>> salam,
>> Awang
>>
>> --- Pada *Jum, 27/5/11, Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>*menulis:
>>
>>
>> Dari: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
>> Judul: Re: [iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang
>> Protes)
>>
>> Kepada: iagi-net@iagi.or.id
>> Cc: "Geo Unpad" <geo_un...@yahoogroups.com>, "Forum HAGI" <
>> fo...@hagi.or.id>, "Eksplorasi BPMIGAS" <
>> eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
>> Tanggal: Jumat, 27 Mei, 2011, 8:07 AM
>>
>>
>> 2011/5/27 Awang Satyana 
>> <awangsaty...@yahoo.com<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=awangsaty...@yahoo.com>
>> >
>> >
>> > Tingay menambahkan bahwa hal-hal yang sudah diketahui/disimpulkan sampai
>> saat ini adalah:
>> >
>> > - sumber lumpur adalah Formasi Kalibeng
>> > - terdapat reaktivasi sesar berarah BD-TL (Watukosek Fault)
>> > - *Reaktivasi sesar *ini searah dengan present-day stress state
>> > - Tak ada Kujung ditembus sumur, tetapi *mid-Miocene carbonates*
>> > - Fluid sources berasal dari interval yang high pressure dan high
>> permeability, bisa shales bisa karbonat
>>
>> Yang menjadi pertanyaan saya soal geologinya saja :)
>>
>> - Apakah kita tahu kapan terjadinya reaktivasi sesar ini ? Setelah terjadi
>> semburan atau sebelum terjadi. Karena saya yakin setelah terjadi atau bahkan
>> sekarang ini Patahan ini akan terus bergerak karena adanya perubahan beban
>> akibat perubahan struktur ambles dsb.
>> - Kalau memang kujung tidak ditembus, apakah Mid Miocene Carbonat di BPJ-1
>> ini sama dengan yang Carbonate yang ditembus Porong-1 ? Karena di papernya
>> Arse menyebutkan karbonate di Porong-1 ini disebut Kujung.
>> - Saya masih belum "ngeh" fluid dari shale, apakah karena rapid
>> sedimentation sehingga proses dewatering terhambat ? dan apakah jumlah
>> fluidnya cukup untuk meghasilkan semburan sebanyak ini ? Saya kira mixed
>> atau malah didominasi fluid di carbonates (cmiiw)
>>
>> Salam
>> RDP
>> --
>> "Everybody is safety leader, You can stop any unsafe operation !"
>>
>>
>>
>
>
> --
> Sent from my Computer®
>
>



-- 
Sent from my Computer®

Kirim email ke