Tambahan, untuk IUP yg sdh dinyatakan C&C (clear and clean) oleh pemerintah 
pusat melalui dirjen minerba, seluruh data nya adalah dari kabupaten terkait. 
Jadi menurut saya benar yang dikatakan JK, bahwa yg mencabut harus bupati dan 
bukan central gov. 
Baru setelah dicabut oleh bupati, tembusan yg diberikan ke pusat itulah yg 
digunakan sbg dasar minerba menghapus atau memutihkan lokasi tersebut menjadi 
WP yang kosong.

Salam
Seno Aji
Sent from my @ipad

-----Original Message-----
From: "S. (Daru) Prihatmoko" <sd...@indo.net.id>
Date: Fri, 30 Dec 2011 16:36:56 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Cc: <economicgeol...@yahoogroups.com>
Subject: RE: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA

Abah,

 

Sebelum ada UU Minerba No. 4/ 2009 dan bbrp PP-nya, dimana system yang
dipakai adalah KP (Kuasa Pertambangan), adalah benar bahwa yang menerbitkan
KP adalah Bupati atau Gubernur atau Menteri tergantung wilayahnya. Ini di
luar system Kontrak Karya (KK) yg memang masih berlaku. 

 

Tetapi setelah UU Minerba tersebut diterbitkan, system KP (juga KK) diganti
dengan system IUP (Ijin Usaha Pertambangan). IUP baru sampai saat ini belum
bisa diterbitkan karena harus memakai system lelang dimana perangkatnya
(peraturan, WP, WUP dll) belum siap. 

 

Jadi IUP-IUP yang ada saat ini dan dipakai sebagai landasan hukum untuk
melakukan pekerjaan eksplorasi semuanya adalah IUP hasil konversi dari KP.
Di masa transisi ini (diatur oleh perundangan), KP-KP lama harus dikonversi
ke IUP dengan endorsement pemerintah pusat (dalam hal ini Dirjen Minerba).
Tanpa endorsement dari Dirjen Minerba maka IUP (hasil konversi KP lama) yg
diterbitkan oleh Bupati boleh di bilang tidak sah. 

 

Dari pemberitaan yang ada ttg kasus Bima, PT SMN sudah mengantongi KP
Penyelidikan Umum sebelumnya (kalau tidak salah tahun 2008), kemudian
di-konversi menjadi IUP di 2010. Artinya konversi KP ke IUP ini mestinya
telah melalui endorsement Dirjen Minerba. Kalau kasusnya spt itu, tidak
betul lah..kalau pemerintah pusat tidak tahu menahu (bahasa pedas-nya "cuci
tangan") dalam hal ini. 

 

Tapi memang benar spt yg dikatakan, inti masalahnya barangkali memang
koordinasi pusat - daerah dan kesenjangan pengetahuan/ pemahaman ttg legal
aspek kegiatan pertambangan..(???)

 

Salam - Daru 

 

From: Yanto R.Sumantri [mailto:yrs...@rad.net.id] 
Sent: Friday, December 30, 2011 3:46 PM
To: senyum-...@yahoogroups.com
Cc: iagi-net; poverepertaminagr...@yahoogroups.com
Subject: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA

 


Rekan 

Apakah benar Pemerintah Pusat sama sekali tidak berperan dalam pemberian
ijin ini ?

yanto r sumantri 



Jakarta - Bupati Bima Ferry Zulkarnain menerbitkan SK Nomor 188 Tahun 2010
tentang Izin Pertambangan. SK inilah yang kemudian menyulut demontrasi
bahkan berakhir ricuh di pelabuhan Sape, Bima beberapa waktu lalu.

Warga dan mahasiswa mendesak Bupati segera Bima segera mencabut SK tersebut.
Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Bupati Bima bisa langsung mencabut
SK yang sudah diterbitkannya tanpa harus menunggu keputusan pemerintah
pusat.

"Yang mengeluarkan Bupati kok, dia harus mencabut. Kalau mau dicabut ya yang
mengeluarkan yang mencabut, tidak ada aturan yang mengatakan pemerintah
pusat mencabut itu," ujar Hatta di kantor Presiden Jl Medan Merdeka Utara,
Jakarta, Jumat (30/12/2011).

Menurut Hatta, Bupati Bima Feey Zulkarnain tidak boleh lepas tangan atas SK
yang telah ia terbitkan yang menuai kontra tersebut. Saat mengeluarkan SK,
Ferry selaku kepada daerah juga tidak pernah meminta persetujuan dari
pemerintah pusat.

"Tidak boleh lepas tangan (Bupati Bima), harus dihandle. Dari mana
pemerintah pusat berwenang mencabut. Ketika dia memberikan itu kan tidak
meminta pertimbangan pemerintah pusat kan," terang Hatta.

Ke depan, ketua umum PAN ini berharap para kepala daerah untuk melakukan
koordinasi terlebih dahulu bila terkait kebijakan yang strategis. Sehingga
karut marut seperti SK Bupati Bima tidak perlu terjadi.

"Intinya lebih baik kalau sesuatu itu dikoordinasikan, gubernur ada
koordinasi, tanpa harus menghilangkan esensi dari otonomi itu sendiri. Tapi
yang namanya kekayaan sumber daya alam, pengalaman menunjukkan ada 6 ribu
surat ijin yang bermasalah, tumpang tindih, itu menunjukkan bahwa fungsi
koordinasi semakin perlu," jelas Hatta.


(her/gun) 




-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma
hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.


Kirim email ke