Ah... tampilan laporan lengkapnya enggak menarik. Tadinya aku pikir attachment PDF yang dilay-out bagus, ada ilustrasi, foto2 dan caption yang menarik, ternyata cuma body text yang benar2 bikin malas baca. Kok tim yang bekerja di bawah koordinasi Stap Khusus Presiden "Laporan Lengkap"-nya enggak menarik ya?
tabik bosman batubara ________________________________ From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> To: IAGI <iagi-net@iagi.or.id>; geologi...@googlegroups.com Sent: Friday, February 17, 2012 1:09 AM Subject: [iagi-net-l] Fwd: Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba FYI ---------- Forwarded message ---------- From: e_ridzky <e_rid...@yahoo.com> Date: 2012/2/16 Subject: Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba To: Ketua IAGI - Rovicky <rovi...@gmail.com> *Tujuan tim tidak mencari piramid* Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba Bermula meneliti data kebencanaan di masa silam, Tim Katastropik Purba menguak peradaban di masa silam yang musnah. Tim Katastropik Purba bentukan Staf Khusus Presiden telah merampungkan riset awal. Tim ini meneliti apakah ada keterkaitan antara kejadian bencana di masa silam dengan peradaban masa lalu untuk dibandingkan di masa kini. Tim ini terdiri dari DR. Danny Hilman, DR. Andang Bachtiar, DR. Budianto 'Didit' Oentowirjo, DR. Wahyu Triyoso, DR. Irwan Meilano, DR. Hamzah Latief, Ir. Wisnu Ariestika dan Ir. Juniardi. Pada awalnya tim ini menjadikan objek utama riset melalui data kebencanaan dan anomali Gunung Sadahurip dan beberapa situs yang terkubur karena diduga kuat karena bencana. Dengan segala kehati-hatian, serta pengujian alat/teknologi yang digunakan, maka tim juga mengembangkan riset di beberapa tempat lain seperti Banda Aceh, Trowulan dan situs megalitikum Gunung Padang. Karena di Gunung Padang hasil uji teknologi menunjukkan kemiripan dengan Gunung Sadahurip, maka tim memutuskan untuk terlebih dahulu melakukan tahap pengeboran untuk membuktikan uji teknologi. Hasilnya ternyata membuktikan bahwa ada kesesuaian antara uji teknologi dan hasil pengeboran. Di Gunung Padang tim menemukan bangunan yang terpendam berupa man made structures. Hasil yang didapat di Gunung Padang sekaligus mengalibrasi obyek riset utama yaitu Gunung Sadahurip yang direncanakan pengeborannya dilakukan pada bulan Maret ini. Laporan Riset Gunung Padang 1. Dari analisis morfologi Gunung Padang jelas memperlihatkan Gunung Padang seperti sebuah gundukan besar di kaki sebuah punggungan dari Gunung Karuhun (perbukitan tinggi di selatan Gunung Padang). Artinya, interpretasi geologi yang paling mungkin adalah gunung api purba atau intrusi batuan beku. Tapi apakah demikian? Dari hasil survei lintasan Geolistrik (memakai SuperSting R8) tidak mendukung interpretasi geologi ini. Ada beberapa lintasan geolistrik yang dibuat: Dua lintasan dengan spasing elektroda 3m dan 8m untuk penampang Utara-Selatan, tiga lintasan dengan spasing elektroda 1m, 4m, 10m untuk penampang Barat-Timur (catatan: spasing elektroda 3m dengan jumlah electrode 112 depth of penetrationnya ~ 60m, yang 8m sampai 200 m-an). Singkatnya, data geolistrik tidak memperlihatkan struktur intrusi magma, volcanic plug ataupun gunung purba, melainkan satu geometri yang sangat unik dan sepertinya tidak alamiah. Inti gambaran subsurface Gunung Padang. Dari atas 0 - ~20m adalah lapisan horizontal dengan resistivity ratusan Ohm-meters. Di bawah itu ada lapisan dengan resistivity ribuan Ohm-meters (warna merah) dengan tebal sekitar 20-30meter, miring ke Utara tapi anehnya bagian atas lapisan miring ini seperti "terpancung rata" (di kedalaman 20 meteran itu) dan membaji pas di ujung selatan Situs. Ini mengindikasikan bahwa dari depth 20 meter ke atas adalah man-made structures. Lapisan merah diduga adalah batuan keras massif - batuan andesit-basalt. Di bawah lapisan merah adalah lapisan batuan yang low-resistivity - kemungkinan berpori dan ber-air. Tapi yang unik adalah adanya bentukan biru besar membulat di bawah situs yang sangat rendah resistivitasnya (mendekati 1 atau true conductor). Keunikan tidak berhenti di situ, di bawah si biru bulat itu ada lapisan dengan resistivitas tinggi (merah) - batuan keras yang berbentuk seperti cekungan atau "cawan raksasa" yang posisinya kira-kira sekitar 100 meter dari puncak atau sedikit di bawah level tempat parkir di permulaan tangga untuk naik ke situs. Penampakan cawan ini sangat konsisten terlihat di lintasan Utara-Selatan dan Barat-Timur. Sama sekali tidak terlihat ada indikasi "feeding dukes" atau leher intrusi di Penampang geolistrik. Dugaan lapisan 20 meter ke bawah dari atas situs adalah man-made structures ditunjang oleh survei GPR di atas Situs. survei GPR dilakukan berbagai lintasan di semua Teras 1-5 dengan memakai antenna MLF 40 MHz dari SIR-20 GSSI yang dapat menembus kedalaman sampai sekitar 25-30 meteran. Dari survei GPR terlihat ada bidang very high reflector di kedalaman sekitar 3-5 meter dari permukaan di semua teras. Bidang ini sangat horizontal dan juga membentuk undak-undak seperti situs di atasnya. Di bawah bidang ini struktur lapisan tidak kalah unik. Ada lapisan melintang yang memotong lapisan-lapisan horizontal -tidak mungkin ada struktur geologi seperti ini apalagi di bukit 'vulkanik'. Singkatnya, penampang georadar sangat mendukung interpretasi struktur bangunan sampai kedalaman 20 m. Struktur di bawah situs ini berundak juga mengikuti struktur teras situs yang terlihat di permukaan. Dari berbagai lintasan geolistrik 2D sangat mungkin bahwa sampai ke kedalaman sekitar 100 meter, yaitu sampai ke struktur batuan keras berbentuk Cawan adalah bangunan atau paling tidak tubuh batuan alamiah yang sudah dipermak manusia. Hasil survei geolistrik 3-D pada situs di atas puncak yang dimaksudkan untuk mendapatkan sub-surface structure yang lebih detil. Survei 3-D ini mencakup hampir seluruh luas situs (memakai spacing 5m dibuat 4 lines Utara Selatan dengan electrode 112 buah - atau setiap line ada 28 electroda). Depth of dari survei 3-D ini mencapai kedalaman 25 meteran. Hasil 3-D dapat meng-iluminasi struktur di bawah situs dengan baik. Yang membuat terkesima adalah kenampakan tiga tubuh very-high resistivity (lebih dari 50.000 ohm.m) di bawah Teras 1, 2, dan 5. Dengan nilai resistivitas setinggi ini kemungkinannya ada dua: tubuh sangat solid/pejal atau merupakan ruang ("CHAMBER"). Yang paling mungkin adalah Ruang hampa udara ("The Chamber of secret"). Dimensi chamber tersebut kelihatannya sangat besar. Hasil survei geomagnet yang dilakukan dengan peralatan GEM Overhauser yang sangat sensitive yang biasa dipakai untuk survei arkeologi. 2. Hasil pemboran di Gunung Padang. Ada dua titik yang di pilih: Bor satu di ujung Selatan Teras 3, Bor ke dua di samping Selatan Teras 5. Sebenarnya dua lokasi bor yang dipilih bukan titik "Jack-pot" yang seharusnya di-bor, misalnya persis di atas Chamber atau anomaly high magnetic-nya. Hal ini dikarenakan lokasi-lokasi ini di atasnya dipenuhi tumpukan kolom andesit situs yang "tidak boleh dipindahkan". Kami mendapat ijin bor dari pihak berwenang tapi belum diperbolehkan untuk memindahkan bebatuan situs. Walaupun demikian, hasil pemboran sudah cukup untuk membuktikan dugaan struktur bangunan dan juga sukses dalam mengkalibrasi hasil survei georadar dan geolistrik. Pada Lubang Bor 1: dari permukaan sampai kedalaman kira-kira 3 meter terdapat perlapisan susunan kolom andesit 10-40 cm (yang dibaringkan) diselingi lapisan tanah. Setiap kolom andesit ini dilumuri oleh semacam semen (sama seperti yang ditemukan waktu trenching dinas kepurbakalaan tahun 2000 sampai kedalaman 1.8 meter). Sewaktu menembus 3m kami mendapat surprise karena tiba-tiba drilling loss circulation dan bor terjepit. Yang dijumpai adalah lapisan pasir-kerakal sungai (epiklastik) yang berbutir very well rounded setebal 1 meteran (Note: Rupanya bidang tegas yang terlihat pada GPR itu di kedalaman 3-5 meter di semua Teras adalah batas dengan permukaan hamparan pasir ini). Dari sudut teknik sipil, diperkirakan hamparan pasir ini dimaksudkan sebagai peredam guncangan gempa. Bagian di bawah kedalaman 4m yang ditembus bor ditemukan berupa selang seling antara lapisan kolom andesit yang ditata dan lapisan tanah-lanau. Lapisan kolom andesit yang ditata itu sebagian ditata horizontal dan sebagian lagi miring (catatan: ini sesuai dengan survei GPR yang memperlihatkan bahwa perlapisan ada yang horizontal dan ada yang miring). Baru dikedalaman sekitar 19 meter bor menembus tubuh andesit yang kelihatannya massif tapi penuh dengan fractures sampai kedalaman sekitar 25 meter (note: sesuai dengan penampang geolistrik bahwa kelihatannya bor sudah menembus lapisan merah yang terpancung itu). Banyak ditemukan serpihan karbon, diantaranya ditemukan di kedalaman sekitar 18m yang lebih menguatkan bahwa lapisan batuan dan tanah yang ditembus bukan endapan gunung api alamiah tapi struktur bangunan. Bor ke-dua yang dilakukan persis di sebelah selatan Teras 5 menembus tanah (yang seperti tanah urugan sampai kedalaman sekitar 7 meter. Kemudian ketemu batuan andesit keras. Di kedalaman 8 m terjadi hal mengejutkan - Total Loss, 40% air di drum langsung tersedot habis. Hal ini berlangsung sampai kedalaman 10 m. Inilah target utama-nya - tubuh very high resistivity yang terlihat jelas di Geolistrik 3-D. Mata bor menembus rongga yang diisi pasir (kering) yang luarbiasa keseragamannya seperti hasil ayakan manusia. Di bawahnya ketemu lagi dua rongga yang juga terisi pasir 'ayakan' itu diselingi oleh 'tembok' andesit yang sepertinya lapuk. Pemboran berhenti di kedalaman 15m. Hasil preliminary dari analisis carbon radiometric dating dari banyak serpihan arang yang ditemukan dikedalaman sekitar 3.5m. menunjukkan umur Carbon Dating sekitar 5500 tahun yang kalau dikonversikan ke umur kalender adalah sekitar 6700 tahun BP atau sekitar 4700 SM, jauh lebih tua dari umur Pyramid Giza yangsekitar 2800 SM. Masih banyak analisis yang sedang dilakukan untuk mencapai hasil yang lebih solid lagi, termasuk penentuan umur carbon dating dibeberapa horizon stratigrafi. SINOPSIS BOR: Berhasil melakukan kalibrasi survei Georadar dan Geolistrik. Satu diantaranya yang penting bahwa tubuh high resistivity yang terlihat di geolistrik adalah rongga yang di lokasi Bor-2 rongga ini sebagian terisi oleh pasir 'ayakan' yang sangat kering. 3. Konstruksi tumpukan batu Gunung Padang bukan pekerjaan sembarangan tapi hasil olah arsitektur yang luar biasa. Setelah dilakukan studi banding ke Michu-Pichu (bangunan Piramid Maya di Peru) seorang arsitek yang meriset di Gunung Padang Pon Purajatnika (mantan ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jabar) berkesimpulan bahwa arsitektur G.Padang persis sama dengan Michu Pichu. Beliau juga sudah membuat rekonstruksi Situs Gunung Padang di atas bukit. Sketsa imajiner arsitektur G.Padang dari puncak sampai dasar Sungai Cimanggu ~200m - Yaitu sebuah Piramid - ala Maya - yang sangat besar. Laporan Riset Gunung Sadahurip Gunung Sadahurip kini menjadi pembicaraan dimana-mana. Eksplorasi lebih lanjut, termasuk pengujian/kalibrasi dengan (coring) sumur bor tahap yang masih diperlukan untuk memastikan Gunung Sadahurip sebagai man made structures secara scientific, meskipun hasil uji teknologi yang ada, terlihat kemiripan hasilnya dengan gunung padang. Tim mendahulukan Gunung padang karena salah satu pertimbangannya sebagai pengujian kalibrasi disamping alasan teknis lainnya di gunung padang tidak menyedot perhatian. Direncanakan pada bulan maret nanti tahap pengeboran dilakukan Laporan Riset Trowulan Untuk survei di Trowulan, memperlihatkan bahwa dari hasil survei Georadar dan pemboran tangan dangkal juga analisa carbon dating ditemukan bahwa (jejak) kanal besar yang disimpulkan oleh para arkeolog dibuat pada Jaman Majapahit ternyata posisinya ada di bawah "ketidakselarasan" struktur batamerah Majapahit di (dekat) permukaan, atau dengan kata lain kanal itu dibuat oleh peradaban sebelum Majapahit. Hasil carbon dating menunjukan bahwa umur dari lapisan peradaban di bawah Majapahit itu sekitar 600 SM. Dari berbagai singkapan karena penggalian tanah yang diambil untuk industri pembuatan bata ditemukan banyak struktur sisa bangunan dari batamerah di bawah lapisan Majapahit yang tertimbun oleh endapan lumpur mirip Lumpur Sidoarjo / Lumpur Lapindo. Di singkapan lain ada juga reruntuhan batamerah (pra-Majapahit) yang tertimbun endapan seperti lahar. Konferensi Internasional Tim diundang oleh panitia Konferensi Internasional di Bali yang diselenggarakan Fakultas Kebudayaan UI untuk menjadi pembicara mendampingi Prof Sthephen Oppenheimer pada Konferensi Internasional Kebudayaan di Sanur Bali yang dihadiri oleh banyak kalangan dan ahli diberbagai bidang termasuk arkeologi dari dalam negeri dan manca Negara. Setelah Oppenheimer memberikan Keynote Speaker-nya, Tim yang diwakili DR Danny Hilman dan DR Andang Bachtiar memberikan presentasi tentang hasil-hasil penelitian Tim Studi Bencana Katastropik Purba dengan materi yang sama seperti di tgl 7 (Sarasehan ekspose publik dari riset yg dilakukan, ada 200 lebih ilmuwan yang hadir dari 500 undangan yang datang). Pada Paparan di Bali dimoderatori arkeolog kondang Dr. Agus Arismunandar. Hadir juga Dr. Ali Akbar, ahli arkeologi yang spesialis Jaman Pra Sejarah. Tim mendapat dukungan dan banyak masukan berharga dari kedua arkeolog ini. Sambutannya hadirin luarbiasa. Di akhir presentasi Dekan Fak Kebudayaan UI menyatakan kegembiraannya bahwa katanya penemuan-penemuan ini,khususnya di Gunung Padang, adalah sangat fenomenal. Diharapkan hal ini akan menjadi pemicu untuk studi-studi baru menguak masa silam Indonesia. Secara spontan, dekan UI mengatakan idenya untuk mengembangkan Program Pasca dan Lab Arkeologi dengan tambahan metoda Arkeo-geologi seperti yang diterapkan oleh Tim Katastropik. Rencana ini langsung mendapat sambutan positif dari Rektor UI, yang juga hadir mengikuti seminar dengan antusias. Prof Oppenheimer yang diminta komentarnya oleh moderator menyatakan kagum dan sangat menikmati presentasi hasil penelitian Gunung Padang. Beliau bilang: " I am really impressed that you have done all the geological-geophysical surveis so thouroughly and carefully with an amazing result. I would love to hear the next progress In my next visit to Indonesia, I would certainly will come to visit Gunung Padang." Cerminan kerendahan hati seorang ilmuwan, setelah sebelumnya di Jakarta beliau menyatakan "skeptical" tentang penemuan ini kalau belum melihat data dan analisanya. Semoga bermanfaat. Wass, ER ________________________________ From: "e_ridzky" <e_rid...@yahoo.com> Date: Thu, 16 Feb 2012 15:33:54 +0000 To: Ketua IAGI - Rovicky<rovi...@gmail.com>; IAGI<iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: e_rid...@yahoo.com Cc: refere...@yahoogroups.com<refere...@yahoogroups.com>; alumni_gamais_...@yahoogroups.com<alumni_gamais_...@yahoogroups.com> Subject: Re: Tulisan menarik peneliti Budaya UI Setuju mas. Memang budaya sains, dan mengembangkan masyarakat 'ilmiah' tidak semudah membalik tangan rupanya. Apalagi tentang sebuah penemuan yg 'baru' atau masih berupa hipotesis. Tentu kalangan sainstis tidak boleh taklid 'buta', dan baik skeptis seperti sikap mas Prof. Oppenheimer ketika ditanya wartawan ttg Sadahurip. Beliau menjawab, belum pasti karena belum melihat kesana (meneliti Sadahurip). Selain itu, tentu kita pun tetap pada 'rel' bidang keahlian yg diemban saat ini, kebumian. Tidak memberikan luang tarik-menarik dunia gemerlap politisi sbgmn kita lihat pada akhir-akhir ini di berbagai media. Kondisi spt ini, terlihat betapa para saintis dan kalangan ilmuwan kita, belum menjadi menara api bagi pengambil kebijakan, terutama bagi masyarakat awam, khalayak. Dunia sainstis kita masih menjadi menara gading yg tinggi, tak terjangkau oleh kalangan awam. Ia tersandera oleh kemegahan dan kenyamanannya sendiri. Wass, ER ________________________________ From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> Date: Thu, 16 Feb 2012 22:14:23 +0700 To: e_rid...@yahoo.com<e_rid...@yahoo.com>; IAGI<iagi-net@iagi.or.id> Cc: refere...@yahoogroups.com<refere...@yahoogroups.com>; alumni_gamais_...@yahoogroups.com<alumni_gamais_...@yahoogroups.com> Subject: Re: Tulisan menarik peneliti Budaya UI Waaa, Kalau skeptis itu memang bawaannya saintist. Sains itu diawali dengan keraguan bukan semangat dan keyakinan. Jadi kalau ada yg sekptis pada sesuatu penemuan bukan berarti ybs menolak. Secara mudah orang skpetis itu baru akan mengikuti atau menyetujui adanya hipotesa baru bila sudah menemukan evidence. Tanpa evidence kok sudah meyakini sebauh penemuan karena ditemukan si anu yg terkenal berarti itu taklid buta .... Sains ndak mengenal hal taklid seperti itu. Banyak saintis bergelar doktor yg tidak sepaham dengan promotornya .... Dan sains itu tidak ada loncatan besar yng datangnya "ujug-ujug mak pluk". Mohon maaf saja .... Sains itu jalannya thimik-thimik, bukan berlari kencang. Mirip seperti proses evolusi, pelan tapi pasti. Nah budaya riset yg menurun itu bukan karena skeptis Tapi mungkin pesimistis pada hasil yg akan diperoleh. Saintis murni melakukan penelitian seringkali bukan karena tujuan, tapi karena keingintahuan. Ketiadaan rasa ingin tahu bukan berarti pesimis atau skeptis loo. Bisa saja tidak menarik karema kemasan atau pengungkapan yang rumit. Yang penting menurut saya, seorang peneliti sejati seringkali tidak memperdulikan dampak dari temuannya ... Sikapnya adalah "persistent" dalam bahasa mudahnya "tekun" dalam melakukan riset. Jangan membayangkan atau memikirkan hasilnya akan menggelegar. Kebanyakan penemuan besar didunia tidak disadari oleh penemunya. Jadi kalau anda telah menemukan sesuatu, jangan punya harapan anda akan mendapatkan hasilnya secara instant. No. No .... Bukan seperti itu "reward" atau penghargaan yang diperoleh oleh seorang penemu sejati. Ketika nanti manusia menyadari, barulah "nama" anda akan dikenal dan "dikenang". Syukur-syukur didoakan, ilmu yg bermanfaat adalah sebuah amal jariah. Kalau anda menemukan sesuatu ikhlas saja dengan apa yg ditemukan. Memang kalau diamati, hanya penemuan yg berlanjut yang bermanfaat. Jadi satu hal lain yang penting adalah sikap dari si peneliti ketika menemukan hasil risetnya. Sikap "low profile", lembah manah, sopan, membuat orang memberikan apresiasi atas penemuan dan kalau diteruskan maka penemuan itu menjadi sebuah ilmu yg bermanfaat. Yang seperti ditulis diatas, menjadi amal jariah. So, Kalau anda merasa menemukan sesuatu, uNgkapkan saja apa adanya sejujurnya. Duniapun Sekarang tahu bahwa bukan Darwin yg menemukan teori evolusi, dia Hanyalah mengembangkan dan menuliskan, namun saat ini semua tahu bahwa Lamark, juga Wallace lebih duluan mengemukakan ide evolusi yang fenomenal ini. Malah Darwin yg akhirnya dicaci oleh orang yg "tersinggung" karena penemuan teori evolusi. Salam riset Rdp On Thursday, February 16, 2012, e_ridzky <e_rid...@yahoo.com> wrote: > > Jangan kapok Jadi Peneliti di Indonesia > (Quo Vadis Budaya Riset?) > > Oleh: Lily Tjahjandari* > > Berbagai polemik seputar keberadaan piramida di Garut di ruang media massa > yang padat dengan aksi serang menyerang antar ilmuwan untuk mempertahankan > logika hasil riset bahwa ada sesuatu yang bermakna di balik gunung Garut > patut dicermati dengan perasaan prihatin. > > Pertama, prihatin bahwa masyarakat Indonesia tampaknya memang belum siap > dengan berbagai hipotesa temuan ilmiah yang dinilai mencengangkan dan > berusaha secara skeptis menolak, kedua yang sangat memprihatinkan adalah > ketika serangan datang bukan dari masyarakat awam melainkan dari perwakilan > akademisi yang terlalu dini untuk mengartikulasikan penolakan bahkan melalui > lontaran-lontaran pendapat yang bernada sinis. > > Dunia akademisi selayaknya mengisyaratkan bahwa segala sesuatu yang belum > diketahui manusia dapat ditelaah secara ilmiah dan membuka ruang kemungkinan > bahwa suatu hipotesa layak dibuktikan. Manusia diciptakan untuk mencari, hal > itu yang menjadi dasar bagi Plato melalui perumpamaan Hoehlengleichnis > (perumpamaan gua). Manusia yang di hidup di gua tidak mampu menangkap hal-hal > yang berada di luar gua, namun mereka berusaha meraba melalui > bayangan-bayangan yang tampak yang dipantulkan dari yang masuk ke dalam gua > dan mereka berusaha menjelaskan tentang keberadaan benda-benda di luar gua. > > Esensi pencarian kebenaran memang tampaknya tidak selalu berujung penerimaan > positif masyarakat, bahkan sejak masa Galileo Galilei, Christoporus Columbus > hingga Charles Darwin, hipotesa ilmiah memng sering berbenturan dengan > persepsi subyektif. Namun kadang kebenaran tidak bisa terhindarkan bahkan > saat sang perintis telah lama tiada. Filsafat Aufklaerung mengemuka dengan > pemikiran Descartes “ Cogito Ergo Sum” mematahkan pandangan kolot masa > kegelapan di Eropa. Bahwa segala sesuatu tampak mungkin dan memang sah untuk > dibuktikan, perkembangan pesat Aufklaerung di Eropa didukung oleh kematangan > berpikir masyarakat dan lebarnya ruang artikulasi ilmiah. > > Hipotesa ilmiah layak didiskusikan melalui forum-forum pemikiran yang matang, > dan bukan forum-forum saling mengecam serta merendahkan. Apakah kita harus > mengulang persitiwa Columbus dan tidak mengambil pelajaran darinya? Jutaan > cercaan harus dihadapi columbus saat memperjuangkan hipotesa bahwa bumi > memang bulat. > > Kita hidup di masa ratusan tahun setelah peristiwa itu dan semestinya ruang > artikulasi pemikiran sudah melampaui kematangan. Masyarakat Indonesia > menunggu para pemikir nasional yang mampu melakukan terobosan untuk masa > mendatang, dan tentu apa yang diungkapkan oleh para peneliti piramida bukan > hanya bersandar pada kepentingan saat ini, namun juga mewakili visi bangsa ke > depan. Usaha untuk mengupas identitas dan mencari kemungkinan kehidupan di > masa lampau selayaknya dihargai dan diberukan ruang untuk mengartikulasikan > pemikiran. Hal ini tentu sungguh bertolak belakang dengan apa yang terjadi di > luar Indonesia, konkritnya mungkin bagaimana masyarakat barat tidak serta > merta memandang skeptis fenomena extraterrestrial. Bahkan mereka mencoba > mendekati berbagai temuan dan mendirikan berbagai pusat riset untuk menjawab > kemungkinan-kemungkinan tersebut, seperti UFO Studies Center yang menjamur di > Amerika dan Eropa. Melihat kenyataan tersebut, tampaknya kita perlu merenungkan, apakah kita akan terus bertikai di dalam perjalanan mencari identitas kita sendiri, seperti kasus penemuan piramida di Garut dan juga hipotesa tentang gunung Padang? Dan bukan melalui ruang-ruang diskusi yang hangat dan membuka celah-celah pemikiran baru yang mendukung kemajuan bangsa. Entah kapan budaya riset yang sinergis menjadi budaya di kalangan masyarakat Indonesia khususnya ilmuwan. > > *Penulis adalah peneliti dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI > -- "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari" -- "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"