KALAU KEMAMPUAN BICARA SI PRASEKOLAH TERHAMBAT

Di usia prasekolah, kosakata yang dikuasai seorang anak harusnya sudah
sangat banyak.
Namun, adakalanya hambatan datang menghadang. Bagaimana mengatasinya?
Sebagian masyarakat kita percaya pada mitos yang mengatakan anak
laki-laki lebih lambat menguasai kemampuan bicara dibanding anak
perempuan. Padahal penelitian yang ada menunjukkan prosentase kemampuan
bicara antara anak laki-laki dengan anak perempuan sama saja. Apalagi,
kemampuan bicara manusia sebetulnya sudah terlihat sejak ia dilahirkan,
ditandai dengan tangisan bayi begitu keluar dari rahim ibunya.
Mitos itu mungkin muncul karena keterlambatan bicara pada anak laki-laki
lebih cepat terdeteksi ketimbang pada anak perempuan. Bukankah, perilaku
anak laki-laki yang lebih aktif dan agresif mampu menarik perhatian
orang di sekitarnya, sehingga kalau ada sesuatu yang terjadi pada mereka
akan lekas ketahuan. Berbeda halnya dengan bayi perempuan yang
kebanyakan lebih kalem walaupun tidak mesti begitu.
Terlepas dari persoalan yang diangkat mitos tersebut, menurut Roslina
Verauli, M.Psi., anak usia prasekolah umumnya sudah dapat bicara dengan
lancar. Kosakata yang dikuasainya sudah lebih dari 1.000 kata. Anak usia
ini pun sudah mengenali sopan santun dalam bicara. "Ia sudah bisa
membedakan bagaimana cara berbicara dengan teman atau bagaimana menjawab
pertanyaan orang tua," tambah dosen Fakultas Psikologi Universitas
Tarumanagara, yang akrab disapa Vera ini.
Kendati pada beberapa anak masih ada pelafalan kata yang belum jelas
benar, umumnya baik pemilihan kata maupun penggunaan tata bahasa sudah
mendekati kemampuan orang dewasa. Jadi, setelah tahapan ini anak tak
banyak mengalami perkembangan kemampuan bicara sampai ia kelak dewasa.

HARUS WASPADA

Walaupun kemampuan bicara anak tidak dapat digeneralisir berdasarkan
usia, orang tua hendaknya mulai waspada bila anaknya menunjukkan
keterlambatan perkembangan kemampuan bicara. "Harusnya usia empat tahun
ke atas, anak sudah cerewet dan banyak omong. Bila anak baru bisa
mengucapkan sepatah dua patah kata dengan tata bahasa yang belum benar,
orang tua harusnya waspada," ujar Vera mengingatkan.
Menurut Vera, pada dasarnya gangguan kemampuan bicara anak dibedakan
menjadi dua, yakni si anak memang mengalami gangguan bicara atau sekadar
keterlambatan biasa. Deteksi dini bisa dilakukan sendiri oleh orang tua
di rumah dengan memperhatikan beberapa keadaan berikut:

* Organ pendengaran
Pancing anak dengan pertanyaan terbuka, misalnya, "Ini gambar apa,
Sayang?" Pertanyaan terbuka memungkinkan orang tua mengeksplorasi dan
menilai kemampuan bicara sekaligus organ pendengaran anak.
Bila anak tidak menunjukkan reaksi sama sekali, maka orang tua harus
waspada dengan segera memeriksakannya ke dokter THT.
Anak dengan gangguan pendengaran tidak akan memberi respons terhadap
bunyi-bunyian di sekitarnya, seperti suara gemerincing, suara musik dan
sebagainya.
* Otot bicara
Bila lafal bicara anak tak kunjung sempurna, orang tua sebaiknya waspada
dengan membawa anak ke dokter untuk diperiksa apakah otot bicaranya
mengalami gangguan. Bisa jadi otaknya sudah memerintahkan untuk menjawab
dengan benar, tapi yang keluar dari mulut tetap tidak jelas karena
adanya gangguan neurologis atau persarafan.
* Kemampuan kognitif
Patut dicatat bahwa perkembangan kemampuan bicara anak erat hubungannya
dengan perkembangan kognitif. Anak yang sudah bisa bicara berarti sudah
mampu merepresentasikan objek yang dilihat dalam bentuk image. Bila ada
gangguan kognitif, maka image tersebut tidak akan terbentuk. Bisa jadi
anak memang mempunyai keterbatasan pada intelegensinya dan ini bisa
dideteksi sendiri oleh orang tua dengan melihat kemampuan motorik anak.
Misalnya, anak yang mengalami gangguan bicara biasanya juga kurang mampu
melakukan aktivitas lain.
Jika ia kurang terampil memakai sepatu, contohnya, sudah hampir bisa
dipastikan anak bermasalah dengan kemampuan kognitifnya. Pada gilirannya
akan ada hubungan timbal balik antara kemampuan bicara dengan
perkembangan kognitif anak.

MACAM GANGGUAN DAN CARA PENANGANAN

Disamping gangguan yang disebabkan kerusakan organ tubuh, ada juga
gangguan yang disebabkan faktor psikologis.
Beberapa gangguan bicara banyak dijumpai pada anak usia prasekolah,
antara lain:
* Cadel
Cadel sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu cadel karena faktor psikologis
dan cadel karena faktor neurologis. Cadel yang disebabkan faktor
neurologis berarti disebabkan adanya gangguan di pusat bicara. Untuk
mengatasinya, anak dengan gangguan ini harus segera dibawa ke neurolog.
Pada prinsipnya, gangguan ini masih bisa ditangani. Namun bila
kerusakannya termasuk parah, bukan tidak mungkin akan terbawa sampai
dewasa.
Cadel yang kedua adalah cadel yang disebabkan faktor psikologis. Karena
kehadiran adik, contohnya, maka untuk menarik perhatian orang tua, anak
akan menunjukkan kemunduran kemampuan bicara dengan menirukan gaya
bicara adik bayinya. Untuk mengatasinya, orang tua harus menunjukkan
bahwa perhatian padanya tidak akan berkurang karena kehadiran adik.
Selain itu, orang tua juga harus terus mengajak anak bicara dengan
bahasa yang benar, jangan malah menirukan pelafalan yang tidak tepat.
Pada kasus yang parah, sebaiknya segera bawa anak ke ahlinya agar bisa
tergali apa masalah yang melatarbelakanginya.
* Gagap
Bila anak bicara dengan cara "aaa...aaakkuu", "eee..eebaju" atau
mungkin, "mak...mak...makkann", anak bisa dikategorikan sebagai anak
gagap. Gagap juga bisa disebabkan faktor neurologis. Untuk penanganannya
anak harus segera dibawa ke dokter agar mendapat pengobatan lebih
intensif.
Gagap yang disebabkan faktor psikologis biasanya dialami anak-anak yang
mengalami tekanan. Entah orang tuanya terlalu otoriter, keras, bahkan
kasar. Gagap psikologis ini akan bertambah parah bila anak mendapat
hukuman dari lingkungan. Semisal ditertawakan temannya, dikagetin atau
tiap kali gagap orang tua langsung melotot sambil membentak, "Ayo,
bicara yang benar!" Anak akan makin tegang dan gagapnya makin
menjadi-jadi.
Ketegangan emosional ini berhubungan langsung dengan ketegangan otot
bicaranya. Makin tegang otot-otot bicaranya, anak akan makin kesulitan.
Cara menangani anak dengan gangguan ini adalah dengan mengajaknya
tenang, ambil napas dan konsentrasi pada apa yang akan diucapkannya.
Kalau perlu elus-elus punggungnya untuk memberi rasa tenang. Sedangkan
pada kasus anak gagap yang parah, sebaiknya libatkan ahli.
* Gangguan pervasif
Adalah gangguan bicara dimana ucapan seorang anak berlangsung
melompat-lompat dan tidak konsisten. Bisa jadi anak seperti ini
sebetulnya mengalami gangguan ADD (attention defisit disorder). Anak
yang mengalami keterbatasan atensi ini mengalami masalah di pusat
sarafnya. Gangguan ini biasanya tidak berdiri tunggal, tapi dibarengi
ciri-ciri lain, semisal pekerjaannya tidak pernah tuntas, sulit/tidak
bisa konsentrasi dan sebagainya. Yang juga termasuk dalam gangguan ini
adalah para penderita autis. Namun untuk memastikannya, tak ada cara
lain kecuali mendatangi ahli.
* Tunawicara
Gangguan bicara yang paling berat adalah tunawicara. Usia ini merupakan
saat yang paling tepat untuk mengetahui apakah anak mempunyai kelainan
tersebut atau tidak karena pada usia ini kemampuan bicara anak umumnya
sudah bagus. Jika ia hanya mengeluarkan bunyi-bunyi khas tanpa makna,
semisal "uuh..uuh", "eeh...ehh", untuk menjawab/menunjuk semua benda,
hal ini bisa dijadikan indikator kalau dia belum bisa bicara sama
sekali.
Bila sudah ada gejala seperti itu, sebaiknya anak segera dibawa ke
dokter. Untuk langkah pertama bisa dibawa ke dokter anak sebelum
mendapatkan penanganan yang lebih intens.
MERANGSANG ANAK BICARA
Menurut Vera, bila kondisi anak dengan gangguan bicara dibiarkan saja,
ia akan mengalami kesulitan bersosialisasi. Misalnya di kelompok bermain
atau TK, anak dituntut untuk menyanyi, menjawab pertanyaan dan hal-hal
lain yang membutuhkan kemampuan bicara.
Kesulitan akan semakin terasa bila anak sudah memasuki usia SD karena
gangguan bicara juga akan menyulitkan anak untuk belajar menulis.
"Bukankah saat menulis, seseorang membutuhkan inner speech, yakni
kemampuan bicara yang ada di otak? Nah, kalau kemampuan itu tidak
dikuasainya, tentu akan merembet ke hal-hal lain," papar Vera.
Untuk menstimulus kemampuan bicara anak, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan orang tua, di antaranya:
* Bicara pada anak
Bicara pada anak tidak sama artinya dengan memberi perintah ataupun
melarang ini-itu. Sayangnya, orang tua sering sudah merasa cukup bila
bicara dalam bentuk perintah, padahal isi pembicaraannya hanya, "Jangan
ke situ, nanti jatuh!" atau "Ayo, pakai sepatunya." Perintah-perintah
satu arah seperti itu tentu saja tidak memberi kesempatan kepada anak
untuk bicara.
Begitu juga orang tua yang merasa selalu mendampingi anaknya. Tak jarang
mereka merasa sudah cukup mengajak anaknya bicara, padahal selama
menemani si anak beraktivitas, bukan tidak mungkin si orang tua justru
asyik melakukan aktivitasnya sendiri. Misalnya dengan membiarkan anaknya
bermain hanya agar ia bisa tenggelam di balik majalah yang tengah
dibacanya.
* Melontarkan pertanyaan terbuka
Usahakan untuk selalu memberikan pertanyaan terbuka alias pertanyaan
yang tidak cukup dijawab hanya dengan "ya" atau "tidak". Misalnya, bukan
"Kakak sudah makan belum?" tetapi "Kakak tadi makan apa?" Dengan
mengajukan pertanyaan ini, mau tidak mau anak tertantang untuk memberi
jawaban yang lebih panjang daripada sekadar "sudah" atau "belum" dan
"ya" atau "tidak".
* Dongeng
Mendongeng juga bermanfaat menambah perbendaharaan kata anak. Melalui
dongeng anak bisa diperkenalkan dengan kosakata baru, seperti raksasa,
gunung, bidadari dan kata-kata lain yang tidak biasa digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Vera menganjurkan agar upaya tersebut tidak
berhenti sampai di situ. Ketika mendongeng, pancing anak untuk
menceritakan kembali isi dongeng yang telah didengarnya. Misalnya dengan
menanyakan, "Menurut Adek, kenapa ya kapalnya bisa tenggelam?"
Pertanyaan kreatif seperti itu, selain bisa mengembangkan kemampuan
bicara anak, juga mampu merangsang kemampuan kognitifnya.
* Betulkan ucapan anak
Seringkali bahasa "anak-anak" muncul kembali di sela-sela kalimatnya
yang sudah mulai runut. Untuk mengatasinya, jangan menyalahkan anak
dengan mengatakan. Semisal, "Adek apa-apaan, sih, ngomongnya kayak anak
kecil!" melainkan beri contoh yang tepat dengan mengulangi kalimatnya.
Dengan begitu anak mengerti mana yang salah dan bagaimana ucapan yang
seharusnya.
Temperamen anak yang beragam bisa membawa dampak yang berbeda pula. Ada
anak yang memang cerewet, sehingga orang dewasa di sekitarnya merasa
senang karena anak terlihat lebih "pintar", dan ada juga anak yang
memang pendiam. Menyikapinya, orang tua harus bisa tampil bijak. Selama
si anak pendiam tidak menunjukkan kesulitan dalam bicara dan tidak ada
gangguan yang menyertainya, tak perlu memaksa anak untuk terus bicara.

EINSTEIN JUGA TERLAMBAT BICARA
Ada cerita menarik tentang kemampuan bicara penemu teori relativitas
Albert Einstein. Sampai usia hampir 4 tahun Einstein belum menunjukkan
perkembangan kemampuan bicara yang berarti. Sampai-sampai gurunya putus
asa dan mengatakan, "Anak bodoh ini tidak akan jadi apa-apa kelak."
Akan tetapi ternyata ramalan si guru keliru. Kelak di kemudian hari nama
Einstein justru begitu dikenal sebagai si jenius peraih Nobel. Intinya,
jangan dulu berputus asa bila anak mengalami keterlambatan bicara.
Selama memang sudah dipastikan tidak ada gangguan/kelainan yang
menyertainya, bisa jadi ini hanya masalah waktu. Pada kasus Einstein
ternyata perkembangan kemampuan bicaranya memang lebih lambat dibanding
perkembangan kognitifnya.

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BICARA

Usia
Perkembangan Kemampuan

lahir 3 bulan
Menangis

3-6 bulan
Mengeluarkan bunyi tanpa arti sama sekali (cooing)

6-8 bulan
Mengucapkan "mamamam", "papapap" dan sebagainya (bubbling)

12 bulan
Anak mulai bisa mengucapkan kata pertamanya, seperti "mama"

18 bulan
Sudah ada peningkatan kemampuan bicara. Anak sudah bisa mengucapkan satu
kata meskipun tanpa disertai tata bahasa. Misalnya: "makan", "minum",
dan sebagainya.

2 tahun
Anak sudah bisa merangkai beberapa kata menjadi kalimat sederhana.
Misalnya, "Aku makan."

3-4 tahun
Anak sudah menguasai lebih dari 1.000 kosa kata. Kemampuan tata
bahasanya pun sudah meningkat pesat. Misalnya, anak sudah bisa
mengatakan, "Aku mau makan pisang manis."

4-6 tahun
Anak mulai mengenali sopan santun dalam bicara. Misalnya, ketika
menjawab pertanyaan guru atau orang dewasa, anak sudah bisa memilih kata
yang lebih santun.
Marfuah Panji Astuti. Ilustrator: Pugoeh  


UMUR EMPAT TAHUN, ANAKKU BARU BISA BICARA
Selain cantik dan berkulit bersih, Luna Nauli Sihombing, terlihat sehat.
Sang ayah, sampai tak percaya ketika Suri mencium ketidakberesan dalam
perkembangan Luna. Untunglah kecurigaan itu segera berlanjut ke
penanganan yang tepat. Sekarang, Luna sudah dapat mengejar
ketertinggalan dari teman sebayanya yang normal. Inilah kisahnya seperti
dituturkan oleh Suri Sihombing (42), ibunda Luna Nauli Sihombing (5)
kepada Marfuah Panji Astuti dan Fotografer Rohedi dari nakita.
Menunggu Usia Dua Tahun
Ketika Luna berumur satu setengah tahun, saya merasakan ada sesuatu yang
tidak beres. Dia belum bisa bicara sama sekali. Suara yang keluar,
hanyalah bunyi yang tidak ada artinya. Gerakannya juga sangat agresif
ketika meronta, tak jarang saya sampai kewalahan mengatasinya. Kemudian
saya berinisiatif membawanya ke dokter anak di RS Pondok Indah. Dokter
itu kemudian menyarankan saya untuk menunggu perkembangan Luna sampai
berumur dua tahun. Menurutnya, saat itu semua normal saja.
Selama 6 bulan setelah itu, belum ada kemajuan yang berarti sama sekali.
Tepat di hari ulang tahun keduanya, saya bawa lagi Luna ke dokter yang
sama. Ia mengatakan pada Luna memang ada masalah, yaitu speech delay dan
mild hyperactive (hiperaktif berkadar rendah). Saya juga takut kalau
Luna menderita autis. Kekhawatiran itu saya ungkapkan kepada dokter, dan
dia memberi surat pengantar untuk menemui dr. Hardiono di RSCM.
Waktu saya bertemu dr Hardiono, Luna hanya disuruh main dan diamati
gerakannya melalui kamera video. Dokter berhasil mendapat kesimpulan
bahwa Luna menderita gejala autis. Tapi sewaktu kami hendak pulang, Luna
sempat dipanggil namanya dan dia menoleh sambil melambaikan tangan.
Dari RSCM saya diberi surat pengantar untuk menemui seorang psikolog
dari Yayasan Mandiga. Tak lama kemudian, dibuatlah pertemuan antara
saya, psikolog, dokter yang menangani Luna, dan pengasuhnya. Kami
berbincang panjang lebar tentang si kecil. Kesimpulannya, Luna memang
tidak tumbuh normal seperti anak seusianya, tapi juga tidak menderita
autis.
Oleh Yayasan Mandiga, saya lalu dibuatkan program berisi apa-apa yang
harus dilakukan. Namun, karena masalah jadwal yang penuh, Luna hanya
masuk dalam waiting list panjang. Saya pikir, saya harus berpacu dengan
waktu, karena dari yang saya baca, pengisian pengajaran untuk anak
seperti Luna paling efektif hanya sampai usia lima tahun. Saya tidak
boleh terlambat untuk menyelamatkannya.
Kemudian, saya mencoba mencari terapis di tempat lain, yaitu di RS
Pondok Indah. Ada dua terapi yang harus Luna jalani, yaitu terapi
remedial dan kemudian terapi wicara. Terapi remedial bertujuan mengatur
kadar hiperaktifnya. Luna harus belajar duduk dengan tenang,
menyelesaikan permainannya, dan juga menyanyi sampai selesai. Selama ini
Luna sangat mudah bosan dengan semua hal yang dia kerjakan. Belum
selesai satu kegiatan, Luna sudah mengerjakan hal lain yang kemudian
juga tidak diselesaikan.
Ketika pertama kali mengantar Luna ke tempat terapinya, saya sedih dan
tidak tega. Di sana, Luna "dipaksa" duduk diam dan mendengarkan
terapisnya. Luna sampai menangis dan berguling-guling di lantai. Sebagai
ibu ada peperangan dalam hati saya, antara tidak tega dan keinginan
membawa kesembuhan bagi sang buah hati.
Apalagi menurut ayahnya Luna tidak apa-apa, ini hanya kekhawatiran saya
yang berlebihan. Namun saya mencoba meyakinkan dia. Syukur-syukur saya
yang salah, jadi Luna sebenarnya normal. Kalau seandainya tidak, saya
belum terlambat untuk mengusahakan kesembuhannya.

Disuruh Diet
Sebenarnya, salah satu dokter yang menangani Luna sempat memberinya obat
penenang. Setelah saya baca-baca, saya tahu obat itu ternyata sama
dengan yang biasa diberikan untuk penderita gangguan jiwa atau
skizofrenia. Kadarnya memang hanya seperduapuluh, tetapi saya jadi tidak
berani karena takut Luna nanti ketagihan. Toh, selama ini walaupun
sering kewalahan, saya masih bisa mengendalikannya.
Kemudian, Luna juga disarankan untuk menjalani terapi diet. Ia tidak
boleh mengonsumsi susu, tepung, gula, dan banyak lagi. Namun, terapi ini
tidak saya lakukan karena saya tahu pada dasarnya Luna susah sekali
makan. Saya pikir, kalau makan saja susah, dengan dibatasi seperti itu
lalu mau makan apa? Akhirnya, untuk Luna, saya betul-betul menghindari
pemakaian MSG dalam masakan rumah, serta tidak memberi makanan berbahan
pengawet seperti sosis, nugget, bakso, dan minuman bersoda.
Setelah terapi remedial selesai dan Luna sudah bisa duduk diam untuk
mendengarkan terapisnya, dimulailah terapi wicara. Dalam seminggu, dua
kali ia diterapi di sekolah, dan dua kali di rumah dengan terapis yang
sama. Selama itu, saya tidak memasukkan Luna ke playgroup mana pun.
Dulu, Luna pernah saya masukkan ke sebuah playgroup, tapi ia hanya bisa
bertahan beberapa hari, kemudian bosan dan tidak mau lagi.
Karena terbukti efektif, kemudian terapi wicara ini saya tambah menjadi
dua jam di sekolah dan empat jam di rumah. Luna diajarkan untuk
mengucapkan bunyi, misalnya "aaa", "beeh" dengan benar. Alat bantu yang
digunakan adalah stik es krim yang ujungnya dilumuri madu. Apabila Luna
salah melakukan pengucapan, posisi lidahnya dibetulkan dengan alat
tersebut.
Metode satu guru untuk satu murid yang dijalankan di tempat terapi,
berjalan cukup efektif. Setiap tiga bulan saya mendapat laporan tentang
perkembangannya. Walaupun begitu, perjuangan saya selama mendampingi
Luna sangatlah berat. Rasanya sudah hampir menyerah, tetapi saya tidak
boleh berhenti demi Luna. Bayangkan, dari usia dua tahun sampai empat
tahun, Luna belum juga bisa bicara. Baru setelah itu ia bisa bicara dan
mengekspresikan rasa lapar, capek, dan sakitnya.
Masuk TK Umum
Setelah ikut terapi sekian lama, Luna sekarang bisa "bersekolah" di TK
umum yang menerima murid dengan perhatian khusus. Dalam satu kelas,
maksimal hanya ada satu murid yang membutuhkan perhatian khusus ini.
Sementara di kelasnya hanya ada 17 murid dengan 3 orang guru. Setiap
murid bisa mendapatkan cukup perhatian. Menurut terapisnya, Luna memang
harus "bersekolah" di TK umum untuk belajar bersosialisasi.
Di sana ada beberapa benturan yang dialami Luna. Karena keterbatasan
kosakatanya, banyak teman tidak mengerti maksud pembicaraan Luna. Hal
ini disebabkan gangguan hiperaktif yang menyebabkan otaknya hanya
menerima informasi sepotong-sepotong atau tidak lengkap. Akibatnya ia
tidak mengenal banyak kosakata, konsep berbagi, dan konsep mengalah.
Disamping itu, egonya juga menjadi sangat tinggi karena ia selalu
mendapat perhatian lebih di rumah. Keinginannya untuk selalu menjadi
number one di lingkungan sekolah mau tak mau mengalami benturan.
Teman-teman sebayanya tidak bisa memperlakukan Luna seperti kami
melakukannya di rumah.

Bersikap Terbuka

Setelah benturan demi benturan dilalui, Luna mulai bisa mengikuti proses
belajar di kelasnya. Sekarang ia sudah bisa berhitung sampai seratus dan
mengerti konsep penjumlahan. Ia juga sudah mengenal warna, sudah
mengerti rasa sakit dan bahaya, dan maksud pembicaraannya sudah bisa
dimengerti orang lain.
Saya selalu bersyukur kepada Tuhan karena belum terlambat menyadari
masalah yang diderita Luna. Memang, kecurigaan sekecil apa pun tak boleh
dianggap enteng. Mintalah dokter untuk melakukan pengamatan. Saya juga
selalu berdoa semoga Luna bisa tumbuh normal dan tidak mengalami
kesulitan dalam lingkungan sosialnya kelak.
Untuk orang tua yang punya masalah sama, saya menyarankan agar menerima
keadaan anak apa pun adanya. Bersikaplah terbuka terhadap lingkungan.
Seringkali, ibu yang anaknya bermasalah malah menutup diri dan akhirnya
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih banyak.****
Marfuah Panji Astuti




[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke