TOUR 2 WATERFALLS

 

Pada liburan panjang  minggu lalu,kami berkesempatan pergi ke beberapa curug


di daerah Bogor dan sekitarnya. 

Semoga catatan dibawah ini bermanfaat bagi yang suka wisata ke curug.

   

TOUR 2 WATERFALLS

  

Libur panjang tiga hari di bulan April mau kemana? Kenapa tidak ke lokasi
wisata yang dekat  

dari Jakarta saja? Bogor menjadi pilihan tujuan wisata kami, tepatnya ke
daerah Ciapus dan 

Kawasan Gunung Salak Endah. Di Ciapus terdapat Curug Nangka, Curug Daun dan
Curug Kawung. 

Di kawasan Gunung Salak Endah (15 sampai 20 km dari Ciapus)  terdapat Curug
Cihurang, 

Curug Ngumpet, Curug Cigamea dan Curug Seribu. Perjalanan kami ke berbagai
curug di daerah 

Bogor dan sekitarnya  kami beri judul Tour 2  Waterfalls.  

 

Hari Sabtu pagi kami berangkat dari Jakarta,  jam 8 pagi kami  sudah berada
di tol Jagorawi menuju Bogor. 

Mungkin karena hari libur, setelah keluar pintu tol Bogor kami tidak perlu
memutar dulu, 

tetapi di lampu merah langsung belok kanan. Setelah mengelilingi kebun raya,


kami mencari dimana letak Bogor Trade Mall (BTM).  Karena menurut penuturan
teman 

yang tinggal di Bogor untuk menuju Ciapus kami harus menuju ke arah BTM
dulu. 

Ternyata BTM ada di sebelah kanan jalan, didepan BTM ada putaran, kami belok
kanan 

di putaran tersebut dan jalan lurus terus. Jadi posisi kami sekarang ada di
samping BTM. 

Jalan lurus saja sampai  menemukan lampu merah pertama lalu belok kanan. 

Teman kami berpesan untuk sampai ke Ciapus ikuti saja rute angkot nomor 03
warna hijau muda 

dengan trayek Bogor – Ciapus. Karena ini baru pertama kalinya kami ke
Ciapus, 

jadi jalan termudah ya ikuti saja angkot nomor 3.

   

Ditengah perjalanan menuju Ciapus tepatnya di Kampung Warung Loak, desa
Taman Sari, 

Kelurahan Ciapus, terlihat papan penunjuk kearah Pura Gunung Salak (letaknya
di sebelah kiri jalan).  

Kami memutuskan untuk  berbelok ke Pura. Dari jalan raya jarak kearah Pura
kira-kira 1 km. 

Akses jalan kearah Pura cukup baik, walaupun kondisi jalan tidak semulus
jalan raya Bogor 

menuju Ciapus. Nama Pura yang letaknya di kaki  Gunung Salak ini adalah Pura
Parahyangan Agung 

Jagatkartya Taman Sari Gunung Salak.  Luas Pura ini sekitar 2,5 hektar
dirintis sejak tahun 1995 

dan pembangunannya hasil gotong royong umat Hindu.  Berdirinya pura di
Gunung Salak ini 

bukan tanpa alasan. Karena di sinilah konon kerajaan Hindu tanah Sunda yang
termasyhur 

pernah berdiri yaitu Kerajaan Padjadjaran dibawah pemerintahan Prabu
Siliwangi. 

Di tempat ini juga dipercaya sebagai tempat petilasan Sri Paduga Maharaja
Prabu Siliwangi 

dan tempat menghilangnya Prabu Siliwangi  dengan sejumlah pasukan dan
pengikutnya. 

 

Belum ada literature yang dapat memastikan kapan agama Hindu masuk ke
wilayah Jawa Barat. 

Tetapi dengan ditemukannya bukti peninggalan Kerajaan Hindu di Jawa Barat
yakni peninggalan 

Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman berupa jejak kaki sang raja
pada sebuah batu 

yang dikenal sebagai prasasti Ciaruteun. Jejak kaki Raja Purnawarman
diibaratkan seperti 

telapak kaki Dewa Wisnu, salah satu dewa umat Hindu. Sebagian peninggalan
tersebut di simpan 

di Museum Nasional Jakarta. Pada akhir abad ke VII, Kerajaan Tarumanegara
diduga hancur 

dan takluk pada Kerajaan Sriwijaya. Baru pada awal abad ke 14 hadir Kerajaan
Hindu Sunda 

yang cukup kuat di bawah kepemimpinan Prabu Siliwingi yakni Kerajaan
Padjadjaran dengan 

ibukotanya terletak disekitar Pakuan yang sekarang dikenal sebagai kota
Bogor. 

   

Begitu kami sampai di pelataran parkir, terdapat papan berwarna hijau
sebagai 

petunjuk tata cara untuk memasuki Pura . Ternyata petunjuk nomor satu
adalah: 

dilarang memasuki pura bagi siapa saja yang tidak bermaksud untuk sembahyang
di pura tersebut. 

Waduh, kami sebenarnya ingin sekali melihat keadaan Pura tersebut, tetapi
karena ada larangan,  

kami tidak berani untuk melanggarnya. Letak Pura Parahyangan berada diatas
bukit, 

untuk mencapai kesana ada tangga  yang harus dilewati. Kami mencoba menaiki
tangga tersebut, 

dipelataran bawah Pura ada sejenis  saung/gazebo  yagn letaknya
berhadap-hadapan. 

Di salah satu gazebo tersebut ada yang sedang memainkan alat musik.  

Warna musik Bali terasa sangat kental sekali. Sedangkan di gazebo yang lain
terdapat wadah 

tempat diletakkannya selendang warna kuning yang biasanya dipakai oleh umat
Hindu kalau memasuki Pura.  

Dari sang pemain alat musik tersebut,  kami mendapat informasi bahwa Pura
ini bukan tempat 

rekreasi dan kami dilarang untuk memasuki Pura bila kami memang tidak
bermaksud untuk sembahyang. 

Tetapi kami masih diperbolehkan berada di pelataran bawah Pura tersebut
dengan memakai 

selendang warna kuning tentunya. Dari pelataran pura tersebut kami mengambil


foto Pura Parahyangan Agung yang untuk menuju kesana ada beberapa anak
tangga lagi 

yang harus dilalui. Letak Pura ini memang sangat anggun  dengan latar
belakang gunung Salak. 

 

Kami hanya  sebentar berada disini karena tujuan utama kami adalah curug di
daerah Ciapus. 

Mengingat Bogor adalah kota hujan,  jadi kami berpacu dengan cuaca. 

Sepanjang perjalanan kami selalu berdo’a semoga hujan tidak turun pada waktu
kami 

sedang berada di curug. Dari desa Taman Sari kami mengikuti rute angkot
nomor 3 lagi,. 

Ternyata angkot nomor 3 ini tujuan akhirnya adalah pertigaan sebelum pintu
gerbang 

menuju ke  Curug Nangka. Kadang-kadang angkot inipun sampai ke pintu gerbang
curug. 

Di pertigaan ini ada papan penunjuk jalan,  bila kita  belok kiri kearah
Curug Nangka, 

dan belok kanan kearah Curug Luhur. Jarak dari kota Bogor ke Ciapus
kira-kira 

15  - 20 km dan dapat ditempuh sekitar 30 sampai 45 menit. 

   

Setibanya di pintu Gerbang curug, kami membayar tiket masuk dan tiket untuk 

parkir kendaraan  (tiket masuk Rp. 3.000 per orang,untuk parkier Rp. 2000). 

Curug pertama yang kami temui adalah Curug Daun, letaknya agak di atas. 

Untuk mencapai curug ini,  pengunjung  melewati jalan yang agak lebar tetapi


dengan dengan kondisi jalan naik dan turun. Jarak dari areal parkir sekitar 

300 sampai 400 meter. Curugnya tidak terlampur tinggi tapi aliran airnya
cukup deras. 

Disini pengunjung bisa mandi dan bermain-main air sepuasnya.

   

Sedangkan lokasi curug Nangka berada di lembah yang curam dan dibatasi
tebing-tebing yang tinggi, 

jadi diperlukan kewaspadaan yang tinggi untuk memantau kondisi air sungai
bila tiba-tiba hujan deras 

dan air meluap bisa berbahaya. Karena masih sering turun hujan di bulan
April ini,   

kami memutuskan untuk  tidak pergi ke curug Nangka. Kami hanya melihat
aliran air yang  

menuju ke curug Nangka. Tempat dimana jatuhnya aliran air yang menuju Curug
Nangka 

(pada bagian atas curug)  sekarang diberi pagar kawat berduri dan pengunjung
dilarang 

bermain-main di kawasan ini karena sangat berbahaya, sebab kalau tidak
berhati-hati,  

pengunjung bisa  jatuh ke dasar curug. 

   

Dari Curug Daun kami menuju Curug Kawung. 

Lokasi curug ini terletak di bagian hulu dari curug Nangka. 

Jarak dari Curug Daun ke Curug Kawung sekitar 1 km dengan 

kondisi jalan setapak yang memiliki kontur naik turun. 

Beberapa kali kami harus melewati sungai dan melompat dari batu yang 

satu ke batu yang lain sebagai tempat berpijak kami. 

Perjalanan menuju curug Kawung cukup melelahkan dan benar-benar menguras
tenaga kami. 

Salah seorang teman nyeletuk, lumayan untuk tes jantung  

sekalian program menurunkan berat badan, dengan catatan setelah kembali 

ke mobil tidak ngemil makanan lagi. He….he….he…. Akhirnya kami sampai juga
di curug Kawung. 

Pemandangan di sini sungguh menakjubkan. Tinggi Curug Kawung sekitar 25
meter dan  

letaknya di ceruk di kelilingi bukit yang hijau menambah asri pemandangan
disekelilinginya. 

Lokasi curug ini cukup terbuka sehingga lebih aman bila sewaktu-waktu
terjadi air bah.

 

Di tengah perjalanan pulang, ternyata ada beberapa kera yang sedang
berayun-ayun 

di atas pohon dan salah satu dari kera tersebut, mencoba untuk mengambil
topi 

yang dipakai oleh  rekan kami yang kebetulan sedang melintas dibawah pohon
tersebut. 

Dua orang teman kami menunggu di tempat pemberhentian yang merangkap sebagai


warung yang terletak di dekat Curug Daun . Mereka tidak ikut naik ke Curug
Kawung 

karena medannya lumayan berat. Kami turun bersama-sama dari Curug Daun 

menuju tempat areal parkir. Sesampainya di mobil, kami mulai membongkar 

perbekalan yang kami bawa, ini sebagai jaga-jaga , kalau di dalam perjalanan


kami tidak bisa menemukan rumah makan padahal perut sudah “keroncongan”.  

Di sekitar lokasi curug terdapat warung-warung  yang menjual makanan,
tersedia pula mushola dan MCK. 

   

Perjalanan dilanjutkan menuju Curug Luhur. Keluar dari pintu gerbang Curug
Nangka jalan lurus saja.  

Jarak dari Curug Nangka ke curug Luhur sekitar 7 sampai 8 km. Curug ini
terletak di Desa Gunung Malang 

Kecamatan Gunung Malang. Dalam perjalanan dari Curug Nangka  menuju  Curug
Luhur, kita akan 

menemui pertigaan: kalau belok kiri kearah curug Luhur sedangkan belok kanan
kearah Situ Daun. 

Semula kami kira Situ Daun wah pasti ada situnya. Ternyata itu cuma nama
sebuah desa. 

 

Informasi ini kami dapatkan sewaktu kami sudah sampai di Curug Luhur dan
kebetulan bertemu 

dengan salah seorang pengunjung yang berasal dari desa Situ Daun. Letak
gerbang Curug Luhur 

ada di sebelah kanan jalan. Untuk menuju lokasi air terjun,  pengunjung
berjalan kaki 

sekitar 150 meter untuk sampai ke dasar curug. Dibandingkan dengan ketiga
curug diatas, 

medan Curug Luhur adalah yang paling ringan, disamping itu kondisi jalan
menuju curug 

sudah tertata rapi karena telah dibuatkan undak-undakan semen yang menurun
hingga ke lokasi. 

Dinamakan Curug Luhur (tinggi) karena ketinggiannya mencapai 50 meter dengan
lingkungan

yang alami dan pemandangan yang indah. Harga tiket masuk ke curug ini per
orang Rp. 7.500.- 

untuk parkier mobil dikenakan biaya Rp. 4.500.- Begitu memasuki area  utama
Curug Luhur, 

terdapat sederetan limpahan air yang mengalir secara deras pada dinding
tanah dengan 

ketinggian kurang lebih 2 meter. Teman-teman kami menyebutnya “curug mini” 

dimana beberapa anak kecil sibuk bermain air ditempat ini. 

 

Gelak tawa menyertai tingkah polah mereka saat sebagian tubuhnya terkena
cipratan air 

yang mengalir dari curug mini tersebut. Begitu kita mendekat ke lokasi Curug
Luhur 

kita akan merasakan desiran air cukup kencang, apalagi kalau ada angin. 

Yang pernah ke Curug Cilember akan merasakan cipratan air yang hampir sama
di curug ini. 

Curug Luhur memiliki dua buah air terjun yang letaknya sejajar. Salah satu
dari air terjun 

tersebut adalah cabang baru yang dibuat oleh penduduk setempat, jadi air
yang mengalir 

tidak sederas air terjun utama.  Setelah melepas lelah di saung yang
disediakan 

di sekitar curug sambil menikmati jagung bakar akhirnya kami melanjutkan
perjalanan 

menuju ke Kawasan Gunung Salak Endah (GSE).

   

Untuk menuju GSE, dari pintu gerbang Curug Luhur, kendaraan  belok ke arah
kanan dan 

setelah beberapa ratus meter akan menemukan pertigaan pertama, jalan terus
saja, 

sampai nanti kita akan menemukan pertigaan yang kedua. Nah di pertigaan ini,


kendaraan belok kiri kearah Cigamea, sedangkan kalau belok kanan kearah
Cibatok. 

Jadi kita mengambil  arah yang belok kiri. Jarak dari Curug Luhur ke Gunung
Salak Endah (GSE) 

sekitar 15 sampai 20 km. Dalam perjalanan ke GSE ini kita akan disuguhi
pemandangan alam 

yang masih alami, hawanya sejuk dan udaranya segar. Dari arah pertigaan
kedua tadi, 

kendaraan kami hanya mengikuti jalan lurus saja dan akhirnya sampai ke pintu
gerbang 

Kawasan Gunung Salak Endah. Pemandangan alam disini sangat indah, 

karena lokasinya terletak pada kawasan hutan Pinus dan Rasamala. 

Di sini kami diminta untuk membayar tiket masuk ke kawasan  sebesar Rp.
20.000. 

 

Setelah agak jauh dari lokasi pintu gerbang,  kami baru memeriksa tiket yang
kami terima tadi.

Ternyata ada dua macam tiket yang harus kami bayar yaitu: retribusi tanda
masuk kawasan 

wisata dari pemerintah kabupaten Bogor  sebesar Rp. 1.500 per orang dan satu
lagi tiket 

masuk obyek wisata dari Kepala Desa Gunungsari sebesar Rp. 500 per orangnya.


Jadi seharusnya total jendral yang harus kami bayar adalah Rp. 2000.- X 5
orang = Rp. 10.000.-  

Lalu kemana yang Rp. 10.000? Waduh……. Dugaan kami yang Rp. 10.000 adalah
biaya 

tiket masuk untuk kendaraan, walaupun sesungguhnya kami tidak menerima tanda
terima 

berupa tiket untuk pembayaran tersebut.

   

Di kawasan Gunung Salak Endah ini ada beberapa obyek wisata antara lain: 

Curug Cihurang,Ngumpet, Sewu dan Cigamea. Disamping itu ada satu pemandian
air panas 

di Gunung Picung dan satu wisata kawah (Kawah Ratu). Tujuan kami adalah
Curug Ngumpet. 

Menurut penuturan petugas di pintu gerbang jarak dari pintu gerbang ke Curug
Ngumpet sekitar 2 km. 

Dalam perjalanan menuju ke sana, tiba-tiba salah seorang teman melihat ada
tanda 

kearah Curug Ngumpet (tandanya kecil sekali). Jadi lah kami berhenti disini.


Di jalan menuju ke curug, ada petugas yang meminta kami untuk membayar tiket


sebesar Rp. 2.000 per orang. (setelah tiket kami terima koq tiketnya bukan
tiket 

untuk curug tapi tiket parkir?) waktu kami tanyakan ya memang tiketnya
seperti ini. 

Jalan untuk menuju ke curug Ngumpet tidak terlalu jauh dan sangat mudah
sekali. 

Jaraknya kurang dari 100 meter dari jalan raya. Sesampainya di sana kami
heran 

bercampur bingung sebab Curug Ngumpetnya koq kecil sekali? Pengunjung pun

sedikit dan sangat sepi, walaupun begitu,  kami sempat bertemu dengan
anak-anak sekolah 

berjumlah 5 orang  yang sedang menghabiskan waktu libur panjang mereka. 

Waktu kami tanyakan apakah mereka sudah mengunjungi ketiga curug di daerah
Ciapus dan Curug Luhur? 

Ternyata mereka belum pergi kesana, akhirnya mereka memutuskan untuk ke sana
dengan berkendaraan  motor. 

Kami hanya singgah sekitar 5 menit di sana dan melanjutkan perjalanan ke
Curug Cigamea.

   

Dalam perjalanan menuju  Curug Cigamea,  tiba-tiba kami melihat di kiri
jalan ada papan 

penunjuk obyek wisata yang cukup besar dimana  tertulis  Kawasan Curug
Ngumpet. 

Kami bertanya-tanya apakah ada 2 curug Ngumpet di kawasan GSE? 

Akhirnya kami turun dari kendaraan dan menuju kearah gerbang curug Ngumpet. 

Di sana kami membayar tiket masuk Rp. 2.000 per orang dan biaya parkir
sebesar Rp. 2.000.- 

Waktu kami tanyakan kepada petugas tiket, apakah memang ada 2 curug Ngumpet?


Ternyata  sang petugas menjawab bahwa curug yang satunya itu adalah curug
buatan, 

pantes curugnya kecil dan sepi dari pengunjung. Sedangkan curug yang akan
kami kunjungi 

ini adalah yang asli. Kami serempak tertawa terbahak-bahak setelah mendengar


penjelasan sang petugas. Ternyata curug pun ada yang palsu. Ha…..ha….ha…. 

   

Perjalanan menuju ke Curug Ngumpet dari pintu gerbang sekitar 300 meter. 

Jalan setapak menuju lokasi tidak terlalu jauh dan relatif mudah, walaupun
dibeberapa bagian, 

ada jalan setapak dengan jarak anak tangga yang cukup tinggi. Di kiri jalan
ada aliran sungai 

dengan batu-batu besar yang menambah asri pemandangan.  Setelah berjalan
kira-kira 15 menit 

sampailah kami di curug Ngumpet yang mempunyai ketinggian lebih kurang 45
meter. 

Sesuai dengan namanya “Ngumpet” berarti “tersembunyi”, curug ini terlihat
agak tersembunyi. 

Dengan panorama alam dan keasriannya, curug ini tak kalah menarik dengan
curug lain yang ada di GSE. 

Cukup lama kami beristirahat disini, duduk di bebatuan besar yang ada di
depan curug 

sambil menikmati cucuran air yang turun dengan derasnya. Di bawah sana di
dasar curug, 

terlihat muda-mudi sedang bercengkrama dan berfoto ria dengan asyiknya. 

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 15:00 akhirnya kami memutuskan
untuk 

beranjak dari kawasan ini, karena kami akan mengunjungi satu lagi air terjun
(curug) 

di kawasan GSE ini yaitu Curug Cigamea. Setelah melaksanakan sholat ashar di
rumah penduduk setempat, 

kami menuju mobil untuk meneruskan perjalanan. Tiba-tiba hujan turun dengan
derasnya, 

ini pertanda kami tidak bisa turun ke Curug Cigamea karena jalan ke sana
akan licin 

disebabkan turunnya hujan. Kami patut bersyukur bahwa sepanjang perjalanan
menuju ke 

beberapa curug sebelumnya, cuaca sangat bersahabat jadi memungkinkan kami
untuk 

menikmati keindahan beberapa curug di daerah Ciapus dan Kawasan GSE. 

Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke Bogor karena tampaknya hujan tidak
akan reda dalam waktu singkat. 

   

Dalam perjalanan menuju Bogor, kami melewati Pamijahan dan Gunung Menyan. 

Di Gunung Menyan ini ada Pondok Pesantren Sahid. 

Selepas daerah ini, saya tertidur karena kelelahan “menyambangi”  5 curug
dalam sehari. 

Saya terbangun sewaktu sudah sampai di daerah Dermaga IPB. 

Akhirnya kami memutuskan untuk singgah di Kebun Raya Bogor (KRB) terlebih
dahulu 

sebelum kembali ke Jakarta. Salah satu peserta wisata kami kali ini 

adalah anak yang baru berusia 11 tahun dan ini adalah kali pertama  

menginjakkan kakinya di Bogor. Dia adalah keponakan salah satu peserta 

yang kebetulan sedang berlibur ke Jakarta. 

Menurut penuturannya, pengalaman pergi ke berbagai curug  merupakan
pengalaman 

yang tidak pernah akan terlupakan. Untuk anak umur sebelas tahun, posturnya 

sangat tinggi dan badannya pun cukup besar. Kami menjulukinya  “Guliver”.  

Tampaknya dia senang dengan julukan tersebut. Mau complain takut kali
ye……………. 

   

Sesampainya di Bogor ternyata hujan turun dengan derasnya, walaupun
demikian, 

kami tetap singgah di Kebun Raya Bogor (KRB)  dan berkeliling dengan mobil
untuk 

memperkenalkan beberapa tempat  penting di KRB ini kepada sang “Guliver”. 

Kami masih berkesempatan melihat sisa-sisa bunga anggrek raksasa koleksi
Kebun Raya Bogor. 

Bunga anggrek raksasa (Grammatophyllum speciousum) atau dikenal juga dengan 

Anggrek Harimau karena motif pada bunganya, adalah jenis anggrek terbesar di
dunia. 

Berkembang biak di sela-sela pohon besar, batang anggrek ini bisa mencapai 

panjang lima meter dalam satu rumpun tanaman,  pernah tercatat memiliki
berat 2 ton. 

Jenis anggrek ini tumbuh di kawasan Malaysia, Sumatra, Papua, Kalimantan dan
Jawa Barat. 

Sayangnya anggrek ini berbunga sekali dalam kurun waktu 2 sampai 4 tahun dan


pada waktu berbunga dapat bertahan sampai 2 bulan. Koleksi yang dimiliki
oleh KRB 

berasal dari Jawa Barat dan Kalimantan yang ditanam sejak tahun 1944. 

Karena hampir senja, dan perut sudah “keroncongan” kalau kami keluar KRB 

untuk mencari restoran pasti jalanan macet… akhirnya kami memutuskan untuk 

makan sore di café yang terdapat di KRB. Kami memesan nasi goreng kampung, 

nasi goreng sea food, spaghetti dan karena hari hujan kami memesan bandrek. 

Rasa makanannya tidak ada yang istimewa. Kelebihannya,  sambil makan kami
bisa 

menikmati pemandangan taman yang indah dengan latar belakang gunung Salak. 

Seusai magrib kami meninggalkan Bogor kembali ke Jakarta. 

Alhamdulillah perjalanan ke Jakarta lancar-lancar saja  tanpa macet dan 

kami sampai kerumah dengan selamat. 

Perjalanan sehari “menaklukkan” lima curug yang melelahkan, tetapi sungguh
menyenangkan.

   

Tip untuk wisata ke curug di Kawasan Ciapus dan Gunung Salak Endah:

1)Kenakan busana dan sandal atau sepatu yang nyaman untuk melakukan
aktivitas trekking.

2)Siapkan perlengkapan P3K,  kondisi daerah curug memungkinkan resiko
tergelincir atau luka tergores.

3)Bila bepergian dengan anak-anak, jangan lupa membawa baju ganti dan
perlengkapan mandi, 

  siapa tahu mereka langsung nyebur, melihat kondisi air yang jernih (Curug
Luhur adalah 

  curug yang paling “tepat” bila bepergian dengan membawa anak-anak).

4)Lebih baik membawa perbekalan makanan dari rumah, di lokasi tidak ada
restoran, hanya warung-warung makan kecil.

5)Karena Bogor adalah kota hujan, untuk antisipasi cuaca, jangan lupa
membawa payung atau jas hujan.

6)Jangan lupa membawa kantong plastic untuk tempat sampah, sayang bila
lokasi yang 

  masih alami harus tercemar dengan sampah yang ditinggalkan begitu saja
(Paras).

   

From: robi yati [mailto:[EMAIL PROTECTED]  

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke