TOUR 2 WATERFALLS
Pada liburan panjang minggu lalu,kami berkesempatan pergi ke beberapa curug di daerah Bogor dan sekitarnya. Semoga catatan dibawah ini bermanfaat bagi yang suka wisata ke curug. TOUR 2 WATERFALLS Libur panjang tiga hari di bulan April mau kemana? Kenapa tidak ke lokasi wisata yang dekat dari Jakarta saja? Bogor menjadi pilihan tujuan wisata kami, tepatnya ke daerah Ciapus dan Kawasan Gunung Salak Endah. Di Ciapus terdapat Curug Nangka, Curug Daun dan Curug Kawung. Di kawasan Gunung Salak Endah (15 sampai 20 km dari Ciapus) terdapat Curug Cihurang, Curug Ngumpet, Curug Cigamea dan Curug Seribu. Perjalanan kami ke berbagai curug di daerah Bogor dan sekitarnya kami beri judul Tour 2 Waterfalls. Hari Sabtu pagi kami berangkat dari Jakarta, jam 8 pagi kami sudah berada di tol Jagorawi menuju Bogor. Mungkin karena hari libur, setelah keluar pintu tol Bogor kami tidak perlu memutar dulu, tetapi di lampu merah langsung belok kanan. Setelah mengelilingi kebun raya, kami mencari dimana letak Bogor Trade Mall (BTM). Karena menurut penuturan teman yang tinggal di Bogor untuk menuju Ciapus kami harus menuju ke arah BTM dulu. Ternyata BTM ada di sebelah kanan jalan, didepan BTM ada putaran, kami belok kanan di putaran tersebut dan jalan lurus terus. Jadi posisi kami sekarang ada di samping BTM. Jalan lurus saja sampai menemukan lampu merah pertama lalu belok kanan. Teman kami berpesan untuk sampai ke Ciapus ikuti saja rute angkot nomor 03 warna hijau muda dengan trayek Bogor Ciapus. Karena ini baru pertama kalinya kami ke Ciapus, jadi jalan termudah ya ikuti saja angkot nomor 3. Ditengah perjalanan menuju Ciapus tepatnya di Kampung Warung Loak, desa Taman Sari, Kelurahan Ciapus, terlihat papan penunjuk kearah Pura Gunung Salak (letaknya di sebelah kiri jalan). Kami memutuskan untuk berbelok ke Pura. Dari jalan raya jarak kearah Pura kira-kira 1 km. Akses jalan kearah Pura cukup baik, walaupun kondisi jalan tidak semulus jalan raya Bogor menuju Ciapus. Nama Pura yang letaknya di kaki Gunung Salak ini adalah Pura Parahyangan Agung Jagatkartya Taman Sari Gunung Salak. Luas Pura ini sekitar 2,5 hektar dirintis sejak tahun 1995 dan pembangunannya hasil gotong royong umat Hindu. Berdirinya pura di Gunung Salak ini bukan tanpa alasan. Karena di sinilah konon kerajaan Hindu tanah Sunda yang termasyhur pernah berdiri yaitu Kerajaan Padjadjaran dibawah pemerintahan Prabu Siliwangi. Di tempat ini juga dipercaya sebagai tempat petilasan Sri Paduga Maharaja Prabu Siliwangi dan tempat menghilangnya Prabu Siliwangi dengan sejumlah pasukan dan pengikutnya. Belum ada literature yang dapat memastikan kapan agama Hindu masuk ke wilayah Jawa Barat. Tetapi dengan ditemukannya bukti peninggalan Kerajaan Hindu di Jawa Barat yakni peninggalan Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman berupa jejak kaki sang raja pada sebuah batu yang dikenal sebagai prasasti Ciaruteun. Jejak kaki Raja Purnawarman diibaratkan seperti telapak kaki Dewa Wisnu, salah satu dewa umat Hindu. Sebagian peninggalan tersebut di simpan di Museum Nasional Jakarta. Pada akhir abad ke VII, Kerajaan Tarumanegara diduga hancur dan takluk pada Kerajaan Sriwijaya. Baru pada awal abad ke 14 hadir Kerajaan Hindu Sunda yang cukup kuat di bawah kepemimpinan Prabu Siliwingi yakni Kerajaan Padjadjaran dengan ibukotanya terletak disekitar Pakuan yang sekarang dikenal sebagai kota Bogor. Begitu kami sampai di pelataran parkir, terdapat papan berwarna hijau sebagai petunjuk tata cara untuk memasuki Pura . Ternyata petunjuk nomor satu adalah: dilarang memasuki pura bagi siapa saja yang tidak bermaksud untuk sembahyang di pura tersebut. Waduh, kami sebenarnya ingin sekali melihat keadaan Pura tersebut, tetapi karena ada larangan, kami tidak berani untuk melanggarnya. Letak Pura Parahyangan berada diatas bukit, untuk mencapai kesana ada tangga yang harus dilewati. Kami mencoba menaiki tangga tersebut, dipelataran bawah Pura ada sejenis saung/gazebo yagn letaknya berhadap-hadapan. Di salah satu gazebo tersebut ada yang sedang memainkan alat musik. Warna musik Bali terasa sangat kental sekali. Sedangkan di gazebo yang lain terdapat wadah tempat diletakkannya selendang warna kuning yang biasanya dipakai oleh umat Hindu kalau memasuki Pura. Dari sang pemain alat musik tersebut, kami mendapat informasi bahwa Pura ini bukan tempat rekreasi dan kami dilarang untuk memasuki Pura bila kami memang tidak bermaksud untuk sembahyang. Tetapi kami masih diperbolehkan berada di pelataran bawah Pura tersebut dengan memakai selendang warna kuning tentunya. Dari pelataran pura tersebut kami mengambil foto Pura Parahyangan Agung yang untuk menuju kesana ada beberapa anak tangga lagi yang harus dilalui. Letak Pura ini memang sangat anggun dengan latar belakang gunung Salak. Kami hanya sebentar berada disini karena tujuan utama kami adalah curug di daerah Ciapus. Mengingat Bogor adalah kota hujan, jadi kami berpacu dengan cuaca. Sepanjang perjalanan kami selalu berdoa semoga hujan tidak turun pada waktu kami sedang berada di curug. Dari desa Taman Sari kami mengikuti rute angkot nomor 3 lagi,. Ternyata angkot nomor 3 ini tujuan akhirnya adalah pertigaan sebelum pintu gerbang menuju ke Curug Nangka. Kadang-kadang angkot inipun sampai ke pintu gerbang curug. Di pertigaan ini ada papan penunjuk jalan, bila kita belok kiri kearah Curug Nangka, dan belok kanan kearah Curug Luhur. Jarak dari kota Bogor ke Ciapus kira-kira 15 - 20 km dan dapat ditempuh sekitar 30 sampai 45 menit. Setibanya di pintu Gerbang curug, kami membayar tiket masuk dan tiket untuk parkir kendaraan (tiket masuk Rp. 3.000 per orang,untuk parkier Rp. 2000). Curug pertama yang kami temui adalah Curug Daun, letaknya agak di atas. Untuk mencapai curug ini, pengunjung melewati jalan yang agak lebar tetapi dengan dengan kondisi jalan naik dan turun. Jarak dari areal parkir sekitar 300 sampai 400 meter. Curugnya tidak terlampur tinggi tapi aliran airnya cukup deras. Disini pengunjung bisa mandi dan bermain-main air sepuasnya. Sedangkan lokasi curug Nangka berada di lembah yang curam dan dibatasi tebing-tebing yang tinggi, jadi diperlukan kewaspadaan yang tinggi untuk memantau kondisi air sungai bila tiba-tiba hujan deras dan air meluap bisa berbahaya. Karena masih sering turun hujan di bulan April ini, kami memutuskan untuk tidak pergi ke curug Nangka. Kami hanya melihat aliran air yang menuju ke curug Nangka. Tempat dimana jatuhnya aliran air yang menuju Curug Nangka (pada bagian atas curug) sekarang diberi pagar kawat berduri dan pengunjung dilarang bermain-main di kawasan ini karena sangat berbahaya, sebab kalau tidak berhati-hati, pengunjung bisa jatuh ke dasar curug. Dari Curug Daun kami menuju Curug Kawung. Lokasi curug ini terletak di bagian hulu dari curug Nangka. Jarak dari Curug Daun ke Curug Kawung sekitar 1 km dengan kondisi jalan setapak yang memiliki kontur naik turun. Beberapa kali kami harus melewati sungai dan melompat dari batu yang satu ke batu yang lain sebagai tempat berpijak kami. Perjalanan menuju curug Kawung cukup melelahkan dan benar-benar menguras tenaga kami. Salah seorang teman nyeletuk, lumayan untuk tes jantung sekalian program menurunkan berat badan, dengan catatan setelah kembali ke mobil tidak ngemil makanan lagi. He .he .he . Akhirnya kami sampai juga di curug Kawung. Pemandangan di sini sungguh menakjubkan. Tinggi Curug Kawung sekitar 25 meter dan letaknya di ceruk di kelilingi bukit yang hijau menambah asri pemandangan disekelilinginya. Lokasi curug ini cukup terbuka sehingga lebih aman bila sewaktu-waktu terjadi air bah. Di tengah perjalanan pulang, ternyata ada beberapa kera yang sedang berayun-ayun di atas pohon dan salah satu dari kera tersebut, mencoba untuk mengambil topi yang dipakai oleh rekan kami yang kebetulan sedang melintas dibawah pohon tersebut. Dua orang teman kami menunggu di tempat pemberhentian yang merangkap sebagai warung yang terletak di dekat Curug Daun . Mereka tidak ikut naik ke Curug Kawung karena medannya lumayan berat. Kami turun bersama-sama dari Curug Daun menuju tempat areal parkir. Sesampainya di mobil, kami mulai membongkar perbekalan yang kami bawa, ini sebagai jaga-jaga , kalau di dalam perjalanan kami tidak bisa menemukan rumah makan padahal perut sudah keroncongan. Di sekitar lokasi curug terdapat warung-warung yang menjual makanan, tersedia pula mushola dan MCK. Perjalanan dilanjutkan menuju Curug Luhur. Keluar dari pintu gerbang Curug Nangka jalan lurus saja. Jarak dari Curug Nangka ke curug Luhur sekitar 7 sampai 8 km. Curug ini terletak di Desa Gunung Malang Kecamatan Gunung Malang. Dalam perjalanan dari Curug Nangka menuju Curug Luhur, kita akan menemui pertigaan: kalau belok kiri kearah curug Luhur sedangkan belok kanan kearah Situ Daun. Semula kami kira Situ Daun wah pasti ada situnya. Ternyata itu cuma nama sebuah desa. Informasi ini kami dapatkan sewaktu kami sudah sampai di Curug Luhur dan kebetulan bertemu dengan salah seorang pengunjung yang berasal dari desa Situ Daun. Letak gerbang Curug Luhur ada di sebelah kanan jalan. Untuk menuju lokasi air terjun, pengunjung berjalan kaki sekitar 150 meter untuk sampai ke dasar curug. Dibandingkan dengan ketiga curug diatas, medan Curug Luhur adalah yang paling ringan, disamping itu kondisi jalan menuju curug sudah tertata rapi karena telah dibuatkan undak-undakan semen yang menurun hingga ke lokasi. Dinamakan Curug Luhur (tinggi) karena ketinggiannya mencapai 50 meter dengan lingkungan yang alami dan pemandangan yang indah. Harga tiket masuk ke curug ini per orang Rp. 7.500.- untuk parkier mobil dikenakan biaya Rp. 4.500.- Begitu memasuki area utama Curug Luhur, terdapat sederetan limpahan air yang mengalir secara deras pada dinding tanah dengan ketinggian kurang lebih 2 meter. Teman-teman kami menyebutnya curug mini dimana beberapa anak kecil sibuk bermain air ditempat ini. Gelak tawa menyertai tingkah polah mereka saat sebagian tubuhnya terkena cipratan air yang mengalir dari curug mini tersebut. Begitu kita mendekat ke lokasi Curug Luhur kita akan merasakan desiran air cukup kencang, apalagi kalau ada angin. Yang pernah ke Curug Cilember akan merasakan cipratan air yang hampir sama di curug ini. Curug Luhur memiliki dua buah air terjun yang letaknya sejajar. Salah satu dari air terjun tersebut adalah cabang baru yang dibuat oleh penduduk setempat, jadi air yang mengalir tidak sederas air terjun utama. Setelah melepas lelah di saung yang disediakan di sekitar curug sambil menikmati jagung bakar akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju ke Kawasan Gunung Salak Endah (GSE). Untuk menuju GSE, dari pintu gerbang Curug Luhur, kendaraan belok ke arah kanan dan setelah beberapa ratus meter akan menemukan pertigaan pertama, jalan terus saja, sampai nanti kita akan menemukan pertigaan yang kedua. Nah di pertigaan ini, kendaraan belok kiri kearah Cigamea, sedangkan kalau belok kanan kearah Cibatok. Jadi kita mengambil arah yang belok kiri. Jarak dari Curug Luhur ke Gunung Salak Endah (GSE) sekitar 15 sampai 20 km. Dalam perjalanan ke GSE ini kita akan disuguhi pemandangan alam yang masih alami, hawanya sejuk dan udaranya segar. Dari arah pertigaan kedua tadi, kendaraan kami hanya mengikuti jalan lurus saja dan akhirnya sampai ke pintu gerbang Kawasan Gunung Salak Endah. Pemandangan alam disini sangat indah, karena lokasinya terletak pada kawasan hutan Pinus dan Rasamala. Di sini kami diminta untuk membayar tiket masuk ke kawasan sebesar Rp. 20.000. Setelah agak jauh dari lokasi pintu gerbang, kami baru memeriksa tiket yang kami terima tadi. Ternyata ada dua macam tiket yang harus kami bayar yaitu: retribusi tanda masuk kawasan wisata dari pemerintah kabupaten Bogor sebesar Rp. 1.500 per orang dan satu lagi tiket masuk obyek wisata dari Kepala Desa Gunungsari sebesar Rp. 500 per orangnya. Jadi seharusnya total jendral yang harus kami bayar adalah Rp. 2000.- X 5 orang = Rp. 10.000.- Lalu kemana yang Rp. 10.000? Waduh . Dugaan kami yang Rp. 10.000 adalah biaya tiket masuk untuk kendaraan, walaupun sesungguhnya kami tidak menerima tanda terima berupa tiket untuk pembayaran tersebut. Di kawasan Gunung Salak Endah ini ada beberapa obyek wisata antara lain: Curug Cihurang,Ngumpet, Sewu dan Cigamea. Disamping itu ada satu pemandian air panas di Gunung Picung dan satu wisata kawah (Kawah Ratu). Tujuan kami adalah Curug Ngumpet. Menurut penuturan petugas di pintu gerbang jarak dari pintu gerbang ke Curug Ngumpet sekitar 2 km. Dalam perjalanan menuju ke sana, tiba-tiba salah seorang teman melihat ada tanda kearah Curug Ngumpet (tandanya kecil sekali). Jadi lah kami berhenti disini. Di jalan menuju ke curug, ada petugas yang meminta kami untuk membayar tiket sebesar Rp. 2.000 per orang. (setelah tiket kami terima koq tiketnya bukan tiket untuk curug tapi tiket parkir?) waktu kami tanyakan ya memang tiketnya seperti ini. Jalan untuk menuju ke curug Ngumpet tidak terlalu jauh dan sangat mudah sekali. Jaraknya kurang dari 100 meter dari jalan raya. Sesampainya di sana kami heran bercampur bingung sebab Curug Ngumpetnya koq kecil sekali? Pengunjung pun sedikit dan sangat sepi, walaupun begitu, kami sempat bertemu dengan anak-anak sekolah berjumlah 5 orang yang sedang menghabiskan waktu libur panjang mereka. Waktu kami tanyakan apakah mereka sudah mengunjungi ketiga curug di daerah Ciapus dan Curug Luhur? Ternyata mereka belum pergi kesana, akhirnya mereka memutuskan untuk ke sana dengan berkendaraan motor. Kami hanya singgah sekitar 5 menit di sana dan melanjutkan perjalanan ke Curug Cigamea. Dalam perjalanan menuju Curug Cigamea, tiba-tiba kami melihat di kiri jalan ada papan penunjuk obyek wisata yang cukup besar dimana tertulis Kawasan Curug Ngumpet. Kami bertanya-tanya apakah ada 2 curug Ngumpet di kawasan GSE? Akhirnya kami turun dari kendaraan dan menuju kearah gerbang curug Ngumpet. Di sana kami membayar tiket masuk Rp. 2.000 per orang dan biaya parkir sebesar Rp. 2.000.- Waktu kami tanyakan kepada petugas tiket, apakah memang ada 2 curug Ngumpet? Ternyata sang petugas menjawab bahwa curug yang satunya itu adalah curug buatan, pantes curugnya kecil dan sepi dari pengunjung. Sedangkan curug yang akan kami kunjungi ini adalah yang asli. Kami serempak tertawa terbahak-bahak setelah mendengar penjelasan sang petugas. Ternyata curug pun ada yang palsu. Ha ..ha .ha . Perjalanan menuju ke Curug Ngumpet dari pintu gerbang sekitar 300 meter. Jalan setapak menuju lokasi tidak terlalu jauh dan relatif mudah, walaupun dibeberapa bagian, ada jalan setapak dengan jarak anak tangga yang cukup tinggi. Di kiri jalan ada aliran sungai dengan batu-batu besar yang menambah asri pemandangan. Setelah berjalan kira-kira 15 menit sampailah kami di curug Ngumpet yang mempunyai ketinggian lebih kurang 45 meter. Sesuai dengan namanya Ngumpet berarti tersembunyi, curug ini terlihat agak tersembunyi. Dengan panorama alam dan keasriannya, curug ini tak kalah menarik dengan curug lain yang ada di GSE. Cukup lama kami beristirahat disini, duduk di bebatuan besar yang ada di depan curug sambil menikmati cucuran air yang turun dengan derasnya. Di bawah sana di dasar curug, terlihat muda-mudi sedang bercengkrama dan berfoto ria dengan asyiknya. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 15:00 akhirnya kami memutuskan untuk beranjak dari kawasan ini, karena kami akan mengunjungi satu lagi air terjun (curug) di kawasan GSE ini yaitu Curug Cigamea. Setelah melaksanakan sholat ashar di rumah penduduk setempat, kami menuju mobil untuk meneruskan perjalanan. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, ini pertanda kami tidak bisa turun ke Curug Cigamea karena jalan ke sana akan licin disebabkan turunnya hujan. Kami patut bersyukur bahwa sepanjang perjalanan menuju ke beberapa curug sebelumnya, cuaca sangat bersahabat jadi memungkinkan kami untuk menikmati keindahan beberapa curug di daerah Ciapus dan Kawasan GSE. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke Bogor karena tampaknya hujan tidak akan reda dalam waktu singkat. Dalam perjalanan menuju Bogor, kami melewati Pamijahan dan Gunung Menyan. Di Gunung Menyan ini ada Pondok Pesantren Sahid. Selepas daerah ini, saya tertidur karena kelelahan menyambangi 5 curug dalam sehari. Saya terbangun sewaktu sudah sampai di daerah Dermaga IPB. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah di Kebun Raya Bogor (KRB) terlebih dahulu sebelum kembali ke Jakarta. Salah satu peserta wisata kami kali ini adalah anak yang baru berusia 11 tahun dan ini adalah kali pertama menginjakkan kakinya di Bogor. Dia adalah keponakan salah satu peserta yang kebetulan sedang berlibur ke Jakarta. Menurut penuturannya, pengalaman pergi ke berbagai curug merupakan pengalaman yang tidak pernah akan terlupakan. Untuk anak umur sebelas tahun, posturnya sangat tinggi dan badannya pun cukup besar. Kami menjulukinya Guliver. Tampaknya dia senang dengan julukan tersebut. Mau complain takut kali ye . Sesampainya di Bogor ternyata hujan turun dengan derasnya, walaupun demikian, kami tetap singgah di Kebun Raya Bogor (KRB) dan berkeliling dengan mobil untuk memperkenalkan beberapa tempat penting di KRB ini kepada sang Guliver. Kami masih berkesempatan melihat sisa-sisa bunga anggrek raksasa koleksi Kebun Raya Bogor. Bunga anggrek raksasa (Grammatophyllum speciousum) atau dikenal juga dengan Anggrek Harimau karena motif pada bunganya, adalah jenis anggrek terbesar di dunia. Berkembang biak di sela-sela pohon besar, batang anggrek ini bisa mencapai panjang lima meter dalam satu rumpun tanaman, pernah tercatat memiliki berat 2 ton. Jenis anggrek ini tumbuh di kawasan Malaysia, Sumatra, Papua, Kalimantan dan Jawa Barat. Sayangnya anggrek ini berbunga sekali dalam kurun waktu 2 sampai 4 tahun dan pada waktu berbunga dapat bertahan sampai 2 bulan. Koleksi yang dimiliki oleh KRB berasal dari Jawa Barat dan Kalimantan yang ditanam sejak tahun 1944. Karena hampir senja, dan perut sudah keroncongan kalau kami keluar KRB untuk mencari restoran pasti jalanan macet akhirnya kami memutuskan untuk makan sore di café yang terdapat di KRB. Kami memesan nasi goreng kampung, nasi goreng sea food, spaghetti dan karena hari hujan kami memesan bandrek. Rasa makanannya tidak ada yang istimewa. Kelebihannya, sambil makan kami bisa menikmati pemandangan taman yang indah dengan latar belakang gunung Salak. Seusai magrib kami meninggalkan Bogor kembali ke Jakarta. Alhamdulillah perjalanan ke Jakarta lancar-lancar saja tanpa macet dan kami sampai kerumah dengan selamat. Perjalanan sehari menaklukkan lima curug yang melelahkan, tetapi sungguh menyenangkan. Tip untuk wisata ke curug di Kawasan Ciapus dan Gunung Salak Endah: 1)Kenakan busana dan sandal atau sepatu yang nyaman untuk melakukan aktivitas trekking. 2)Siapkan perlengkapan P3K, kondisi daerah curug memungkinkan resiko tergelincir atau luka tergores. 3)Bila bepergian dengan anak-anak, jangan lupa membawa baju ganti dan perlengkapan mandi, siapa tahu mereka langsung nyebur, melihat kondisi air yang jernih (Curug Luhur adalah curug yang paling tepat bila bepergian dengan membawa anak-anak). 4)Lebih baik membawa perbekalan makanan dari rumah, di lokasi tidak ada restoran, hanya warung-warung makan kecil. 5)Karena Bogor adalah kota hujan, untuk antisipasi cuaca, jangan lupa membawa payung atau jas hujan. 6)Jangan lupa membawa kantong plastic untuk tempat sampah, sayang bila lokasi yang masih alami harus tercemar dengan sampah yang ditinggalkan begitu saja (Paras). From: robi yati [mailto:[EMAIL PROTECTED] [Non-text portions of this message have been removed]