http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0409/17/daerah/1258929.htm Jumat, 17 September 2004
Pertanian Suku Baduy: Wujud Kecintaan pada Alam BILA berkaca pada maraknya penebangan hutan tanpa penanaman kembali, atau taman kota yang kehilangan fungsi sebagai daerah serapan, mungkin kita harus belajar dari suku Baduy bagaimana alam ini dilestarikan. Berladang adalah pekerjaan utama suku yang menempati 53 kampung di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Desa ini terletak sekitar 120 kilometer arah barat daya Jakarta. BADUY dibagi menjadi dua, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Secara garis besar, adat yang dipegang Baduy Dalam dan Baduy Luar sama. Perbedaan terletak pada penerapan sehari-hari. Baduy Dalam mendiami tiga kampung yang membentang dari utara ke selatan, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Jarak kampung Cibeo dan Cikeusik bisa ditempuh selama sekitar empat jam berjalan kaki. Jalan di kampung-kampung Baduy Dalam dan sebagian besar Baduy Luar banyak yang berupa tanjakan dengan kemiringan antara 45 sampai 60 derajat. Baduy Dalam dikelilingi kampung-kampung Baduy Luar. Kampung yang berbatasan langsung dengan Baduy adalah Ciboleger. Waktu tempuh Ciboleger ke Kaduketug-kampung Baduy yang berimpit dengan Ciboleger-hanya sekitar lima menit. Udara di kampung Baduy tergolong bersih dan segar. Salah satunya karena suku Baduy pantang menggunakan alat transportasi, karena itu asap dari knalpot pun tidak dijumpai di kampung ini. Perjalanan di dalam kampung hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Adat yang dipegang oleh suku Baduy Dalam melarang sama sekali warganya untuk memakai alat transportasi ke mana pun mereka pergi. Bila ke kota lain, seperti Bogor atau Jakarta, mereka tetap harus berjalan kaki. Sedangkan Baduy Luar boleh memakai jasa transportasi di luar kampung, tetapi tidak boleh memiliki kendaraan pribadi. Setiap kampung di Baduy Dalam dipimpin oleh seorang puun (tetua adat). Puun bertanggung jawab menjaga adat Baduy agar tidak berubah. KEHIDUPAN suku Baduy memiliki ketergantungan besar terhadap alam. Ketergantungan ini diimbangi dengan menjaga alam dari kerusakan. Tanah di Baduy dibagi menjadi tiga peruntukan, yaitu sebagai lahan perladangan, permukiman, serta hutan lindung. Perladangan yang diterapkan di Baduy berpindah-pindah. Setiap tahun panen padi hanya satu kali saja. Lamanya masa tanam padi lima sampai enam bulan. Tanah yang ditinggal pergi oleh seorang peladang harus didiamkan dulu sebelum dijadikan lahan oleh warga lain agar kesuburannya terjaga. Jeda waktu sebelum tanah bisa ditanam lagi semakin singkat. Sekitar 10 tahun lalu tanah diistirahatkan sekitar 10 tahun, sekarang hanya didiamkan tiga sampai lima tahun. Siklus yang semakin cepat ini dipicu oleh pertambahan jumlah penduduk Baduy. Efeknya tentu tampak pada kualitas dan kuantitas produksi padi. Perpindahan ladang umumnya dilakukan setelah satu sampai dua kali panen, meskipun ada juga warga yang baru pindah ladang setelah empat kali panen. Hasil panen di tanah yang sama akan terus menurun setiap tahun. Setiap kali membuka ladang baru, ada tiga pekerjaan yang dilakukan, yaitu memangkas tumbuhan yang ada di situ, membakar tumbuhan, dan membersihkan tanah dari benda-benda yang mengganggu perladangan. Tanah tidak dibajak demi menjaga kekuatan tanah di tanah Baduy. Setelah tanah siap, dimulailah tanam padi atau yang dikenal dengan nama ngaseuk. Sebelum mulai menanam padi, suku Baduy mengadakan upacara untuk memuji Dewi Sri, yang dikenal sebagai dewi padi, agar melindungi tanah mereka. Dalam upacara ini, ada mantra-mantra yang diiringi alunan angklung dan kendang kecil (dog-dog). Pemain angklung bertugas membacakan mantra. Upacara ini wajib diadakan di setiap kampung. Warga yang mampu juga bisa mengadakan upacara ini bagi mereka masing-masing. Upacara yang diadakan setiap keluarga sifatnya tidak wajib sebab untuk upacara ini tuan rumah harus menyediakan makan dan kebutuhan lain. Masa tanam padi di kampung-kampung Baduy Dalam dimulai ketika puun sudah menanam padi. Setelah puun, warga mulai menanam. Beberapa warga memiliki hari baik yang mereka jadikan pegangan untuk mulai menanam padi. "Sejak menikah, saya selalu mulai nanam hari Selasa," ungkap Jakri (29), warga Baduy Dalam, dengan bangga sebab selama ini panennya selalu berhasil. Setelah masa tanam, warga Baduy tidak lagi mengurus huma mereka secara teratur. Mereka hanya membersihkan ladang dari tumbuhan-tumbuhan yang bisa mengurangi produksi padi. Pengairan ladang dilakukan tanpa irigasi dan hanya mengandalkan hujan. Masa tanam padi sengaja dipilih pada awal musim hujan atau sekitar bulan Oktober. Ladang tidak mendapatkan pengairan untuk menjaga kebersihan air. Warga Baduy, terlebih Baduy Dalam, tidak menggunakan obat-obatan kimia selama berladang. Adapun Baduy Luar sudah mengenal pestisida. Di Baduy Dalam, pemberantasan hama dilakukan dengan membacakan mantra-mantra. Hama pun jarang menyerang ladang. Alat pertanian yang digunakan di Baduy tergolong sederhana. Koret (arit), kayu untuk membuat lubang tempat benih, serta etem (ani-ani) adalah alat-alat yang digunakan dalam perladangan masyarakat Baduy. Mereka tidak boleh membajak tanah dengan hewan atau traktor dengan alasan akan merusak kesuburan tanah. BADUY Dalam dan Baduy Luar memiliki areal tanah garapan masing-masing. Baduy Dalam tidak boleh berladang di Baduy Luar, demikian pula Baduy Luar tidak diperkenankan memiliki ladang di Baduy Dalam. Tanah perladangan di Baduy Luar boleh diperjualbelikan di antara mereka. Untuk tanah yang berkualitas baik, harga jualnya mencapai Rp 10.000 per meter persegi. Tanah ini tidak boleh dijual kepada orang yang bukan berasal dari suku Baduy. Sedangkan, Baduy Luar memiliki tanah di luar tanah Baduy. Berbeda dengan Baduy Luar, Baduy Dalam tidak mengenal perdagangan tanah. Tanah Baduy Dalam tidak diperjualbelikan, tetapi boleh digunakan secara bergantian oleh semua warga Baduy Dalam. Warga Baduy Dalam juga tidak diperkenankan membeli tanah di mana pun. Setiap kampung di Baduy Dalam mempunyai ladangnya masing-masing. Tanah yang dulu dikerjakan oleh seorang warga boleh ditempati orang lain pada musim tanam berikutnya. Hanya saja, tanaman yang telah ditanam oleh penggarap ladang sebelumnya tetap menjadi milik penanam sebelumnya. Setiap keluarga di Baduy Dalam menentukan luas ladang yang sanggup dikerjakan keluarga itu. Bila ternyata keluarga itu tidak mampu mengerjakan ladangnya, ia dapat meminta bantuan warga lain. Orang yang diminta membantu mengerjakan ladang bekerja dari pukul 08.00 sampai 12.00. Penyewa tenaga ini harus membayar upah pekerja sebesar Rp 6.000 per hari. Suku Baduy mempunyai areal yang dijadikan hutan lindung. Hutan lindung berfungsi sebagai areal resapan air. Pepohonan di areal ini tidak boleh ditebang untuk dijadikan apa pun, termasuk untuk ladang. "Tidak. Tidak boleh ngapa-ngapain hutan. Ini sudah adat kami," ungkap Jakri. Hutan ini juga membantu menjaga keseimbangan air dan kejernihan air di Baduy, terlebih di Baduy Dalam. HASIL panen ladang di Baduy terutama padi. Padi ini disimpan di lumbung-lumbung dan bisa bertahan sampai puluhan bahkan ratusan tahun! Setiap keluarga mempunyai lumbung masing-masing. Jumlah lumbung yang dimiliki tiap keluarga tidak sama. Ada yang hanya memiliki satu lumbung, tapi ada juga yang punya 10 lumbung. Padi dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan warga Baduy. Adat juga mengatur bahwa padi yang dihasilkan suku Baduy tidak boleh diperjualbelikan, baik di dalam ataupun di luar Baduy. Padi hanya boleh diberikan secara gratis. Bila ada warga yang gagal panen atau kekurangan beras, warga lain membantu mencukupi kebutuhan beras mereka yang tertimpa musibah. Berkurangnya produksi padi sejak sekitar empat tahun lalu mendorong warga Baduy untuk membeli beras dari luar Baduy. Pembelian beras ini dilakukan untuk mencegah kekurangan stok beras mereka. Selain menanam padi, lahan di ladang juga dimanfaatkan untuk menanam sayur atau buah, seperti kacang, durian, atau aren. Tanaman ini ditanam di antara padi. Lahan untuk menanam tanaman lain selain padi sering disebut kebon. Meskipun secara garis besar suku Baduy tidak mengenal perdagangan, pada kenyataannya jual beli hasil kebon sudah terjadi di Baduy, terutama Baduy Luar. Di Baduy Dalam, adat mereka melarang warganya menjual hasil kebon. Tetapi, bila ada orang yang datang dan tertarik membeli hasil kebon, perdagangan boleh dilakukan langsung di tempat. UNTUK meneruskan tradisi berladang, setiap anak di Baduy selalu diajak ke ladang dan diperkenalkan cara berladang sejak usia dini. Suku Baduy juga mempunyai kebiasaan, setiap anak yang telah menikah dan membentuk keluarga baru harus mengerjakan ladang sendiri. Sebelum menikah, calon menantu laki-laki harus membantu keluarga perempuan di ladang. Tujuannya agar keluarga perempuan dapat menilai sejauh mana calon suami yang dipilihkan untuk putri mereka mampu menghidupi keluarga barunya kelak dari berladang. Suku Baduy mendirikan saung huma (gubuk) di ladang mereka. Saung ini digunakan sebagai tempat istirahat dan makan siang ketika berladang. Di saung huma ini warga Baduy menyimpan perlengkapan memasak dan persediaan beras. Kira-kira pukul 10.00, ibu-ibu atau anak perempuan mulai memasak. Setelah matang, mereka makan bersama di saung. Hampir setiap hari warga Baduy pergi ke ladang. Mereka bekerja di ladang sejak pukul 07.00 hingga sekitar pukul 17.00. Saat itulah kampung-kampung di Baduy sepi. Tidak setiap hari mereka bekerja di ladang. Di Baduy Dalam, setiap tanggal 15 dan 30 menurut kalender mereka ada larangan bekerja di ladang. Sedangkan warga Baduy Luar mempunyai kebiasaan libur setiap hari Minggu. Bagi beberapa keluarga, hari Jumat juga dijadikan sebagai hari libur. Tak jarang, warga Baduy-terutama laki-laki-meninggalkan ladangnya bila pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak. Lewat sistem kepercayaan, adat, serta niat untuk menjaga keseimbangan alam, suku Baduy terbukti mampu menghidupi diri mereka sekaligus melestarikan alam. Semoga saja, adat mereka tidak serta-merta berubah akibat pengaruh dari luar yang menyerbu suku Baduy dari berbagai penjuru. (Y06) ar [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/6iY7fA/5WnJAA/Y3ZIAA/yppolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Indonesian Backpacker Communities visit our website at www.indobackpacker.com "No Spamming or forwarding unrelated messages, you will be banned immediately" Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/indobackpacker/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/