DIALOG DENGAN DIRI SENDIRI

Mendaki gunung adalah berdialog dengan diri sendiri dan sebagai medianya 
adalah alam sekitar (gunung, hutan, cuaca dll).

Kita hidup dalam budaya modern, yang berkiblat pada budaya Barat. Akibatnya 
adalah kita kehilangan identitas diri, asing dengan diri sendiri. Kita jadi 
terbiasa menekan emosi, suara hati dan bahkan mimpi-mimpi.

Gunung dari sejak ratusan tahun yang lalu sudah ada di sini dan ratusan 
tahun yang akan datang akan tetap ada di sini. Sedangkan manusia datang dan 
pergi; lahir - bayi - remaja - dewasa - tua - mati. Generasi demi generasi 
manusia timbul dan tenggelam di muka bumi.

Gunung dari dulu begitu dan tidak berubah. Dengan mendaki gunung kita 
mencoba berdialog dengan diri sendiri, untuk jujur mengakui kelebihan dan 
kekurangan diri kita sendiri. Gunung tidak berubah, tapi tanggapan kita 
yang terus berubah dari saat ke saat. Susah senang, sedih gembira, takut, 
marah  dll. Yang menjadi pertanyaan adalah: "Apakah kita menyadari dengan 
betul-betul adanya emosi-emosi tersebut yang silih berganti berubah?

Kalau kita merasa puas diri dan berkuasa, maka kita akan bilang bahwa kita 
telah mengalahkan gunung (alam). Kita menaklukkan gunung setelah kita 
menginjakkan kaki di puncaknya.

Kalau kita merasa lemah dan kecil, maka kita akan merasa rendah diri, 
inferior di hadapan gunung (alam). Kita dikalahkan oleh gunung.

Bila kita merasa damai dengan diri kita sendiri, maka kita akan menjadi 
bagian dari gunung (alam). Kita "menyatu" dengan alam.

Banyak sekali emosi dan perasaan kita pada saat melakukan pendakian gunung 
"membanjir" keluar dengan derasnya. Tidak ada yan baik atau buruk dan benar 
atau salah dengan segala emosi dan perasaan kita di atas. Perasaan dan 
emosi kita itu akan silih berganti sesuai dengan respon kita terhadap 
rangsang dari luar dan kondisi batin kita sendiri.

Yang perlu kita lakukan adalah mencermati dan mengamati semua respon kita 
terhadap rangsangan dari luar dan kondisi batin yang ada di dalam diri 
kita. Dan proses pengamatan ini berlangsung terus menerus, dari saat ke 
saat pada waktu kini (present time).

Dengan melakukan hal ini, maka kita akan menjai peka. Peka terhadap diri 
sendiri yang ada di dalam maupun peka terhadap semua fenomena luar. Suatu 
saat kita akan dapat berbicara dengan "raksasa yang ada di dalam diri", 
suatu sumber daya melimpah yang sebelumnya tidak pernah kita sadari itu 
ada. "Raksasa yang ada di dalam diri" itulah yang akan menjadi "kompas" 
sejati dalam hidup kita.

Renungan di Puncak Gunung Gede,
Pendakian dengan kawan2 Natrekk,
Minggu, 3 April 2005 jam 08.25

Djuni Pristiyanto

NB:
Spesial terima kasih pada kawan yg telah kirim SMS berisi :
LIFE is like ROADs we travel... som r smooth, som r rough n som I'd rather 
4get. but there's 1 road I WONT REGRET. the road where WE MET n we BCOME 
friend ... :)



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/5iY7fA/6WnJAA/Y3ZIAA/yppolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Indonesian Backpacker Communities
visit our website at www.indobackpacker.com
"No Spamming or forwarding unrelated messages, you will be banned immediately"
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indobackpacker/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke