----------------------------------------------------------
Visit Indonesia Daily News Online HomePage:
http://www.indo-news.com/
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
----------------------------------------------------------

Precedence: bulk


KELOMPOK HABIBIE BERKERAS MENGHINDARI SU MPR 1999

        JAKARTA, (SiaR, 31/8/99). Kelompok Habibie, yang dimotori Tim
Siluman pimpinan Hariman Siregar-Fanny Habibie terus melakukan gerilya
politik untuk memperjuangkan BJ Habibie menjadi presiden kembali. Selain
melakukan penggalangan massa di masyarakat dengan merekrut ormas-ormas Islam
dan kelompok-kelompok masyarakat pinggiran, mereka juga bergerilya di gedung
DPR/MPR Senayan.

        "Mereka menginginkan adanya Sidang Istimewa MPR hasil Pemilu 1997
sebagai forum pertanggungjawaban. Sebab jika bertanggung jawab dihadapan
Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1999, maka kemungkinannya pertanggungjawabannya
bisa ditolak dan tertutrup kemungkinan untuk mencalonkan lagi. Kalaupun
diterima, memerlukan perjuangan panjang," kata Muchyar Yara, orang Golkar
kubu Akbar Tanjung. Tujuannya: menghidari pertanggungjawaban BJ Habibie di
SU MPR yang sudah pasti akan ditolak PDI-P dan PKB.

        Dan menurut informasi, sejumlah pimpinan DPR/MPR hasil pemilu 1997
sebenarnya sudah terpengaruh dengan gerilya politik kelompok Habibie itu.
Harmoko, Abdul Gafur, Ismael Hasan Metareum telah menunjukkan kesetujuannya.
Hanya saja, ide tersebut ditolak pimpinan fraksi-fraksi di Badan Pekerja
MPR. "Pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie harus disampaikan di hadapan
Sidang Umum (SU) MPR hasil Pemilu 1999. Mustahil Habibie menyampaikan
pertanggungjawaban di hadapan MPR yang mengangkatnya," demikian kesimpulan
Rapat Pimpinan Badan  Pekerja MPR di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Senin
(30/8).

        Rapat yang dipimpin Wakil Ketua MPR Pudjono Pranyoto itu dihadiri
Wakil Ketua BP MPR, A Rustandi (Fraksi ABRI), Sri Redjeki (Fraksi Karya
Pembangunan), Tosari Widjaya (Fraksi Persatuan Pembangunan), Harsoko Sudiro
(Fraksi Partai Demokrasi Indonesia), dan Edi Waluyo (Fraksi Utusan Daerah).

        Menurut Tosari, secara teknis tidak mungkin mengadakan Sidang
Istimewa MPR untuk acara pertanggungjawaban presiden dalam waktu yang cuma
satu bulan tersisa. Sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), SU MPR I
dengan acara pelantikan anggota MPR/ DPR diselenggarakan pada 1 Oktober 1999.
"Artinya Sidang Istimewa MPR harus sebelum 1 Oktober, yaitu 29 September.
Sesuai Tata Tertib MPR, dua minggu sebelum sidang, materi yang dibahas dalam
sidang harus diterima seluruh anggota dua minggu sebelumnya, yaitu 15
September," tutur Wakil Ketua BP MPR dari F-PP itu.

        Sejumlah anggota DPR/MPR mengatakan, kalaupun dalam waktu singkat
seluruh fraksi sepakat mengadakan sidang MPR untuk pertanggungjawaban
presiden, kehendak itu tidak bisa begitu saja dapat dilaksanakan. Sebab, itu
bertentangan dengan Ketetapan (Tap) No X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional Sebagai Haluan Negara.

        Bab V butir Pelaksanaan Tap itu dengan tegas menyebutkan, Sebagai
Mandataris MPR, Presiden memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara kepada MPR hasil Pemilu 1999.

        "Jadi jelas Habibie harus menyampaikan pertanggungjawabannya di
hadapan MPR hasil Pemilu 1999. Kalau dipaksakan, artinya MPR mengingkari
Ketetapannya sendiri," tegas Tosari Wijaya.

        Gagasan kemungkinan Habibie memberikan pertanggungjawaban di hadapan
MPR yang mengangkatnya itu mengemuka setelah Ketua Badan Pekerja MPR bertemu
dengan sejumlah pakar politik yang dekat Habibie pada tanggal 26 dan 27
Agustus 1999. Para pakar yang diundang oleh pimpinan BP MPR adalah Prof Dr
Yusril Ihza Mahendra, anggota F-PP MPR Rasyid Sulaiman dan Prof Dr Ismail
Suny. Ketiga pakar ini memang disodorkan Tim Siluman Habibie untuk maksud
itu. Siasat licik ini pertama kali diucapkan Yusril Ihza yang juga Ketua
Umum Partai Bulan Bintang di Universitas Islam 1945 Bekasi. Yusril
mengatakan Presiden seharusnya mempertanggungjawabkan mandatnya kepada MPR
yang memberinya mandat.

        Mereka bertiga membenarkan bahwa dari segi hukum tata negara,
pertanggungjawaban presiden harus disampaikan kepada MPR yang
memilih/mengangkat dan yang memberikan mandat. Berdasarkan pendapat itu,
berarti Presiden BJ Habibie menyampaikan pertanggungjawaban kepada MPR yang
memilih/mengangkat dan yang memberikan mandat. Namun, mengingat Tap No
X/MPR/1998, menegaskan Presiden memberikan pertanggungjawaban kepada MPR
hasil Pemilu 1999 dalam SU MPR 1999, maka mereka menyarankan MPR hasil
Pemilu 1997 perlu melaksanakan Sidang Istimewa MPR untuk mengubah ketentuan
tersebut.

        "Dengan demikian pertanggungjawaban Habibie bisa diterima MPR dan
bisa maju dalam pencalonan presiden kembali", ujar sumber SiaR.***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 31 Aug 1999 jam 21:01:00 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke