Saya memberi contoh "1/2 : 1/3" hanya untuk mengingatkan bahwa kalau
untuk masalah sepele itu saja banyak alumnus SMA  merasa gagap bagaimana
dengan  materi lanjutannya ketika didapat pada masa pendidikan di bangku SMP
dan SMA?
      Cukup banyak latar belakang sampai munculnya keironian tersebut.
Kurang perencanaan dalam penulisan buku pegangannya ikut memberi andil
sangat besar.  Lihat saja penerbitan buku Matematika. Berapa banyak isinya
dengan tampilan kurang menarik. Artinya kurang mempertimbangkan faktor :
artistik lay out, ergonomis, maupun irama materi.
     Terkadang jarak nomor soal/halaman terlalu dekat dengan isi materinya.
Malah ukuran dan jenisnya sama. Apa ini nggak memberikan minus point
terhadap psikologis siswa? Maka tidak heran bila anak SD lebih spontan
membeli kaset lagu ketimbang buku pelajaran.
     Untuk penerbit, mungkin karena mengejar target bisnis. Perencanaan lay
out dianggapnya menambah biaya produksi, sementara realitas pasar belum
mendukung, meskipun slogan misinya tidak berubah : "Ikut Mencerdaskan
Bangsa".
     Penulis pun demikian. Mungkin karena royalti yang bakal diperoleh
dianggap minim, sehingga naskah yang diserahkan tidak mencerminkan
perencaaan irama materi.
     Bisa juga karena kedua pihak kedua pihak memang tidak kompeten untuk
hal tersebut. Sehingga polanya mengikuti yang sudah ada. Bagi mereka yang
penting, sudah memenuhi persyaratan buku pegangan. Apalagi kalau dasar
produktivitasnya berlatar belakang perdagangan saja, tanpa memperhatikan
faktor perindustrian.
     Kita nggak bisa menyalahkan semuanya pada mereka. Kebijaksanaan
birokrat dalam pemerintahan tentang Matematika ikut menentukan apresiasi
"raja bagi semua sains" ini. Tidak perlu jauh-jauh. Jarangnya diucapkan kata
"Matematika" dalam berbagai kesempatan pidato, ceramah, dan wawancara
memberi indikasi akan termarjinalkannya ilmu tersebut dalam peradaban
Indonesia.
     Belum lagi indikasi sama melalui pandangan masyarakat terhadap para
pakar Matematika. Segmen karir ini belum memperoleh penghargaan dan
kesempatan semestinya.  Tidak tertutup kemungkinan alumnus jurusan ini
menjadi dosen karena pelarian hanya karena melihat meniti karir selain itu.
Sampai-sampai ada dosen dari PT terbaik di Indonesia mengatakan kepada saya
bahwa Matematiks sulit dijadikan alat untuk mencari duit.


Salam,

Nasrullah Idris



Kirim email ke