From: <ALUMNUS JURUSAN MATEMATIKA DI EROPA>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Monday, February 14, 2000 19:54
Subject: Re: Teori Matematika Monumental (Seri III)


Hallo


*****Mengenai teman saya ... yang terjadi adalah kemungkinan kelima.
#####Terkadang komentar saya terhadap suatu komentar anda justru muncul
setelah adanya komentar anda itu. Jadi kalau anda tidak memberi komentar
seperti itu belum tentu komentar saya muncul saat itu juga. Malah entah
kapan lagi munculnya.

*****Karena dewasa ini orang yang bekerja di bidang yang sangat spesifik itu
sangat banyak. Akibatnya, kemungkinan untuk berbenturan itu tinggi sekali.
#####Sebelum kita melangkah untuk menargetkan Indonesia untuk kelak menjadi
negara penemu TMF (Teori Matematika Fundamental) ... harus diyakini dulu
bahwa segala apa yang dipelajari di bangku kuliah di bidang Matematika
adalah produk ketinggalan zaman ditinjau dari puncak prestasi intelektual
secara global.

*****Di surat anda yang pertama anda mengemukakan bahwa kita sebagai
matematikawan harus berani berpikir extraordinary ... Pertanyaannya, kembali
pada apa itu extraordinary. Ilustrasi saya tentang problem yang dimiliki
oleh professor dunia barat itu menggambarkan bahwa apa yang dianggapnya
extaordinary itu hanyalah lecture note di Rusia. Kebalikannya dalam
ilustrasi Lorenz, apa yagn oleh semua orang dianggap numerical error dan
harus diabaikan dalam arti "unpublishable' adalah sesuatu yang real dan
sekarang menjadi trend utama dalam bidang Nonlinear Dynamics.
#####Tolong anda ceritakan secara detail sekaligus contohnya.


****Barangkali saya ingin kembali pada pertanyaan semula: Berapa besar kans
putra Indonesia untuk menemukan Teori Matematika Fundamen- tal? Jawaban saya
kecil ... bukan karena orang Indonesianya. Kalau pertanyaannya di rephrase
Berapa besar orang dari mana saja menemukan TMF dewasa ini? Jawaban saya pun
tetap kecil. Kalau anda mau melihat lebih dalam sekarang ini ... anda
melihat bagaimana paper-paper itu telahbegitu tinggi dan jauh dari
Fundamental math.
Dengan perkataan lain ... Math. is almost crowded with theorems.
#####Saya mengerti apa yang anda maksud. Itu kalau patokannya berdasarkan
definisi "Matematika" yang menjadi pegangan di seluruh dunia. Tetapi kalau
definisinya, sebagaimana yang saya maksud tempo hari, ya peluangnya tetap
besar.
     Matematika yang populer sekarang ini seperti layar monitor dengan
resolusi 1 juta pixel kali 1 juta pixel. Kita akan susah mencari rute pixel
(coba ganti dengan istilah lain) yang tidak pernah dilalui siapa pun melalui
operasi program (software).
     Nah di sini kita harus berpikir lain dari pada yang lain. Misalkan : a)
memperbesar resolusi. Walaupun orang lain akan melakukan hal yang serupa,
tetapi peluang untuk memperoleh rute pixel yang tidak dilalui siapa pun,
akan lebih besar ketimbang resolusi yang 1 juta pixel kali 1 juta pixel.  b)
mengambil salah satu rute pixel, lalu dilihat dari sudut yang secara
data-base pemikiran manusia, memang sangat kontroversil. untuk point c,d,e,
saya mengalami kesulitan verbal untuk menerangkannya. Insya Allah, akan saya
pikir dulu. Otak saya untuk ketiga point terakhir ini mirip dengan software
yang hasil kerjanya belum bisa dicetak, karena printer yang cocok untuknya
belum ditemukan, sehingga kalau dipaksakan dengan printer yang ada, hasilnya
acak2an serta tidak dimengerti.

*****Bagi orang Indonesia (karena saya pikir ini akan di forward ke MILIS
Indonesia), saya memberikan tantangan ... kita bisa berjuang untuk menemukan
TMF  versi Indoensia yang bisa jadi TMM.
#####Semangat merah-putih harus tertanam pada diri kita. Konprensi
Matematika Nasional X (Juli 2000) kiranya sedikit banyak  perlu
menjadikannya sebagai agenda acara. Dari event itu diharapkan bisa
menghasilkan kebangkitan nasional di bidang Matematika, sekaligus
menghasilkan rasa malu untuk menyontek/mengadopsi melulu.

*****Kita bisa berupaya untuk itu dan konsekuensinya kita perlu memperketat
pengajaran matematika kita di bidang yang fundamental dan murni.
#####Harus muncul kesadaran pada para terdidik/pendidik bahwa materi
Matematika seharusnya merupakan yang terhubungkan dengan upaya pemecahan
problema kehidupan secara instan.

*****Selain itu kita harus mengubah pola pengajaran dan pendidikan di
Indonesia dan lebih mengarahkannya kepada filosofi dan basic knowledge.
#####Ya, dengan mempelajari ilmu dasar Matematika secara tuntas, detail, dan
integratif, akan membuat otak seperti pohon asli, yakni terus berkembang
setiap saat dan setiap memandang fenomena alam. Kalau ada seorang anak
melihat suami-istri di mana yang satu gembrot dan yang satu kurus, maka ia
pun sekaligus membayangkan angka "01" atau "10".

*****Atau, tantangan yang bisa kita jalankan adalah .. memperkuat dan
mengefisienkan pendidikan math di Indonesia, menurut saya yang sekarang ini
sama sekali tidak efisien.
##### Pendidikan Matematika yang ada sekarang umumnya proses penyesuaian
terdidik selaku objeknya terhadap sejumlah Materi Matematika  yang sudah
dimobilisasi oleh pihak birokrasi yang terkait, sehingga merupakan proses
reproduksi alumnus, sesuai kurikulum yang diidealkan. Setiap aktivis yang
berakomodasi selama jangka waktu tertentu dipandang telah memenuhi
persyaratan akademis, kemudian diwujudkan dengan penyerahan tanda
tertulisnya. Sementara yang menyimpang akan dicap beragam kalimat yang
berkonotasi tidak mampu.
     Justru pola tersebut sering mencetak manusia berwawasan klise dalam
berucap, bertindak, dan berbuat. Prof. Dr. Paulo Freire asal Brasil
menganggapnya sebagai lembaga yang hanya memproduksi alumnus yang miskin
bahasa, yang gilirannya beresiko bagi timbulnya budaya bisu.


Salam,

Nasrullah Idris






Kirim email ke