Maaf Ini cuman cedrita-cerita picisan saja, mohon
jangan dikirimkan ke saya lagi.
Saya hanya mau baca politik dan ekonomi untuk
memperbaiki bangsa dan negara ini.

--- Vincent Liong <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> The End of Psychology
>  
> Oleh:
> Audifax[1] <[EMAIL PROTECTED]>
>  
> 
> 
> “Setiap individu adalah unik”
> 
> Premis itu menjadi pegangan yang seringkali
> didengung-dengungkan di kalangan orang-orang yang
> menekuni psikologi. Di bangku kuliah di
> Fakultas-fakultas Psikologi, para mahasiswa/i
> diajarkan bahwa “setiap individu adalah unik”. Tapi
> pernahkah dicermati bahwa inkonsistensi logik juga
> terjadi dalam penerapan di ruang-ruang kuliah maupun
> masyarakat luas? Pernahkah terpikir bahwa premis itu
> bisa memporak-porandakan semua pendidikan psikologi
> yang diselenggarakan di Indonesia? Mari kita telaah
> lebih jauh.
> 
> 
> Orang Lain (Liyan) dan Keluasannya
> 
> Jika saya menganggap “tiap individu adalah unik”,
> maka
> ada “sesuatu yang tak terhingga” di luar saya. Ini
> karena ada begitu banyak individu di luar saya dan
> masing-masing darinya unik. Bahkan terus lahir
> individu-individu baru yang juga unik. Dalam
> akumulasi
> begitu banyaknya individu unik, maka Orang di luar
> saya (selanjutnya akan saya sebut “Liyan”) adalah
> hamparan laut tiada bertepi.
> 
> Sementara dalam psikologi, kita belajar
> “understanding
> human being” melalui berbagai tokoh, definisi,
> teori,
> mazhab dan sejenisnya; yang kelak akan digunakan
> untuk
> menjelaskan Liyan. Para mahasiswa/i psikologi
> dituntut
> untuk menguasai setiap mata kuliah yang isinya
> teori,
> mazhab dan diharapkan menguasai apa yang diajarkan
> secara total. Seberapa total penguasaan, akan tampak
> pada nilai kelulusan dari mata kuliah tersebut. Jika
> anda lulus dengan nilai “A”, itu mencerminkan suatu
> tingkat totalitas penguasaan tertentu yang lebih
> baik
> dari nilai ‘B”. Kelulusan demi kelulusan setelah
> menziarahi sejumlah ruang perkuliahan, pada
> puncaknya
> akan bermuara pada diperolehnya gelar kesarjanaan
> psikologi atau S. Psi. Jadi gelar itu adalah
> “kelulusan puncak” atau akumulasi dari semua
> kelulusan
> yang pernah dicapai. Sementara kelulusan itu sendiri
> merupakan simbol totalitas penguasaan.
> 
> Lalu, mari kita kembali pada premis bahwa “tiap
> individu adalah unik” sehingga Liyan adalah sesuatu
> yang tak terhingga. Totalitas penguasaan atas konsep
> manusia yang dibangun dengan susah payah, seketika
> runtuh ketika “Saya” berjumpa dengan ‘Liyan”. Ini
> karena Liyan bukan “Manusia Pavlov”, ‘Manusia
> Behavioristik”, “Manusia Psikoanalisa”, dan semua
> konsep-konsep “manusia” yang telah dibangun dalam
> benak lulusan psikologi. Bangunan itu runtuh ketika
> “Yang tak terhingga”, yang bukan bagian dari konsep
> yang ada dalam diri “saya”, menyapa “saya” dan
> mengajak “saya” keluar dari diri “saya”.
> 
> “Liyan” menampakkan diri dalam keunikan yang tak
> dapat
> direduksi oleh “Saya”. “Saya” tak dapat menghampiri
> “Liyan” dengan bertolak dari kerangka “aku”. Liyan
> sama sekali lain dengan teori-teori. “Liyan” adalah
> pendatang, orang asing (stranger), yang mendatangi,
> mengajak agar “saya” memperlakukannya sebagaimana
> adanya dia.
> 
> Inilah momentum yang kerap justru terabaikan dalam
> relasi. Hubungan dengan orang lain sering dipahami
> dan
> ditempatkan sebagai hubungan egalitarian antar
> subyek.
> “Saya” adalah yang lain bagi “Dia”, maka kita
> setara.
> Dalam relasi psikolog klien pun demikian. Dia
> (klien)
> harus hormat karena saya (psikolog) yang menguasai
> ilmu jiwa dan saya (psikolog) hormati anda (klien)
> karena konsumen adalah raja. (beberapa hubungan
> bahkan
> bisa jadi tak setara).
> 
> Padahal, kembali pada pemahaman bahwa “Liyan” adalah
> sesuatu yang tak terbatas, maka “saya” tak bisa
> menempatkan diri sebagai subjek dalam posisi relasi
> tersebut. “Liyan” hadir mengundang “saya” untuk
> menyelami dimensinya yang tak terhingga. Menyelami
> dan
> menyelami, hanya itu yang bisa “Saya” lakukan.
> Hubungan dengan “Liyan” adalah hubungan dengan
> misteri. Kehadiran “Liyan” justru menunda kehadiran
> “Saya” dan melenyapkan “Saya” dalam pencarian dan
> pencarian tak terhingga akan “Liyan”.
> 
> Inilah yang oleh Emmanuel Levinas disebut sebagai
> alteritas. Suatu sapaan yang bukan bertujuan untuk
> menjadi negasi dari konsep yang ada dalam diri, tapi
> mengundang “saya” untuk keluar dari imanensi dan
> mengalami “transendensi” bersama “Liyan”[2]. Manusia
> pada dasarnya terbentuk dari elemen yang sebenarnya
> adalah konsep-konsep yang pernah dipelajarinya.
> Konsep-konsep inilah yang digunakan untuk membangun
> diri dan kerapkali juga digunakan untuk memahami
> orang
> lain. Manusia terbenam dalam elemen-elemen ini
> seperti
> dijelaskan Jacques Lacan sebagai keterbenaman
> manusia
> dalam imaji-imaji yang membuatnya semakin terasing
> dari diri. 
> 
> Namun bagi Levinas, elemen adalah suatu pra-kondisi
> bagi pemisahan subjek dari elemen. Subjek pada
> dasarnya tenggelam dalam ke-liyan-an (otherness)
> elemen-elemen yang dimasukkan dalam dirinya, membawa
> elemen-elemen itu ke dalam suatu rentang identitas
> dan
> kesamaan, sehingga bisa disimpulkan bahwa subjek
> hidup
> dari elemen-elemen itu[3]. Namun, ketika berjumpa
> dengan Liyan, maka manusia disapa dan diajak untuk
> keluar dari imanensi elemen-elemen dan masuk dalam
> transendensi, dalam sesuatu yang tak terbatas.
> 
> 
> “Matinya Manusia” dalam Psikologi
> 
> Dalam Psikologi, manusia kerap sudah terlebih dulu
> mati sebelum ajal menjemputnya. Ini terjadi ketika
> ia
> menjadi korban definisi-definisi atau hasil-hasil
> pengukuran yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
> Apalagi ketika dihadapkan pada premis “setiap
> individu
> adalah unik”. Manusia-manusia ini menjadi mati
> karena
> ia tak lebih dari kerumunan. dalam kerumunan,
> manusia
> itu dianggap sama saja semuanya, sehingga
> keunikannya
> yang hidup dan menghidupinya serta merta dicerabut
> dengan mengatasnamakan ilmu pengetahuan yang bernama
> psikologi.
> 
> Inilah sebuah kesalahan yang menurut Hans-Georg
> Gadamer sering terjadi pada ilmu-ilmu humaniora dan
> penerapannya pada fenomena moral dan sosial. Para
> “penguasa ilmu” itu mencoba memberi penekanan pada
> kesamaan-kesamaan, keteraturan-keteraturan, dan
> kompromi-kompromi terhadap sebuah hukum yang
> dianggap
> memungkinkan untuk memprediksikan fenomena dan
> proses
> individual. Padahal dalam fenomena yang sebenarnya,
> tujuan ini tidak selalu bisa dicapai dengan hasil
> yang
> sama, namun orang lantas mengajukan alasan bahwa
> kesamaan itu ada tetapi tidak bisa selalu diperoleh
> dalam kuantifikasi memadai. Di sini sebenarnya orang
> tidak menemukan sebab untuk pengaruh-pengaruh
> khusus,
> yang unik pada individu, tapi hanya menegaskan
> kesamaan-kesamaan[4].
> 
> Jika “Liyan” adalah sesuatu yang tak terbatas, maka
> “saya” itu tak bisa menggeneralisasikan treatment
> atau
> program karena dalam ketakterbatasannya akan
> berimplikasi pada ketakmampuan “saya” untuk
> meng-handle efek yang ditimbulkan karena akan juga
> terjadi keluasan efek yang tak terbatas akibat
> akumulasi keunikan individu satu dengan yang lain.
> Tak
> ada urusannya pula mengubah pola pikir orang Aceh
> seperti pernah diungkapkan seorang member milis.
> Karena ada banyak orang Aceh dan masing-masing
> adalah
> individu yang unik, sehingga efeknya akan
> berbeda-beda. Mereka bukan “kerumunan” orang Aceh,
> tapi individu demi individu yang berbeda satu sama
> lain. Begitu pula akan sungguh naif ketika “saya”
> men-download” berbagai teori atau alat tes dari
> internet lantas menerapkan begitu saja pada
> sekerumunan orang, karena mereka bukan kerumunan,
> mereka adalah “Liyan” yang memiliki ketakterbatasan.
> 
=== message truncated ===




Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/IotolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

JAKER(Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat)
***************************************
sekretariat: 
JL.Tebet Timur Dalam IID No.10 Jakarta Selatan 12820 Indonesia 
telp/fax: +62218292842
email:<[EMAIL PROTECTED]>

People's Cultural Network
"Semua orang adalah seniman,setiap tempat adalah panggung!" 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/jaker/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke