Catatan A. Umar Said
(Tulisan ini juga disajikan dalam website

 

 

                    POLLYCARPUS DIHUKUM TETAPI

                 KASUS MUNIR BELUM SELESAI

 

 

Kiranya sudah dapat diduga sejak sekarang, bahwa persoalan sekitar konspirasi pembunuhan terhadap tokoh Hak Azasi Manusia, Munir, tidak selesai begitu saja dengan dijatuhkannya hukuman penjara 14 tahun terhadap Pollycarpus Budihari Prianto oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 20 Desember 2005. Bahkan, vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim itu malahan akan bisa  membawa buntut yang masih panjang.

 

Sebab, banyak sekali orang dari berbagai kalangan yang menduga bahwa Pollycarpus hanyalah pelaku atau pelaksana saja dari suatu operasi gelap yang telah direncanakan oleh kalangan militer, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini tercermin dari banyaknya berita atau komentar baik dalam pers nasional maupun  mancanegara. Reaksi dari berbagai kalangan pun marak (Bagi mereka yang ingin menelusuri kembali berbagai hal yang berkaitan dengan kasus yang membikin heboh ini harap baca rubrik “Kumpulan berita soal kasus Munir”  dalam website  http://perso.club-internet.fr/kontak)

              

 Rasa-rasanya, adalah sulit sekali bagi pimpinan militer untuk menutup-nutupi keterlibatan aparat-aparatnya yang tertentu (umpamanya BIN) dalam konspirasi  pembunuhan Munir ini. Dengan tersiarnya berita-berita dalam pers dan televisi tentang proses pemeriksaan Pollycarpus sebelum diajukan di depan pengadilan dan selama di pengadilan, orang mudah mendapat kesan bahwa ia memang hanya jadi orang suruhan.

 

Kalau dipertanyakan secara sederhana saja, memang ada hal-hal yang aneh mengenai tindakan Pollycarpus dalam kasus konspirasi pembunuhan ini. Apakah  Pollycarpus mempunyai kepentingan pribadi untuk membunuh Munir kalau tidak disuruh orang lain ?

Apakah Pollycarpus bisa memalsu surat perintah jalan kalau tidak bekerjasama dengan orang lain? Apakah racun arsenic bisa disediakan olehnya sendirian ? Mengapa ia menilpun rumah Munir untuk menanyakan kapan Munir berangkat ke Holland? Mengapa ia sering tilpun kepada orang-orang di BIN setelah terjadinya pembunuhan?

 

 

 DILEMMA BESAR BAGI PIMPINAN TNI-AD

 

Memang, bisa dibayangkan bahwa kasus pembunuhan Munir ini merupakan dilemma besar bagi pimpinan militer (dalam hal ini : TNI-AD). Mengakui terus terang kesalahan besar (untuk tidak mengatakan kejahatan besar)   dengan adanya  pembunuhan terhadap tokoh  HAM ini bisa berarti mengambil risiko rusaknya citra TNI-AD.

 

Tetapi, tidak mengakui kesalahan besar (atau kejahatan besar)  yang berkaitan dengan konspirasi pembunuhan Munir ini pun bisa tambah makin memburuknya citra TNI-AD (setidak-tidaknya citra aparat intelijen), yang selama ini memang sudah buruk, akibat berbagai kejahatan yang dilakukan di masa rejim militer Orde Baru berkuasa selama 32 tahun.

 

Pastilah pimpinan TNI-AD (mungkin tidak seluruhnya) juga sudah menyadari bahwa, sebenarnya, reputasi golongan militer di kalangan bangsa Indonesia dewasa ini tidaklah lagi setinggi ketika masih disanjung-sanjung semasa Orde Baru. Sebab, sekarang banyak bukti bahwa  pimpinan TNI-AD di masa lalu telah melakukan berbagai kejahatan,  terutama pengkhianatan terhadap pemimpin besar bangsa, Bung Karno. Bukan saja Bung Karno telah digulingkan kekuasaannya sebagai presiden, tetapi kemudian ia pun dikurung sebagai tapol sampai wafat di tahanan.

 

Dan sesudah menghacurkan kekuatan kiri yang dipelopori oleh PKI dalam tahun 1965 dan 1966, di bawah pimpinan Suharto – dan dengan dukungan imperalisme AS -  golongan militer (terutama TNI-AD) di masa lalu telah menguasai Republik kita dengan cara-cara yang tidak menguntungkan kehidupan demokratis bangsa, sama sekali tidak menghargai HAM, repressif, dan banyak menyalahgunakan kekuasaan. Selama puluhan tahun Orde Baru banyak pembunuhan, penculikan, dan terror,  telah dilakukan secara illegal oleh aparat-aparat militer atau oleh kalangan-kalangan yang dekat dengan militer (ingat, antara lain : hilangnya belasan anak-anak muda PRD)

 

 

KASUS MUNIR : KESALAHAN ATAU KEBODOHAN

 

Kiranya, dapat dimengertilah  bahwa sisa-sisa pendukung rejim militer Orde Baru  (terutama kalangan TNI-AD) masih berusaha terus dengan segala cara dan jalan mempertahankan kepentingannya, walaupun Suharto sudah dipaksa turun dari kekuasaannya sejak 1998.  Mereka ini merupakan kekuatan yang sebenarnya (!!!)  menentang reformasi, tidak suka dengan demokrasi dan HAM. Mereka pulalah yang merupakan kekuatan reaksioner di tengah-tengah bangsa, yang tidak senang dengan bangkitnya rakyat lewat kehidupan yang betul-betul demokratis,  lewat organisasi-organisasi massa, lewat LSM, dan lewat berbagai gerakan.

 

Dan dalam hal ini, Munir adalah satu tokoh besar yang menonjol sekali dalam kebangkitan melawan kekuatan reaksioner. Dengan kegigihan dan keberanian yang menakjubkan banyak orang ia telah melakukan berbagai kegiatan untuk membongkar pelanggaran HAM atau kejahatan terhadap kemanusiaan, antara lain orang-orang yang diculik atau ditangkap secara sewenang-wenang. Mungkin, oleh karena sebagian kalangan militer (TNI-AD, termasuk BIN) menganggap kegiatan Munir ini sudah merupakan bahaya bagi mereka, maka diciptakanlah “scenario” untuk menghilangkannya dari muka bumi.

 

Tetapi, mereka yang telah mengambil keputusan untuk membunuh Munir ini,  walaupun sudah direncanakan, dipersiapkan dan dilaksanakan secara “njlimet”, kali ini telah melakukan kesalahan atau kebodohan yang besar sekali. Sebab, berlainan dengan kasus-kasus pembunuhan atau penculikan yang banyak dilakukan di masa-masa yang lalu, kali ini mereka kesandung batu yang amat besar sekali. Munir adalah tokoh yang sudah menjadi besar sekali bagi banyak kalangan, terutama kalangan yang memperjuangkan demokrasi dan HAM. Bukan saja di dalamnegeri, juga di luarnegeri.

 

Itu sebabnya, maka kasus pembunuhan Munir menjadi topik hangat di Indonesia, yang menjadi perhatian dari banyak organisasi dan gerakan. Juga di luarnegeri, banyak organisasi-organisasi internasional menaruh perhatian besar terhadap pembunuhan yang dikaitkan dengan kemungkinan besar terlibatnya aparat intelijen militer Indonesia ini.

 

 

SIAPA SEBENARNYA DALANG PEMBUNUHAN ?

 

Walaupun Pollycarpus sudah dijatuhi hukuman penjara 14 tahun, tetapi masih ada pertanyaan penting yang perlu mendapat jawaban: siapakah  sebenarnya dalang yang bersalah karena menyuruh atau memberikan instruksi ?  Berikut di bawah ini disajikan sejumlah kutipan dari pernyataan berbagai orang yang menarik untuk diperhatikan :

« Pollycarpus hanyalah pelaku pembunuhan di lapangan," kata Suciwati, istri alm. Munir, seusai sidang pembacaan putusan perkara pembunuhan Munir di Pengadilan Negeri Jakarta. Suciwati menyatakan bahwa keinginan utamanya adalah terungkapnya dalang pembunuh Munir. Karena itu, ia meminta aparat melanjutkan penyelidikan kasus ini. ( dari Tempo Interaktif, 20/12/2005)

Ungkapan lainnya yang juga amat menarik untuk diperhatikan :"Saya tidak melakukannya (pembunuhan)," kata Pollycarpus dengan keras saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Tjitjut Sutiyarso, di Pengadilan Negeri Jakarta. Di tempat yang sama, pengacara Pollycarpus, M. Assegaf, menuduh majelis hakim melindungi pembunuh Munir yang sebenarnya. 

Istri Pollycarpus, Ny. Herawati Swandari, yang menangis sepanjang sidang tampak marah. Ia berulangkali menyebutkan bahwa putusan hakim sebagai dongeng. "Vonisnya panjang sekali, tapi semuanya hanya omong kosong," ia menyatakan. ( menurut Tempo Interaktif, 20/12/2005)

Lebih-lebih menarik lagi ialah pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar yang  menilai « aktor utama pembunuhan aktivis Munir belum terungkap meskipun Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.

Menurutnya, « polisi penyidik hanya menyeret Polycarpus ke pengadilan padahal telah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membongkar kasus ini hingga tuntas. Badan Intelijen Negara, kata dia, juga telah berkerja sama untuk menyelesaikan kasus ini.  Dia (penyidik) belum bisa mengungkap siapa di balik Pollycarpus itu," kata Syamsir kepada pers di kompleks istana,

Sejumlah kalangan mencurigai kaitan Pollycarpus, pilot senior Garuda Indonesia, dengan aparat intelijen. Penyidik pun beberapa kali memanggil mantan pejabat BIN. Namun, hingga kini, Pollycarpus menjadi satu-satunya terdakwa dalam kasus pembunuhan Munir. (juga dari Tempo Interaktif, 20/12/2005)

 

TNI-AD HARUS AKTIF IKUT BONGKAR

Jadi, kasus konspirasi pembunuhan Munir, tidak berarti sudah selesai dengan dijatuhkannya hukuman penjara 14 tahun terhadap Pollycarpus. Sebab, dalang yang sebenarnya dari kasus pembunuhan ini masih belum terungkap dengan jelas dan terang-terangan, meskipun sudah banyak tanda-tanda yang mengarah bahwa aparat intelijen militer (BIN) terlibat di dalamnya.

Oleh karena itu, adalah untuk kepentingan citra baik atau nama baik TNI-AD pada khususnya, dan golongan militer pada umumnya, maka seyogyanya pimpinan TNI-AD ikut campur tangan aktif, dengan menginstruksikan kepada BIN untuk ikut aktif sekuat-kuatnya dan sejujur-jujurnya membongkar siapa yang di belakang pembunuhan ini. Adalah fikiran yang keliru kalau menganggap bahwa dengan menutup-nutupi kesalahan besar - yang sebenarnya merupakan kejahatan besar ini –citra TNI-AD dapat dijaga. Bahkan, sebaliknya!

Dengan menutup-nutupi kesalahan atau kejahatan yang termanifestasikan dengan pembunuhan Munir ini, atau mempersulit atau menghalangi pembongkarannya secara tuntas, TNI-AD akan membikin tambah buruknya citra yang dalam waktu puluhan tahun sudah buruk di mata banyak orang. Keburukan-keburukan ini sudah banyak  - dan sudah sejak lama ! - diketahui oleh banyak orang, baik di dalamnegeri maupun di luarnegeri (umpamanya : oleh kedutaan-kedutaan banyak negara di Jakarta, dan perwakilan oranisasi-organisasi internasional).

Dalam hal ini, peran Presiden SBY adalah amat penting. Sebagai kepala negara dan pemimpin tertinggi angkatan bersenjata, ia perlu ikut berusaha supaya TNI-AD jangan terus-menerus memperpanjang dosa-dosanya yang sudah banyak dilakukan di masa lampau. Presiden SBY sudah pernah menyatakan bahwa kasus Munir akan diselesaikan secara tuntas.  TPF (Tim Pencari Fakta) kasus Munir (yang dibentuk dengan keputusan presiden) juga sudah menyampaikan laporan tertulis kepada presiden tentang hasil penyelidikannya. Dalam laporannya ini TPF menyajikan bahan-bahan yang memberikan indikasi kuat bahwa di belakang kasus Munir ini ada kejahatan konspiratif.

Sekarang menjadi makin kuat dugaan bahwa ada kekuatan-kekuatan militer yang berdiri di belakang usaha-usaha untuk men-torpedo hasil-hasil temuan TPF dan melakukan “tekanan” ke kiri dan ke kanan – termasuk tekanan  terhadap Presiden SBY – untuk mencegah terbongkarnya dalang yang sesungguhnya dari komplotan yang konspiratif ini.

Kasus pembunuhan Munir dan tuduhan terlibatnya intelijen militer (BIN) ini sekarang sudah menjadi sorotan banyak orang di dunia,  bukan hanya di Indonesia saja. Karenanya, apakah kasus ini akhirnya dapat diselesaikan secara adil, jujur, transparan dan menurut hukum, merupakan salah satu barometer  penting (antara berbagai barometer lainnya) tentang dapat tidaknya hukum benar-benar ditegakkan  dan hak azasi manusia betul-betul dihargai di negeri kita.

Paris, 21 Desember 2005.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



JAKER(Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat)
***************************************
sekretariat:
JL.Tebet Timur Dalam IID No.10 Jakarta Selatan 12820 Indonesia
telp/fax: +62218292842
email:<[EMAIL PROTECTED]>

People's Cultural Network
"Semua orang adalah seniman,setiap tempat adalah panggung!"




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke