Bukan lagi jamannya
murid yang kasak kusuk
cari bocoran!!
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Skandal
UN di Sekolah Kita Meski tidak
berkompeten untuk mengajar bahasa Persoalan yang mulanya
sederhana itu segera membesar. Tidak sekadar karena babak belurnya Taufik,
tetapi kelakuan Dadi itu justru membuka aib yang lebih besar. Dari Ceritanya sederhana.
Saat pelaksanaan ujian, pekan lalu, Taufik yang berkali-kali menerima pesan
singkat (SMS) berisi jawaban soal ujian nasional (UN) di selulernya, tergoda
untuk meminta lebih banyak. Karena jawaban soal no 41 sampai 50 belum juga
terkirim, siswa yang merasa mendapat durian runtuh itu mengirim SMS susulan.
Hanya saja, sebagai remaja tanggung yang biasa usil, di akhir pesan ia cantumkan
kalimat lain sebagai ancaman. ''Tak kepret
sireu (saya tempeleng kamu)," tulis Taufik.
Eh, tak lama
selulernya bergetar tanda ada pesan masuk. Namun bukan jawaban yang datang,
melainkan umpatan kasar, ''Wedus
Sireu (kambing, kamu), dasar tolol.'' Taufik yang belum sadar dari
siapa SMS tadi datang, tenang saja meneruskan ujian.
Usai tes itulah, baru
ia sadar siapa pengirim SMS tersebut. Pasalnya, Dadi, yang tampaknya tak sabar
menunggu ujian kelar, segera menyeretnya ke ruang guru. Di tempat itulah, Taufik
dihajar hingga babak belur. Di sanalah Taufik tahu, semua pesan itu memang
dikirim Dadi kepada para murid yang memiliki telepon genggam, dengan maksud
disebarluaskan. ''Sebelum disuruh pulang, saya diminta menandatangani Peran guru dalam
kebocoran soal dan jawaban ujian nasional, bukanlah hal baru. Bahkan, Senin
(22/5) pun terkuak, bahwa guru SMP 2 Kota Bekasi justru berbuat lancung dengan
memberikan jawaban soal UN kepada murid-muridnya. Tujuannya sederhana,
mendongkrak murid, mengharumkan nama sekolah. ''Soal matematikanya
agak susah, jadi ada empat soal yang jawabannya diberi tahu ibu guru,'' ujar
Ronald, sebut saja begitu, siswa kelas 3 sekolah tersebut. Ronald menjelaskan,
dari 30 soal matematika yang dikerjakannya, ada sekitar 10 soal yang membuatnya
pusing tujuh keliling. Maka, ia merasa sangat terbantu ketika guru itu
memberinya empat jawaban tadi. Caranya? ''Guru akan
mengintip jawaban teman kami yang dianggap pintar, lalu memberikannya kepada
kami dengan diam-diam,'' kata Manik, siswa SMP 2 yang lain.
Cara lain yang lebih
'berbudaya' juga dilakukan para pahlawan tanpa tanda jasa ini untuk mengatrol
nilai murid-murid mereka. Nina, seorang guru sebuah SMP terfavorit di Kabupaten
Nina mengaku, bersama
delapan guru kelas tiga lain untuk tiga mata pelajaran: bahasa Indonesia, bahasa
Inggris, dan matematika, ditunjuk kepala sekolah untuk menjadi anggota tim
sukses UN. Layaknya tim sukses kandidat presiden, tim sukses UN inipun harus
memenangkan sekolah, menaikkan pamor dengan menjaga tak ada murid yang tidak
lulus. ''Kepala sekolah
meminta tahun ini tidak ada yang tidak lulus. Seratus persen harus lulus,'' kata
Nina. Bukan dengan menggenjot siswa untuk belajar, melainkan mencuri lembar
jawaban siswa untuk dikoreksi agar nilainya terkatrol tinggi. ''Biasanya, kami
tandai, siswa mana di pelajaran apa yang harus dibantu,'' kata dia.
Menurut Nina,
pelaksanaan UN sebenarnya berlangsung ketat. Tidak boleh ada guru setempat yang
muncul, kecuali panitia UN. Pengawas di kelas pun datang dari sekolah lain.
Kesempatan itu terbuka
ketika amplop yang sudah dilem dan ditandatangani pengawas, diberikan kepada
panitia setempat. Secepat pengawas pulang, sesegera itu pula amplop dengan lem
yang masih basah itu dibuka. ''Kami hanya punya 10-15 menit untuk memperbaiki
jawaban yang salah,'' kata Nina. Nina dan teman-teman memang harus bergerak
cepat. Amplop lembar jawaban itu ditunggu di ruangan lain oleh Panitia Gugus
yang beranggotakan lintas sekolah. Tetapi sekali lagi, karena UN adalah
kepentingan bersama, bukan tidak mungkin kerja sama juga diretas
antarsekolah? Ternyata, tim sejenis
itu bukan pula barang baru? Menurut Ketua Forum Asosiasi Guru Independen
Indonesia (FAGI), Agus Setia Mulyadi, sejak tahun lalu tim seperti itu sudah
marak dibentuk setiap sekolah di ''Selebihnya, tim
sukses yang akan mengisikan jawaban itu,'' kata Agus pada Pikiran Rakyat. Barangkali, bukan hanya
sekolah di Menghalalkan segara
cara seperti itu, seharusnya dianggap sebagai sebuah skandal. Tapi, bukan tak
mungkin kelak menjadi doktrin baru di sekolah-sekolah
kita. ( dsy/zam/c41
) |
Title: Blank