*ARGUMENTASI TENTANG*

*PEMELIHARAAN KESELAMATAN YANG ALKITABIAH*

*Oleh: Dr. Suhento Liauw*

*BAGIAN DUA*

    Lalu seseorang bertanya, "kalau begitu ada kemungkinan Pak
*Suhento*akan menyangkal?" Jawabannya, setiap orang yang masih bebas
berpikir dan
bebas memutuskan sesuatu dengan pikirannya bisa saja menyangkal. Tetapi
tiap-tiap orang bisa memastikan dirinya untuk tidak mau menyangkal. Saya
hanya bisa memastikan diri saya untuk tidak menyangkal, tetapi tidak bisa
memastikan orang lain tidak akan menyangkal, bahkan saya tidak bisa
memastikan istri saya tidak akan menyangkal. Ia harus memastikan dirinya
sendiri. Agar orang yang menjadi murid tidak menyangkal, Tuhan berkata bahwa
orang yang akan menjadi muridnya harus memikul salibnya. Ada yang menafsir
istilah memikul salibnya itu artinya menderita. Tetapi jelas sekali bahwa
memikul salibnya itu bukan sekedar menderita, melainkan siap mati, karena
setiap orang yang diberi salib untuk dipikul pastilah orang yang telah
dijatuhi hukuman mati. Jadi, seorang murid yang sudah siap mati untuk
gurunya adalah seorang yang telah memastikan diri untuk tidak menyangkali
Sang Guru. Tetapi seorang murid yang mencari kesenangan dan ketentraman
apalagi yang tidak berani menderita, sangat mungkin akan menyangkal kalau
penganiayaan datang menimpanya. Seorang murid Tuhan yang berusaha memastikan
diri untuk tidak akan menyangkal adalah seorang yang memutuskan bahwa
sekalipun semua uang yang ada di Bank Central di seluruh dunia diberikan
kepadanya, itu tidak dapat menggodanya untuk menyangkali Juruselamatnya.
Pastikan dirimu, dan kuatkan orang lain, jangan mencemooh mereka.

    Dalam Lukas 8:13, dalam perumpamaan penabur, Tuhan mengatakan bahwa
"yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang yang setelah
mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak
berakar, mereka PERCAYA sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka
murtad." Kata Yunani di balik kata murtad ialah* apistantai *yang berarti
mundur dari iman.* *Tuhan mengatakan bahwa orang itu telah percaya, sekali
lagi TELAH PERCAYA (*pisteuousi*) walaupun sebentar. Kemudian orang itu
mundur dari iman ketika menghadapi pencobaan. Mudah-mudahan tidak ada yang
berkata begini, Ah...Tuhan, Engkau tidak tahu, sebenarnya orang itu belum
percaya, engkau sembarangan ngomong, karena menurut dosen saya kalau
seseorang murtad berarti memang sejak semula ia belum percaya. Dan lagi
Tuhan, sekalipun engkau berkata bahwa mereka yang telah percaya bisa murtad,
saya tetap lebih percaya kepada dosen saya, dan lagi saya sudah berhutang
budi, dan juga telah terlanjur ada di dalam sinode itu dan menikmati semua
fasilitas sinode itu dan lagi dalam satu sinode kami tidak boleh berbeda
pendapat.

    Ketika Paulus menulis I Tim.4:1 ia berkata, "tetapi Roh dengan tegas
mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu
mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran-setan-setan." Kata Yunani di balik
kata murtad di sini kalau diterjemahkan secara langsung *apostesontai tines
tes pisteos* maka berarti BERPISAH DARI IMAN sebagaimana di dalam King James
Version diterjemahkan *depart from the faith.* Pernyataan ini jelas
menunjukkan bahwa orang tersebut sebelumnya telah memiliki iman *(faith /
pisteos)* dan kemudian berpisah dari iman yang semula diyakininya.

    Sesungguhnya tugas penggembalaan itu ialah mengajar jemaat agar mereka
benar-benar berakar agar ketika pencobaan datang mereka tidak mundur dari
iman dan juga menguatkan jemaat agar mereka tidak menyimpang dari iman yang
bisa menyebabkan mereka tidak percaya lagi atau menyangkal Juruselamat
mereka. Ingat, semua dosa kita telah ditanggung Tuhan. Tetapi penanggungan
itu tidak bisa diperhitungkan kepada kita jika kita menyangkaliNya atau
menyimpang dari iman yang benar kepadaNya.

    Kelihatannya teman kita yang percaya bahwa orang yang telah diselamatkan
tidak akan murtad itu karena mereka mencampuradukan dosa perbuatan dengan
dosa doktrinal. Sikap mereka itu muncul sebagai reaksi terhadap pandangan
yang mengajarkan bahwa kalau seorang beriman jatuh ke dalam dosa maka orang
itu akan terhilang dari hadapan Tuhan. Padahal seorang beriman menjadi
murtad dan binasa itu jelas bukan karena jatuh ke dalam dosa melainkan
karena disesatkan oleh pengajaran lain. Pandangan bahwa seorang beriman
tidak akan murtad itu salah. Mereka percaya bahwa seseorang yang telah
diselamatkan masih bisa jatuh ke dalam dosa. Sedangkan murtad (tidak percaya
lagi atau menyangkal) itu adalah salah satu dosa. Kalau jatuh ke dalam dosa
biasa, artinya yang selain menyangkali iman, dosa itu telah ditanggung Tuhan
di kayu salib. Tetapi jelas sekali penyaliban Tuhan tidak mungkin menanggung
jenis dosa doktrinal (tidak mempercayaiNya lagi atau penyangkalan terhadap
Dia). Itulah sebabnya dalam keadaan apapun, atau jatuh ke dalam dosa yang
bagaimanapun, seorang beriman harus tetap di dalam kasih karunia Tuhan,
artinya tetap percaya kepadaNya. Jangan menyangkal Tuhan atau meninggalkan
Tuhan, melainkan mengaku dosa itu kepada Tuhan karena Ia setia dan adil (I
Yoh.1:8-9) dan Ia akan mengampuni.

    Kematian Kristus itu menanggung dosa isi dunia ( Ibr.2:9, I Yoh.2:2,
Yoh.1:29), berarti telah menanggung semua dosa saya, baik yang dulu, yang
sekarang, bahkan yang saya belum buat. Ketika saya percaya kepadaNya, maka
saya DIPERHITUNGKAN telah dihukumkan di dalam Dia. Semua dosa saya telah
diambil alih dan Ia memberikan kepada saya kebenaran dan kesucianNya. SEJAK
SAYA DISELAMATKAN, TIDAK ADA DOSA YANG DAPAT MEMISAHKAN SAYA DARI KRISTUS
KARENA SEMUA DOSA SAYA TELAH DITANGGUNGNYA. Saya tidak tahu bisa atau tidak
seseorang menolak Roh Kudus, atau menyangkal Allah, yang jelas Alkitab saya
mengatakan kepada diri saya bahwa saya harus teguh berpegang pada Injil,
kalau tidak saya akan menjadi sia-sia dalam percaya (I Kor.15:2). Dan
Alkitab saya dalam Rom.11:22 juga mengatakan bahwa saya harus TETAP DALAM
KEMURAHANNYA dan jika tidak SAYA PUN AKAN DIPOTONGNYA. Dan dalam II Yoh.9,
saya dinasehatkan untuk tetap tinggal di dalam ajaran Kristus, kalau saya
keluar maka saya tidak memiliki Allah. Yoh.15:6 memberitahukan saya bahwa
saya harus tinggal di dalam Kristus, kalau tidak saya akan dibuang ke luar
dan dibakar. JADI, JIKA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ALLAH, MAKA KITA MELIHAT
PEMELIHARAAN ALLAH. SEBALIKNYA JIKA KITA MELIHAT DARI SUDUT PANDANG MANUSIA,
MAKA KITA MELIHAT TANGGUNG JAWAB MANUSIA.

    Ayat-ayat tersebut akan ditafsirkan lain kalau seseorang terlebih dulu
memiliki sebuah obsesi yang diajarkan sejak anak-anak dan menafsirkan
ayat-ayat tersebut dengan obsesinya. Dulu saya pernah mempunyai konsep atau
obsesi seperti Calvinis, mempercayai bahwa sekali seorang diselamatkan maka
apapun yang terjadi ia pasti selamat. Setiap orang yang menyimpang dari iman
saya katakan bahwa orang itu tadinya memang belum percaya. Tetapi kini saya
mengerti dengan lebih baik bahwa di dalam rahasia penyelamatan Allah, Ia
bertindak, namun Ia juga mau manusia turut bertanggung jawab untuk bertobat
dan percaya dan kemudian bertekun di dalam iman.

    Ketika seseorang mau memasuki sebuah ruangan "keselamatan", sebelum
membuka pintu, ia dihadapkan dengan tulisan di pintu bagian luar
"bertobatlah dan percayalah." Sesudah ia bertobat dan percaya maka ia masuk
ke dalam ruangan keselamatan, tetapi ia belum masuk ke dalam ruangan
kekekalan. Di sebelah luar pintu ruangan kekekalan ia dihadapkan dengan
tulisan "bertekun di dalam iman" atau "setia sampai mati" atau "tetap di
dalam ajaran Kristus." Setelah dia bertekun hingga akhir, maka ia masuk ke
dalam kekekalan. Kemudian ia menoleh untuk melihat masa lalu dan ia pasti
mendapatkan bahwa Allah yang memeliharanya dan memegangnya dan memberinya
kekuatan untuk bertekun di dalam iman sampai akhir sama seperti ketika ia
melewati pintu ruangan keselamatan ia menoleh dan melihat bahwa ia telah
dipilih Allah sebelum dunia dijadikan.

    Kita harus mengambil keputusan untuk bertobat dan percaya, itu benar,
dan kita telah dipilih sebelum dunia dijadikan juga benar karena
kedua-duanya ada ayat pendukungnya. Hal yang bersamaan dengan itu ialah kita
harus bertekun dan setia dan tetap tinggal di dalam ajaran Tuhan, itu benar
(Kis.14:22, Kol.1:23), dan kita dipegang, dipelihara, juga benar karena
kedua-duanya juga ada ayat pendukungnya. Inilah yang disebut oleh Paulus
rahasia iman atau misteri iman (I Kor.4:1, Ef.3:4, 6:19, Kol.1:26, I Tim
3:9, 16). Masalah bertobat dan dipilih, bertekun dan dipegang adalah masalah
satu koin dengan kedua sisinya atau satu daun pintu dengan kedua belah
pihaknya. JIKA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ALLAH, MAKA ALLAHLAH YANG
MELAKUKAN SEGALANYA, DAN KALAU DILIHAT DARI SUDUT PANDANG MANUSIA, MAKA
MANUSIA BERTANGGUNG JAWAB ATAS SIKAP DAN PERBUATANNYA. Kalau kita tidak
berhati-hati, maka kita akan jatuh ke jurang Calvin atau ke jurang Armenius.

    Dari kitab Kejadian hingga kitab Wahyu saya dapatkan suatu prinsip yang
bekerja, yaitu otoritas Allah berjalan seiring dengan tanggung jawab
manusia. Contoh yang paling awal, Allah yang mengijinkan kejatuhan Adam dan
Hawa atau kesalahan Adam dan Hawa sendiri ketika mereka makan buah
terlarang, mengingat ucapan Tuhan bahwa seekor burung pipit pun tidak akan
jatuh tanpa seijin Bapa? Jawabnya, Allah memang mengijinkan kejatuhan
manusia, dan manusia juga bertanggung jawab atas kejatuhannya. Kalau kita
ditanya lagi, "Yudas ditetapkan untuk menjual gurunya atau ia sendiri yang
berinisiatif untuk menjual gurunya?" Jawabnya adalah, kalau dilihat dari
sudut pandang Allah maka Yudas dipilih untuk menggenapkan nubuatan Zak11:12.
Tuhan tahu persis keadaan Yudas dan Tuhan tetap memilihnya (Yoh.13:11),
bahkan Tuhan memberinya roti sambil berkata, "apa yang hendak kauperbuat,
perbuatlah dengan segera." Tetapi di satu pihak kita juga melihat bahwa
Yudas dituntut bertanggung jawab atas tindakannya sehingga Tuhan berkata
bahwa lebih baik kalau ia tidak dilahirkan (Mat.26:24). Jadi kalau dilihat
dari sudut pandang Allah yang maha kuasa, yang berotoritas absolut, maka
Yudas seperti terperangkap dalam sebuah nubuatan yang baginya tidak ada
pilihan. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang manusia yang diberi akal
budi dan kebebasan untuk berpikir serta memutuskan, maka Yudas telah
berpikir dan telah memutuskan sebagaimana layaknya seorang manusia yang
berakal sehat dan bebas dan ia harus menanggung resiko dari keputusannya dan
perbuatannya.

    Prinsip tanggung jawab manusia dan otoritas Allah yang berjalan seiring
ternyata bukan hanya teori belaka, bahkan kita temukan terapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Ketika sebuah pesawat menabrak gunung di dekat
bandara Medan dan menurut kabar burung bahwa itu akibat kesalahan
manusia (*human
error) *yang memberi pengarahan dari bawah*, *seorang ibu bertanya kepada
saya, "pak pendeta, kalau menurut pak pendeta, itu kehendak Tuhan atau
kesalahan manusia dalam peristiwa kejatuhan pesawat itu?" Saya menjawab,
"itu tergantung kita melihat dari mana. Kalau kita melihat dari sudut
pandang Allah yang maha tahu dan maha kuasa, jika Tuhan tidak mengijinkan,
maka pesawat itu tidak akan jatuh. Tetapi kalau kita lihat dari sudut
pandang manusia, maka itu adalah akibat kesalahan orang-orang yang terlibat
dalam kecelakaan itu, dan mereka harus bertanggung jawab." Jika ada
seseorang mati ditembak oleh seorang penjahat, kita tahu bahwa kematian
orang tersebut adalah akibat perbuatan penjahat yang pantas dihukum, dan
penjahat itu harus dicari dan dihukum. Tetapi kita juga tahu bahwa tanpa
diijinkan Allah yang maha kuasa maka tidak ada satu peluru pun akan
menyentuh tubuh orang tersebut.

    Jika seseorang percaya bahwa keselamatan (*salvation*) diperoleh bukan
karena pemilihan saja, melainkan juga oleh pertobatan dan iman orang yang
bersangkutan, artinya ada unsur tanggung jawab manusia yang berjalan seiring
dengan otoritas Allah, maka ia seharusnya juga percaya bahwa pemeliharaan
keselamatan yang telah diperoleh itu juga oleh unsur tanggung jawab manusia
dan otoritas Allah. Doktrin Keselamatannya akan bersifat kontradiktif jika
ia menolak pemilihan mutlak (*unconditional election*) gaya Calvinis
sementara itu menerima pemeliharaan (*perseverance)* mutlak yang bersifat
Calvinis.

    Namun argumentasi apapun dari pihak armenianis ia tetap harus
mempertimbangkan dan menanggapi ayat-ayat berikut; Yoh.6:37, 44, 10:27-28, I
Yoh.2:19 dll.. Demikian juga dengan calvinis, ia tidak boleh ngotot dengan
ayat-ayat tersebut di atas melainkan juga harus mempertimbangkan dan
berusaha memberi jawab atas ayat-ayat berikut dengan akal sehat dan
kontekstual, yaitu; Mat.10:33, Rom.11:22, I Kor.15:2, II Tim.2:12,
Ibr.6:3-8, I Yoh.5:16, Yak.5:19-20 dll.. Setelah pandangan armenius dan
pandangan calvinis diselidiki dengan seksama, maka pasti akan sampai kepada
kesimpulan bahwa armenianis melihat dari sudut pandang manusia dan calvinis
melihat dari sudut pandang Allah.

    Akhirnya, yang menjadi tanggung jawab manusia ialah bertobat dan
percaya, memegang teguh kebenaran, setia sampai mati, tetap di dalam
anugerah Tuhan dan lain sebagainya. Sedangkan dari pihak Allah kita
diberitahukan bahwa Ia memilih kita sejak dunia belum dijadikan oleh
kemahatahuanNya (*foreknowledge) *dan Ia juga memberi kekuatan pada kita
dalam menjalani kehidupan kekristenan kita. Bahkan ia memegang kita sehingga
tidak ada yang dapat merampas kita dari tanganNya. Kedua pandangan tersebut
benar, tetapi tentu lebih benar lagi kalau kita bisa melihat kebenaran
secara menyeluruh bahwa ada misteri kedaulatan Allah yang berjalan seiring
dengan tanggung jawab manusia.
    Sebagai seorang yang cinta kebenaran, *anna baptis* sejati, yaitu yang
berjuang demi kebenaran sekalipun perlu mengorbankan kepala, kalau ada
argumentasi yang lebih alkitabiah, saya siap mengikuti argumentasi yang
lebih alkitabiah itu. Saya selalu memegang prinsip bahwa kebenaran dicapai
melalui argumentasi dari otak yang dingin bukan dari hati yang panas.
Kiranya kemuliaan hanya untuk Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib
untuk menebus semua dosaku.

Kirim email ke