MELAYANI
TUHAN: SUMBER KEBEBASAN
 
oleh: Pdt.
Jeffrey Siauw, S.T., M.Div.
 
 
William H. Willion di dalam
bukunya:Pastor:
TheTheology and Practice of Ordained Ministry mengatakan:
To
believe that we are in ministry as God’s idea, rather than our own sense of
occupational advancement; this is the submission, the yoking that is the source
of true freedom (2 Cor. 3:17). Time and again, the main thing that keeps our
ministry specifically Christian is to be able to assert with conviction, “We
must obey God rather than any human authority” (Acts 5:29).
 
Saya menemukan bahwa itu
sangat.. sangat.. benar! Percaya bahwa kita berada dalam pelayanan sebagai
idenya Tuhan dan bukan kemauan kita, bukan karir, bukan profesi, berarti tunduk
kepada Tuhan, memikul kuk yang justru menjadi sumber kebebasan. 
 
Sejak lulus sekolah theologi,
saya ingin studi lanjut, tapi kesempatan sepertinya belum terbuka. Beberapa
tahun lalu saya mengingatkan diri sendiri: Untuk apa sih saya studi? Untuk saya
atau Tuhan? Kalau untuk Tuhan, dan untuk melayani di ladang Tuhan, maka
bukankah terserah Tuhan? Kalau menurut Tuhan baik, maka jalan akan terbuka.
Kalau menurut Tuhan tidak baik, maka tidak studi adalah yang terbaik. Sebagai
manusia, menurut saya, studi adalah hal yang baik tapi belum tentu menurut
Tuhan. Maka saya sangat tenang dan tidak ‘ngotot’,
tidak panik, tidak kenapa-napa. Tapi begitu saya yakin Tuhan bilang “ya”, maka
saya mulai ngotot. Dan kesadaran
seperti itu sangat membebaskan!
 
Banyak orang juga ngotot,
ingin ini dan itu. Dalam pelayanan, ingin jabatan, ingin hormat, ingin posisi,
ingin lokasi, dst. Dengan cara itu kita justru memikul kuk yang sangat berat,
yang tidak seharusnya kita pikul. Pelayanan adalah idenya Tuhan! Maka sangat
menolong jika kita sering-sering mundur sedikit, lalu melihat semuanya dari
sudut pandang yang lebih luas, sudut pandangnya Tuhan. Sangat membebaskan!
 
Willimon berkata, hal utama
yang nenjaga pelayanan kita tetap menjadi pelayanan Kristen adalah untuk mampu
menegaskan dengan yakin bahwa: Kita harus lebih taat kepada Allah daripada
kepada manusia. Kadang sangat sulit untuk lebih taat kepada Allah daripada
kepada manusia. Kita punya keinginan, ada tekanan dan masalah dari orang di
sekitar kita, ada suara-suara yang menuntun kita ke arah lain, ada pujian yang 
terus
diberikan untuk kita jangan ke sana, atau cemoohan yang menghalangi kita untuk
tetap di sini. Saat itu, dengan yakin kita harus berkata, saya ikut Tuhan dan
bukan manusia. 
 
Keyakinan bahwa pelayanan
kita adalah dari Tuhan, untuk Tuhan dan bagi kemuliaan Tuhan (terbalik dengan
dari kita, untuk kita dan bagi kemuliaan kita), membuat kita bebas melangkah.
Dan kuk itu sungguh ringan. Tidak mudah, tidak asal-asalan, tidak
senang-senang, tapi ringan dibanding kuk yang kita buat sendiri.
 
Willimon kemudian melanjutkan:
We
fear loss of control. We have anxiety over what life is like to be accountable
to someone rather than ourselves. It is somewhat frightening to construe our
lives in such a theonomous cast, to have our lives lived in constant reference
to the purposes of God. But it is also invigorating to receive the freedom and
the dissonance of living the called life in a world where too many people are
answerable to nothing more than their own ill-formed desires.
Kita selalu ingin pegang
kendali. Kita takut berserah kepada Tuhan, takut selalu ikut maunya Tuhan.
Cukup lah ikut 1X, tapi jangan terus-terusan! Tapi justru ketika semua orang
hanya mengikuti keinginannya sendiri yang ngaco,
mengikuti panggilan Tuhan memberikan kebebasan bagi kita. Kebebasan yang sejati
- karena jiwa yang dijepit oleh nafsu dibebaskan dengan mengikut Penciptanya.
 
 
 
Sumber:
http://www.jeffreysiauw.blogspot.com/2011/12/melayani-tuhan-sumber-kebebasan.html
 
 
 
Profil Pdt. Jeffrey Siauw:
Pdt.
Jeffrey Siauw, S.T., M.Div.adalah gembala sidang Gereja Kristus Yesus (GKY) 
Singapore. Beliau
menyelesaikan studi Sarjana Teknik (S.T.) jurusan Teknik Industri di 
Universitas Trisakti, Jakarta dan Master of Divinity (M.Div.) di Sekolah
Tinggi Theologi Reformed Injili Internasional (d/h Institut Reformed), Jakarta.
Saat ini beliau sedang menyelesaikan studi Master
of Theology (M.Th.) bidang Perjanjian Baru di Trinity Theological College,
Singapore. Beliau menikah dengan Yudith. Beliau ditahbiskan menjadi pendeta di
sinode GKY pada tanggal 1 Januari 2012.
 
 
"Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang 
Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya 
untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata."
(Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)

Kirim email ke