---------
Tanya
---------

Assalamu'alaikum wr.wb.,

Yang ingin saya tanyakan:

Apakah bila seseorang (laki-laki) menikah dengan seseorang
(perempuan) yang perempuan dalam keadaan hamil (oleh perbuatan
silaki-laki tsb.) harus diulang setelah kelahiran si anak?
Saya menanyakan ini - karena ada pendapat lain yang mengatakan
tak perlu nikah ulang, selama pernikahan itu dilakukan antara
perempuan dan laki-laki, ayah dari anak tsb.

Apakah ini termasuk aib yang harus ditutupi? Tidak boleh
diketahui orang lain? bahkan keluarga dekat. Bagaimana dengan
hak silaturahmi anak tersebut, juga hak kasih sayang yang
seharusnya ia dapatkan dari lingkungan terdekat (keluarga) juga
perkembangan jiwa si anak - karena dia seakan ikut menanggung
kesalahan orang tuanya.

Demikian, terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Tanya Jawab : Perkawinan setelah melakukan zina 


---------
Tanya
---------

Saya ingin menanyakan masalah yg berkaitan Zinah, hal ini sering
kali ditanyakan oleh teman-teman saya namun saya masih bingung
untuk menjelaskannya yaitu bagaimana hukumnya bagi seorang
pasangan yg hamil duluan sebelum pernikahan dilaksanakan walaupun
akhirnya mereka menikah. Karena saya pernah dengar bahwa jikalau
seorang pasangan menikah karena kecelakaan maka setelah sijabang
bayi lahir kedunia maka mereka wajib melaksanakan pernikahan
sekali lagi bagaimana hal ini ditanggapi dalam agama Islam dan
apakah ada cara lain yg membuat perkawinan mereka menjadi sah
apalagi mereka menyesali dan bertobat atas kelakuan mereka
terdahulu. Demikianlah pertanyaan saya semoga bisa memberikan jawaban 
yg bisa saya jelaskan kepada teman-teman saya. Atas bantuannya semoga 
Allah memberikan ganjaran yg sepantasnya kepada saudara.

Wassalamualaikum wr.wb,


----------
Jawab
----------

Para ulama dari keempat madzhab sepakat membolehkan perkawinan
antara 2 insan yang berzina sebelumnya. Jadi tidak perlu diulangi
akad pernikahannya setelah sang perempuan melahirkan anak. Hal
ini ditegaskan dalam al-Quran surat al-Nur ayat 3 : "Laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina
atau yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak mengawini
melainkan laki-laki yang berzina atau yang musyrik. Dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman". Adapun
masalah status anak, jika anak ini lahir 6 bulan setelah akad
nikah, maka si anak sah dinasabkan pada si bapak.

Namun jika si jabang bayi lahir sebelum bulan keenam setelah
pernikahan, maka anak ini tidak bisa langsung dinasabkan pada
Bapaknya, kecuali jika si Bapak menyatakan secara tegas bahwa si
anak memang benar-benar dari darah dagingnya.

Yang menjadi perdebatan antar ulama adalah jika seorang laki-laki
baik-baik mengawini seorang perempuan yang telah melakukan zina.
Sebagian ulama seperti Imam Hasan al-Basri melarang hal tersebut
dengan argumentasi dalil di atas yang jelas-jelas mengharamkan
seorang perempuan yang berzina untuk menikah dengan laki-laki
mukmin. Sementara mayoritas ulama membolehkan perkawinan ini
dengan berdasar pada ayat 24 surat al-Nisa`, "Dan dihalalkan bagi
kamu sekalian selain yang demikian". (selain yang tersebut dalam
daftar perempuan yang tidak boleh dinikahi, disini perempuan yang
berzina tidak masuk kategori). Juga berdasar hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i dari Ibnu Abbas,
diceritakan bahwa "Seorang laki-laki datang mengadu pada Nabi
saw, "Isteriku tidak menjauhi tangan-tangan nakal (maksudnya
berzina -red). Rasul pun menasehatinya, "Jauhilah dia!!"
Laki-laki tadi menjawab, "Tapi saya kahwatir hatiku masih terikat
padanya." Rasul menimpali, "(kalau begitu) pertahankan saja"
(Nail al-Authar
6/145).

Mayoritas ulama ini juga memberikan catatan-catatan sbb:
1- Madzhab Hanafy :
Jika si perempuan yang berzina tersebut terbukti tidak hamil,
maka akad pernikahannya sah. Dan jika si perempuan sudah hamil
akad nikahnya sah juga, tapi si suami tidak boleh menggaulinya
hingga ia melahirkan
bayi hasil zinanya.
2- Madzhab Maliky :
Tidak boleh menikahi seorang perempuan yang berzina kecuali
setelah berlalu 3 bulan (3 masa haid). Kurang dari itu,
perkawinannya batal, baik perempuan itu sudah hamil atau belum.
3- Madzhab Syafii :
Membolehkan perkawinan tersebut dengan dalil hadis Aisyah di
atas.
4- Madzhab Hanbaly :
Boleh mengawini perempuan yang berzina, dengan 2 syarat:
- Setelah masa 'iddah selesai, yaitu sampai si perempuan
melahirkan.
- Si perempuan bertaubat dari perbuatan haram tersebut.

Tata cara perkawinannya tetap mengikuti prosedur biasa, yaitu
dengan mendatangkan 2 saksi dan wali. Juga disunnahkan
mengadakan walimah. Yang penting perkawinan tersebut telah
memenuhi syarat-syarat pernikahan. Adapun nikah sirri, di mana
wali, saksi dan kedua mempelai menyembunyikan perkawinan ini dari
masyarakat walaupun keluarganya sendiri, menurut Imam Hanbal
boleh-boleh saja meski makruh.

Apakah perzinahan yang mereka lakukan itu adalah 'aib? Iya,
'aibnya tetap saja 'aib. Tak perlu diperbincangan. Bahkan dosa
memperbincangkannya dengan nada mencemoohkan. Apalagi menghina.
Karena apapun bentuk cemoohan dan hinaan itu tindakan berdosa.
Kalau memang perlu diketahui, dan ada maslahat di situ, juga tak
ada maksud lain kecuali kebaikan, ya tak apa-apa diberitahukan
saja.

Perlu disadari keluarganya, bukankah betapapun besarnya sebuah
dosa, Allah swt. lebih luas pintu ampunannya? Perkawinan mereka
sah. Tinggal yang terpenting mereka menyesali sedalam-dalamnya
perbuatan dosanya itu, dan kini menjadi pasangan yang baik-baik.
Sudah tak ada masalah. Anaknya yang hasil zina itu juga mempunyai
hak yang sama dengan manusia biasa. Dia terlahir atas kehendak
Allah, dalam keadaan fitri, tak punya dosa.


Kamran As'ad Irsyady







Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh 
manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya 
adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. 
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu 
wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang 
tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas 
yang engkau mampu. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke