"H. M. Nur Abdurrahman" <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
Kepada: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
"Sabili" <[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
<[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>
Dari: "H. M. Nur Abdurrahman" <[EMAIL PROTECTED]>
Tanggal: Sat, 23 Sep 2006 10:09:52 +0800
Topik: [Lautan-Quran] Seri 163. Puasa dan Produktivitas

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
163. Puasa dan Produktivitas

Judul di atas itu saya bawakan dalam diskusi subuh di Masjid
Ikhtiar I, Kampus Lama Unhas, Baraya, pada subuh hari Jumat hari
ketiga puasa. Dalam kolom ini saya selipkan pula masukan-masukan
dari beberapa peserta diskusi.

Produktivitas menyangkut dua wawasan, produktivitas ruhaniyah
dan produktivitas phisik. Dalam bulan Ramadhan sesuai dengan
tuntuanan RasuluLlah SAW, produktivitas ruhaniyah meningkat
dibandingkan dengan bulan-bulan di luar Ramadhan. Pada waktu
malam hari dalam bulan Ramadhan, kita banyak melaksanakan shalat
sunnat, yaitu Shala-tu lLayl (shalat Tarawih tergolong Shala-tu
lLayl), i'tiqaf, mengaji Al Quran, dzikir (maksudnya membaca
wirid), sehingga betul-betul produktivitas ruhaniyah meningkat.

Produktivitas phisik menyangkut aktivitas orang berpuasa di
siang hari. Ini dapat diukur secara kuantiatif yaitu berupa
satuan volume hasil pekerjaan per satuan waktu. Misalnya juru
ketik, produktivitasnya diukur dengan jumlah baris per menit.

Sayangnya uji coba produktivitas PNS sehubungan dengan lima
hari kerja (8 jam sehari) tidak dilaksanakan dalam bulan puasa.
Ada baiknya walaupun tidak ada instruksi dari atas, kepala-kepala
kantor memonitor, kemudian mengevaluasi produktivitas mereka
dengan standar evaluasi produktivitas di luar bulan Ramadhan.

Sebenarnya tidak ada alasan produktivitas di siang hari dari
orang berpuasa akan menurun. Firman Allah dalam S.Al Baqarah,187:
...wa Kuluw wa Syrabuw Hattay Yatabayyana laKumu lKhaythu
lAbyadhu mina lKahythi lAswadi mina lFajri, tsumma Atimmuw
shShiya-ma ilay Llayli,..., ...dan makanlah dan minumlah hingga
nyata bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam (terbenamnya matahari)...

Jadi mulai fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari kita
berpuasa, menahan diri dari desakan naluri (makan, minum,
hubungan sex) dan desakan impuls nafsun ammarah. Mulai terbenam
matahari hingga fajar irama hidup (bioritmik) dalam hal aktivitas
menyerap energi dari makanan tidak ada perbedaan dengan di luar
bulan puasa. Berbuka puasa (to break a fast) dalam bulan puasa
tiada beda dengan sarapan pagi (breakfast) di luar bulan puasa,
makan sebelum berangkat ke masjid untuk shalat tidak berbeda
dengan makan siang di luar bulan Ramadhan, makan sahur menjelang
fajar tiada beda dengan makan malam di luar bulan puasa. Jadi
energi yang masuk ke dalam tubuh kita sama kuantitasnya dalam
bulan puasa dengan dalam bulan-bulan lainnya. Itu berarti luaran
(output) berupa produktivitas phisik orang berpuasa tidak
semestinya menurun.

Akan tetapi dalam kenyataannya (kelihatannya?) orang berpuasa
itu menjadi lamban bekerja di kantor-kantor. Apa sebabnya?

Sebenarnya yang menyebabkan orang berpuasa itu lamban bukan
karena puasanya. Bioritmik dalam hal tidur diubah dalam bulan
puasa. Di luar bulan puasa irama hidup dalam hal tidur lebih
banyak pada malam hari ketimbang di siang hari. Dalam bulan
puasa, karena aktivitas ruhaniyah intensif di malam hari, maka
bioritmik dalam hal tidur dibalik: lebih banyak tidur di siang
hari ketimbang di malam hari. Jadi apabila dalam siang hari tidak
ada kesempatan untuk tidur siang, karena masuk jam 08.00 pulang
jam 16.00, maka insya Allah orang itu akan loyo karena kurang
tidur. Tidur merupakan kebutuhan seperti makan dan minum. Orang
yang tidak sempat tidur karena baku tembak terus-menerus dalam
peperangan, maka jika ajalnya akan sampai, kalau bukan mati kena
pelor ia akan mati karena kekurangan tidur. Ini pendapat yang
dikemukakan oleh Dr Halim Mubin dalam diskusi subuh tersebut.
Menurut pendapat Dr Saad Maidin bahwa orang sangat khusyu' dalam
shalat atau dalam membaca wirid, maka effeknya sama dengan tidur,
karena sel-sel otak istirahat, akibat aktivitas beralih
seluruhnya ke aktivitas batin atau qalb. Ada pula seorang dokter
yang ahli dalam soal tidur (maaf namanya saya lupa), bahwa ada
orang yang sudah cukup baginya waktu tidur selama 2 jam dalam
sehari semalam. Namun saya jawab, kita ini membicarakan orang-
orang normal, seperti kebutuhan tidur Dr Lawang 5 - 6 jam, karena
menurut beliau, dirinya adalah contoh orang normal dalam hal
tidur. Yaitu secara statistik, mereka yang berada dalam daerah
luas bidang di sekitar puncak gunung dalam kurva normal, artinya
kita membicarakan orang-orang yang normal, bukan yang ekstrem
kiri (2 jam) maupun extrem kanan (10 jam), yang jauh dari puncak
gunung kurva nomal.

Pendapat saya ini didukung oleh Prof.H.Muh. Natsir Nessa,
bahwa memang yang kita bicarakan adalah realitas orang-orang yang
bekerja di kantor. Beliau (PR II Unhas) sempat menyatakan bahwa
dalam waktu dekat di Unhas akan dikeluarkan edaran tentang
pergeseran jam kerja. Jam kerja tetap 8 jam, namun waktu masuk
kantor yang digeser menjadi lebih lambat, untuk memberikan
kesempatan tidur sebelum masuk kantor. Saya pikir penggeseran
waktu masuk kantor ini suatu pemecahan yang baik, yang rasional.
Dari pada duduk terkantuk-kantuk di kantor, yang tentu saja
produktivitas menurun, lebih baik diberi kesempatan untuk tidur
dahulu di rumah sebelum masuk kantor.

Cara menggeser waktu kerja ini dapat pula diaplikasikan di
pabrik-pabrik yang mempergunakan shift system. Umumnya di pabrik-
pabrik membagi karyawan di bagian produksi menjadi tiga shift,
ketiga shift itu bekerja secara estafet, masing-masing 8 jam:
jam 08.00 - 16.00, jam 16.00 - 24.00, dan jam 00.00 - 08.00.
Jadwal yang disusun secara demikian tidak memberikan waktu tidur
bagi shift 08.00 - 16.00.

Maka alangkah baiknya manager pabrik-pabrik kini tiba saatnya
untuk memperhatikan karyawannya bukan hanya sekadar memikirkan
segi-segi perbaikan gaji dan kesejahteraan saja. Alangkah baiknya
jika kesejahteraan ruhaniah para karyawan diperhatikan pula dalam
bulan Ramadhan, bukan hanya sekadar THR. Memberikan mereka
kesempatan untuk meningkatkan intensitas aktivitas ruhaniyah pada
malam bulan Ramadhan. Caranya sederhana saja, yaitu menggeser
jadwal shift 2 jam lebih cepat: 06.00 - 14.00, 14.00 - 22.00, dan
22.00 - 06.00. WaLlahu a'lamu bisshawab

*** Makassar, 5 Februari 1991
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
 
 
 

.