Alhamdulillah,
  Postingan Pak Ustadz Abu Hasan, semoga menambah 
  pengetahuan kita mengenai berbagai perbedaan dalam pemahaman.
  Semoga dengannya semakin memper-erat persaudaraan
  diantara sesama, bukan menambah perpecahan.
  Sebagai bahan tambahan pula untuk menambah pemahaman kita
  mengenai hal ini baiknya kita baca pula dibawah ini, 
  semoga berkenan.
   
  Salam,
  Nashir
  -------------- ##### ----------------
   
  Mengenai ayat mutasyabih yg sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu 
berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat digandrungi oleh 
sebagian kelompok muslimin <> masa kini, mereka selalu mencoba menusuk kepada 
jantung tauhid yg sedikit saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang 
kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada dilangit, mempunyai tangan, wajah 
dll yg hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid ilahi pada benak muslimin, 
akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu 
kita perjelas mengenai ayat ayat dan hadits tersebut. 

Sebagaimana makna Istiwa, yg sebagian kaum muslimin <> sangat gemar membahasnya 
dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat 
”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT” , entah darimana 
pula mereka menemukan makna kalimat Istawa adalah semayam, padahal tak mungkin 
kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan 
dengan ayat ayat dan Nash hadits lain, bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, 
maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada?, dan berarti Allah membutuhkan ruang, 
berarti berwujud seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan 
Allah swt turun kelangit yg terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana 
diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits no.758, sedangkan kita memahami bahwa 
waktu di permukaan bumi terus bergilir, 
maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah malam itu tidak 
sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan terus ke yang lebih barat, 
tentulah berarti Allah itu selalu bergelantungan mengitari Bumi di langit yg 
terendah, maka semakin ranculah pemahaman ini, dan menunjukkan rapuhnya 
pemahaman mereka, jelaslah bahwa hujjah yg mengatakan Allah ada di Arsy telah 
bertentangan dg hadits qudsiy diatas, yg berarti Allah itu tetap di langit yg 
terendah dan tak pernah kembali ke Arsy, sedangkan ayat itu mengatakan bahwa 
Allah ada di Arsy, dan hadits Qudsiy mengatakan Allah dilangit yg terendah.

Berkata Al hafidh Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang 
seseorang yg bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik 
menjawab : ”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su;al ’anhu bid’ah (tdk 
diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya 
wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah, dan kulihat engkau ini 
orang jahat, keluarkan dia..!”, demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, 
hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirnya, 
tentunya seorang Imam Mulia yg menjadi Guru Imam Syafii ini tak sembarang 
mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya 
orang orang yg tidak baik yg mempermasalahkan masalah ini.

Lalu bagaimana dengan firman Nya : ”Mereka yg berbai’at padamu sungguh mereka 
telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka” (QS Al Fath 10), 
dan disaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari 
langit yg turut berbai’at pada sahabat.

Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman : ”Barangsiapa memusuhi 
waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku 
dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal 
yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku 
menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan matanya yg ia gunakan 
untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya 
yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi 
permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137)
Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, 
penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yg taat pada Allah akan 
dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan 
Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, 
tangan dan kakinya.

Masalah ayat/hadist tasybih (tangan/wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua 
pendapat dalam menafsirkannya.
1.Pendapat Tafwidh ma’a tanzih
2.Pendapat Ta’wil

1. Madzhab tafwidh ma’a tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan 
maknanya kpd Allah swt, dg i’tiqad tanzih (mensucikan Allah dari segala 
penyerupaan)
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata 
”Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dg hal 
itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab 
inilah yg juga di pegang oleh Imam Abu hanifah.

dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh 
tapi menyerupakan Allah dg mahluk, bukan seperti para imam yg memegang madzhab 
tafwidh.

2. Madzhab takwil yaitu menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dg keesaan dan 
keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena 
terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada 
muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii dll. (syarah Jauharat Attauhid oleh 
Imam Baajuri)
Pendapat ini juga terdapat dalam Al Qur’an dan sunnah, juga banyak dipakai oleh 
para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah waljamaah.

seperti ayat : 
”Nasuullaha fanasiahum” (mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan 
mereka) (QS Attaubah:67), 
dan ayat : ”Innaa nasiinaakum”. (sungguh kami telah lupa pada kalian QS 
Assajdah 14). 

Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun 
tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat 
lupa, tapi berbeda dg sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : 
”dan tiadalah tuhanmu itu lupa” (QS Maryam 64)

Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai 
Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan 
Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul 
’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau 
tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui 
Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569) 

apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya 
kita?

Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah 
Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yg dimaksud sakit pada Allah adalah hamba 
Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya pada hamba Nya itu, ”wa ma’na wajadtaniy 
indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan 
kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku 
dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal 125)

Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yg 
berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam 
Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll 
(lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy). 
Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah 
swt, sebagaimana firman Nya : ”Maha Suci Tuhan Mu Tuhan Yang Maha Memiliki 
Kemegahan dari apa apa yg mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para 
Rasul, dan segala puji atas tuhan sekalian alam” . (QS Asshaffat 180-182).
Walillahittaufiq
   
  Muzir almusawa
   
  --------------------- ##### --------
  

Abu Hasan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Dimanakah Allah Ta’ala ?

Apabila dikatakan kepadamu, “Dimanakah Allah Ta’ala ?”

Maka katakanlah,

“Allah Ta’ala berada di atas langit dan beristiwa (bersemayam) di atas ‘Arsy.

Allah Ta’ala berfirman,

‘Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan 
menjungkir-balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu 
bergoncang ?’ (QS. Al Mulk : 16)


Allah Ta’ala berfirman,

‘(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy’ (QS. ThaaHaa : 
5)

Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam 
bersabda,

‘Yanzilu rabbunaa tabaraka wa ta’aala kulla laylatin ilas samaa-id dunyaa hiina 
yabqa tsulutsul lailil aakhir, man yad’uunii fa-astajiba laHu, man yas-alunii 
fa-u’thiiHi, man yastaghfirunii fa-aghfira laHu’ 

(yang artinya)

‘Rabb kalian turun ke langit dunia tatkala sepertiga malam terakhir dan Dia 
mengatakan, ‘Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, pasti aku akan mengabulkannya, 
dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku, pasti akan Kuberikan dan barangsiapa 
meminta ampun kepada-Ku. Aku akan mengampuninya’’ (HR. al Bukhari dan Muslim).

Dan telah diketahui bahwa yang dinamakan turun tidak terjadi kecuali dari atas”.

Sumber Bacaan :

Prinsip-prinsip Tauhid, Aqidah dan Manhaj oleh Syaikh Yahya bin Ali al Hajuri, 
Maktabah al Ghuraba’.


Mudah-mudahan Bermanfaat.


   
   
   
   

       
---------------------------------
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

Kirim email ke